Warga Hong Kong melanjutkan aksi protes terhadap rancangan undang-undang mengenai ekstradisi. Mereka menuntut agar Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam membebaskan demonstran yang ditangkap dan mengundurkan diri dari jabatan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
HONG KONG, JUMAT — Warga Hong Kong melanjutkan aksi protes terhadap rancangan undang-undang mengenai ekstradisi. Mereka menuntut agar Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam membebaskan demonstran yang ditangkap dan mengundurkan diri dari jabatan.
Warga Hong Kong kembali berkumpul di luar kantor Dewan Legislatif Hong Kong, Jumat (21/6/2019). Mereka melakukan aksi protes karena pemerintah tak kunjung memenuhi tuntutan mereka untuk membatalkan RUU mengenai ekstradisi yang saat ini sedang ditunda pembahasannya.
”Baik secara fisik maupun mental, saya sangat lelah, tetapi tidak ada jalan lain. Sebagai warga Hong Kong, Anda tidak bisa tidak keluar. Saya sangat tidak puas dengan sikap pemerintah,” kata Cheung Po Lam (21), seorang pelajar.
Para demonstran yang mayoritas berpakaian hitam dan mengenakan masker terlihat duduk di bawah payung. Mereka juga mengadakan ”piknik” di depan kantor tersebut. Beberapa di antara mereka menyemprotkan air untuk menjaga suhu tetap dingin di bawah terik matahari.
Selain di kantor Dewan Legislatif, para demonstran juga terlihat berkumpul di markas besar kepolisian Hong Kong. ”Pemerintah masih belum merespons tuntutan kami. Setelah berhari-hari, mereka hanya berbicara omong kosong. Jadi, saya rasa, kami harus keluar dan menyampaikan kepada mereka, kami sebagai warga tidak akan menerima respons palsu,” kata Poyee Chan (28), salah seorang demonstran.
Para demonstran telah menyingkirkan pagar barikade dan mengatur ulang untuk melindungi posisi mereka di luar markas kepolisian. Polisi telah menutup gerbang utama markas.
Mereka melakukan aksi protes sembari menyerukan ”Lepaskan (Orang) yang Benar” dan ”Malu dengan Polisi Preman”. Seruan tersebut ditujukan kepada demonstran yang ditahan polisi pekan lalu serta kebrutalan polisi yang menyerang demonstran dengan senapan gas air mata dan semprotan merica.
Untuk menjaga ketertiban, polisi akan mengerahkan tim negosiasi untuk berbicara dengan demonstran. ”Ada gerombolan massa dalam jumlah besar yang berkumpul di depan markas kepolisian yang dapat memengaruhi layanan darurat polisi kepada publik,” kata Pengawas Senior Polisi Yu Hoi Kwan.
Aksi protes pada Jumat (21/6/2019) ini diinisiasi serikat pelajar dan penyelenggara tidak resmi melalui media sosial dan aplikasi pesan. Salah satu pesan yang beredar di dunia maya adalah ”Ada banyak cara untuk berpartisipasi. Pikirkan cara kalian sendiri untuk menunjukkan cinta kepada Hong Kong. 21 Juni bukan akhir perjuangan, akan banyak lagi di masa depan”.
Menolak mundur
Sejauh ini, Lam menolak permintaan untuk mundur. Lam telah menunda pembahasan RUU ekstradisi pekan lalu. Namun, sekitar 2 juta warga Hong Kong—menurut penyelenggara—tetap melakukan aksi protes agar Lam mencabut sepenuhnya RUU itu pada Minggu, 16 Juni. Lam akhirnya meminta maaf kepada publik pada Selasa, 18 Juni.
Kepala Departemen Kehakiman Teresa Cheng menjadi pejabat pemerintah terbaru yang meminta maaf kepada publik atas RUU ekstradisi. Ia berjanji, pemerintah akan terbuka atas kritik masyarakat.
”Mengenai kontroversi dan perselisihan yang muncul selama beberapa bulan terakhir, sebagai anggota pemerintahan, saya menyampaikan permintaan maaf yang tulus kepada seluruh warga Hong Kong. Kami berjanji untuk bersikap tulus dan rendah hati untuk menerima kritik dan memperbaiki pelayanan publik,” ujar Cheng melalui blog.
Aksi protes secara keseluruhan telah berlangsung selama dua pekan. Para demonstran tidak memiliki pemimpin khusus untuk menggalang aksi-aksi tersebut.
Warga menolak RUU ekstradisi karena dapat membuat Hong Kong mengekstradisi warganya dan warga asing ke sejumlah negara, termasuk China. Mereka khawatir China menganut hukum dan sistem peradilan yang berbeda sehingga tidak mengedepankan kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan hak asasi manusia (HAM).
Hong Kong menjadi bagian dari China sejak diserahkan Inggris pada 1997. Kesepakatan yang dibuat adalah China dan Hong Kong adalah satu negara dengan dua sistem pemerintahan yang berbeda. Hong Kong baru akan melebur ke dalam China pada 2047.
China sebelumnya mengeluarkan pernyataan menghormati keputusan yang diambil oleh Lam. Selain itu, China juga mengecam kerusuhan yang terjadi selama aksi protes berlangsung.
”Kami mendukung, menghormati, dan mengerti dengan keputusan tersebut. Keputusan Lam merupakan upaya untuk mendengarkan masyarakat dan mengembalikan kedamaian segera mungkin,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang. (AFP/REUTERS)