Tenaga Profesional Bidang Teknologi Informasi Sulit Diperoleh
Minimnya suplai dinilai menyulitkan perusahaan memperoleh tenaga kerja profesional bidang teknologi informasi. Tenaga kerja yang ada kadang diperebutkan antarperusahaan.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Minimnya suplai pekerja dinilai menyulitkan perusahaan memperoleh tenaga kerja profesional bidang teknologi informasi. Tenaga kerja yang ada kadang diperebutkan antarperusahaan. Proses perekrutan pun butuh waktu lebih dari tiga bulan.
Manajer Teknologi Robert Walters Indonesia Antonio Mazza, Kamis (20/6/2019), di Jakarta mengatakan, rata-rata skor tingkat kesulitan pencarian tenaga kerja profesional bidang teknologi informasi komunikasi di seluruh negara Asia Tenggara adalah tujuh dari rentang 1-10. Semakin besar angka skor, berarti pencarian semakin sulit.
Temuan itu diperoleh dari riset Robert Walters, ”Five Lessons in Tackling The Tech Talent Shortage” , Juni 2019. Riset kualitatif ini menyasar 400 pekerja profesional bidang teknologi informasi, manajer perekrutan, ahli isu transformasi digital, dan profesional bidang sumber daya manusia. Selain itu, riset juga menyasar pimpinan enam perusahaan, yakni HelloGold, MoneyMax, OVO, SGX, Tencent, Tokopedia, dan Trusted Services.
Tenaga kerja profesional yang dimaksud adalah pekerja dengan pengalaman kerja 3-5 tahun. Menurut Antonio, tingginya kesulitan pencarian tenaga profesional bidang teknologi informasi berlangsung sampai proses pembahasan kesepakatan penerimaan. Mayoritas responden mengaku butuh waktu tiga bulan lebih untuk mencari tenaga kerja.
Pada saat yang sama, perusahaan harus menghadapi cepatnya perubahan atau hadirnya inovasi baru. ”Kondisi seperti itu memengaruhi produktivitas kerja dan pengembangan inovasi bisnis,” ujarnya.
Country Manager Robert Walters Indonesia Eric Mary menyatakan, perusahaan harus aktif menggelar pelatihan keterampilan berkelanjutan untuk karyawan. Hal ini berlaku bagi perusahaan sektor industri konvensional ataupun rintisan bidang teknologi digital. Selain itu, sistem pendidikan nasional juga perlu lebih adaptif terhadap perubahan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2019, jumlah penduduk bekerja mencapai 129,36 juta orang. Dari jumlah ini, hanya 12,57 persen di antaranya yang berlatar belakang pendidikan diploma ke atas.
Anggaran untuk peningkatan kompetensi sumber daya manusia bidang teknologi digital diupayakan bertambah setiap tahun.
Hanya sekitar 0,73 persen dari total penduduk bekerja yang berkecimpung di sektor informasi dan komunikasi. Sisanya tersebar di berbagai sektor industri, seperti pertanian, perdagangan, dan konstruksi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengklaim, alokasi anggaran kementerian untuk peningkatan kompetensi sumber daya manusia bidang teknologi digital selalu diupayakan bertambah setiap tahun. Pada 2017, misalnya, nilai anggarannya Rp 141 miliar. Nilainya turun menjadi Rp 133 miliar tahun 2018, tetapi bertambah lagi menjadi Rp 267 miliar pada 2019. Dalam pagu indikatif Kementerian Komunikasi dan Informatika, anggarannya naik jadi Rp 421 miliar tahun 2020.
Salah satu program peningkatan kompetensi adalah beasiswa talenta digital yang diselenggarakan bersama 30 universitas negeri/swasta, 22 politeknik negeri, 4 perusahaan teknologi global, dan 4 perusahaan rintisan bidang teknologi lokal. Kuota yang disediakan hingga 50.000 peserta.