Pemerintah berjanji memberikan sertifikat hak milik kepada warga yang tinggal di 37 kampung tua di Batam, Kepulauan Riau. Sebagai rencana jangka panjang, Pemerintah Kota Batam juga diminta mengembangkan potensi kampung tua sebagai objek wisata dan budaya.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS – Pemerintah berjanji memberikan sertifikat hak milik kepada warga yang tinggal di 37 kampung tua di Batam, Kepulauan Riau. Sebagai rencana jangka panjang, Pemerintah Kota Batam juga diminta mengembangkan potensi kampung tua sebagai objek wisata dan budaya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, Jumat (21/6/2019), mengatakan, kampung tua akan dilepaskan dari kawasan Badan Pengusahaan (BP) Batam paling lambat tiga bulan ke depan. “Menindaklanjuti perintah presiden, kampung tua harus diserahkan kembali kepada warga,” katanya di Batam, Kepulauan Riau.
Kampung tua adalah pemukiman penduduk yang sudah ada sebelum BP Batam dibentuk pada 1973. Di Batam, penyebutan kampung tua diberikan pada wilayah yang memiliki kuburan kuno, tanaman perkebunan berusia tua, dan penduduk asli yang silsilah leluhur bisa dipastikan.
Berdasarkan data Kementerian ATR, ada 37 lokasi kampung tua di Batam yang tersebar di 9 kecamatan. Wilayah seluas 1.103,3 hektare itu kini terbagi menjadi 42.970 bidang lahan yang menjadi tempat berumukim bagi 21.160 rumah tangga keturunan suku melayu.
“Ini sekaligus kesempatan bagi Pemkot untuk membuat rancangan pengembangan kawasan kampung tua. Jangan sampai setelah warganya mendapat hak milik, kampung tua ini nantinya justru tumbuh menjadi kawasan kumuh karena tidak dikelola dengan baik,” kata Sofyan.
Menurut Ketua Rumpun Khazanah Warisan Batam (RKWB) Machmur Ismail, perjuangan warga kampung tua meminta sertifikat hak milik (SHM) telah berlangsung sejak 2004. Selama kurun waktu 15 tahun itu, warga berkali-kali turun ke jalan menuntut aspirasi mereka didengar pemerintah.
“Tugu penanda kampung tua sudah dibangun Pemkot Batam sejak 2004. Namun, setelah itu tidak ada perkembangan lagi. Baru tahun ini, setelah Presiden Joko Widodo berkunjung, legalitas kepemilikan lahan warga di kampung tua diakui pemerintah,” ujar Machmur.
Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan, sebanyak 37 tim akan dibentuk untuk memverifikasi data calon penerima SHM. Untuk mempercepat proses itu, perwakilan warga dan tokoh masyarakat dari organisasi RKWB dan Lembaga Adat Melayu (LAM) dilibatkan dalam tim.
“Saya kira kerja tim itu tidak akan terlalu sulit dan memakan waktu lama karena datanya saat ini sudah lengkap. Yang mungkin masih jadi persoalan tinggal penentuan luas lahan untuk diberikan kepada masing-masing warga,” kata Rudi.
Di sejumlah lokasi, lahan yang masuk wilayah kampung tua terlalu luas dibandingkan jumlah penduduk yang bermukim di tempat itu. Lahan kosong tersebut rencananya sementara akan dikelola Pemkot untuk mendirikan fasilitas umum dan fasilitas sosial sesuai kebutuhan warga.
Sementara itu, Kepala BP Batam Edy Putra Irawady meminta kepada pemerintah agar nantinya warga di 37 kampung tua itu tetap bisa menikmati fasilitas free trade zone (FTZ), meskipun tidak termasuk lagi dalam kawasan hak pengelolaan lahan (HPL).
“Warga yang berjualan atau membuka toko harus membayar pajak pertambahan nilai (PPN),” katanya.