BPIP mengajak media massa untuk ikut membumikan Pancasila di tengah masyarakat. Terlebih tantangan yang dihadapi tidak ringan, terutama setelah sekian lama Pancasila seolah hilang dari ruang publik.
Oleh
A Ponco Anggoro
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP mengajak media massa untuk ikut membumikan Pancasila di tengah masyarakat. Terlebih tantangan yang dihadapi tidak ringan terutama setelah sekian lama Pancasila tidak menjadi mata pelajaran wajib dan tak ada badan yang khusus membina Pancasila.
Pascareformasi, badan yang diberi kewenangan oleh rezim Orde Baru untuk membina nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Badan Pembinaan, Pendidikan, Pelaksanaan, Pedoman Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (BP-7), dibubarkan. Selain itu, Pancasila tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib di sekolah.
Konsekuensinya, Pancasila seolah hilang dari ruang publik. Kemudian implikasinya lebih lanjut, ada ruang kosong dalam memori kolektif bangsa.
”Dampaknya seperti kita bisa lihat sekarang. Dua dekade pascareformasi, muncul ideologi-ideologi yang berbeda, bahkan bertentangan dengan Pancasila. Tak sebatas itu, kelompok-kelompok itu terang-terangan menyatakan ingin mengganti Pancasila,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPIP Hariyono saat acara Rapat Koordinasi dan Temu BPIP dengan Media Massa dalam Rangka Bulan Pancasila 2019, di Bekasi, Jumat (21/6/2019).
Kini, ketika ada niat kuat untuk kembali membumikan Pancasila, banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya mengembalikan pemahaman mengenai Pancasila.
Ketidakpahaman sejarah dan kedudukan Pancasila memunculkan dan mengembangkan sikap eksklusif dan intoleran di tengah masyarakat. Sikap tersebut membuat kelompok-kelompok tertentu terpinggirkan dalam kehidupan sehari-hari yang akhirnya menimbulkan rasa tidak percaya satu sama lain.
Tantangan lain, memaksimalkan pelembagaan Pancasila dan keteladanan berbasis nilai-nilai Pancasila.
Banyak hal yang dapat diteladani dari Pancasila, tetapi tidak tersosialisasikan karena tertutup gaduhnya politik dan berbagai kepentingan ideologi lain di luar Pancasila.
Menjawab tantangan itu, BPIP yang dibentuk Presiden Joko Widodo, 28 Februari 2018, telah menyiapkan langkah-langkah dan rencana strategis melalui pembuatan Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila. Kemudian peta jalan pembinaan ideologi Pancasila, penyusunan narasi Pancasila untuk pendidikan formal, informal, dan nonformal.
Kemudian, kegiatan-kegiatan pengarusutamaan Pancasila melalui kegiatan kampung Pancasila, membuat narasi menanggapi isu-isu aktual seperti pemilu, radikalisme, dan intoleransi.
BPIP juga berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk membumikan kembali Pancasila secara kontekstual di dunia pendidikan, termasuk di pesantren.
Indoktrinasi
Terkait hal itu, Hariyono menekankan langkah indoktrinasi Pancasila pasti ditempuh. Namun, indoktrinasi yang dipakai bukanlah gaya indoktrinasi secara otoriter atau paksaan seperti yang diterapkan di era Orde Baru.
”Cara penyampaian, metodologi, tidak dilakukan dengan cara paksaan sehingga proses internalisasi nilai-nilai Pancasila ke siswa bisa lebih optimal,” ujarnya.
Dia mencontohkan, indoktrinasi melalui cerita dongeng atau saat bermain dengan anak. Saat BPIP ke Malang dan bertemu komunitas pendongeng beberapa waktu lalu, BPIP mengajak komunitas itu untuk mengubah kancil dalam dongeng kancil yang semula berkonotasi negatif menjadi positif.
Dengan demikian, melalui dongeng yang telah diubah itu, sejumlah nilai Pancasila bisa ditanamkan ke anak-anak.
Selain itu, Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Benny Susetyo menambahkan, ke depan, paradigma pendidikan juga perlu diubah. Paradigma pendidikan yang selama ini masih terjebak pada aspek teknis dan transfer ilmu harus dikembalikan pada pondasi dasar pendidikan yaitu pendidikan karakter.
”Intinya bagaimana mereka mencintai bangsa melalui penanaman nilai-nilai kepahlawanan, kebersamaan, persaudaraan, dan gotong royong, harus ditanamkan sejak dini,” katanya.