Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Apresiasi Diskusi Pancasila di Italia
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia pada masa depan membutuhkan para pemimpin negara yang setia kepada Pancasila dan mampu memimpin bangsa untuk mengimplementasikan nilai-nilainya. Terkait dengan itu, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila akan mempercepat kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki keterpanggilan dan kepedulian kuat dalam menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila ke dalam masyarakat, terutama kepada generasi milenial.
”Oleh karena itu, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sangat mengapresiasi lembaga, organisasi yang memiliki inisiatif untuk melakukan penyemaian kembali falsafah hidup bangsa itu dengan berbagai cara,” kata Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP Dicky Rezadi Munaf di Kantor BPIP, Jakarta, Kamis (20/06/2019).
Hal itu dikatakan Dicky saat menerima alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro, selaku Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa). Putut merupakan salah satu pembicara tentang masalah kebangsaan di Italia, akhir Mei 2019 hingga awal Juni lalu.
”Pertemuan ini terjadi atas inisiatif BPIP setelah saya membaca laporan media tentang perayaan hari lahir Pancasila di Milan dan Roma, Italia. Waktu itu, Putut Prabantoro menjadi salah satu pembicara. Apa yang termuat dalam media, diskusi tentang Pancasila di Milan dan Roma sangat konstruktif. Kami sangat mengapresiasi,” tutur Dicky.
Menurut Dicky, generasi milineal sangat membutuhkan perhatian karena dalam kurun waktu 15 tahun ke depan Indonesia membutuhkan mereka untuk memimpin negara dan bangsa. Meski demikian, ancaman yang dihadapi oleh Indonesia pada saat ini sangat nyata.
Sebagian generasi milineal terpapar oleh nilai-nilai yang tidak sesuai dengan Pancasila, termasuk di dalamnya radikalisasi, intoleransi, dan pemahaman sempit akan agama. Pada akhirnya hal itu dapat membuat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terdestruksi.
Dicky mengatakan, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika generasi baru yang sangat dibutuhkan Indonesia dalam waktu 15 tahun nanti terpapar paham yang tidak sesuai dengan Pancasila? Indonesia akhirnya tidak akan memenangi masa depannya, tetapi terus berkutat dengan masalah internal bangsa yang mengakibatkan sila Persatuan Indonesia tidak terwujud.
”Jika sila ketiga ini tidak terwujud, sudah pasti cita-cita pendiri negara menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, kuat, dan bermartabat tidak terwujud. Ada pola baru penanaman nilai falsafah bangsa terhadap generasi milenial,” ujar Dicky yang juga alumnus Lemhannas KRA XXXII.
Putut menyatakan kebanggaannya mendapat apresiasi berupa perhatian dari BPIP. Dalam diskusi itu, dia sependapat dengan gagasan Dicky tentang pola baru penanaman nilai-nilai Pancasila dengan nilai baru, khususnya kepada generasi milenial.
”Ideologinya tetap sama, yaitu Pancasila. Nilai-nilai yang akan ditanamkan tetap sama dan akan kekal selamanya selama Indonesia terus ada. Hanya zamannya sudah berubah dan itu menuntut cara penanaman nilai-nilai itu berbeda,” kata Putut.
Menurut Putut, dia sangat setuju dengan ide Dicky bahwa hari lahir Pancasila itu harus dirayakan dengan meriah, dengan kegembiraan seluruh bangsa, apalagi Pancasila adalah ideologi negara. ”Mesti ada pesta di sana-sini, ada kegembiraan, ada tarian, ada puja-puji terhadap negara dan Pancasila sampai pelosok-pelosok desa,” ujar Putut yang konsultan komunikasi publik ini.
Putut berharap, pada tahun-tahun mendatang, dalam perayaan hari lahir Pancasila, misalnya, ada pemecahan rekor nasional membacakan teks Pancasila dengan kriteria pembaca terbanyak, desa terbanyak, kota terbanyak. Tentu kalau setiap pemerintah kota melakukan gerak yang sama, bisa dibayangkan betapa meriahnya hari lahir Pancasila.
”Dengan cara-cara seperti ini, serentak seluruh bangsa akan mempercepat melunturnya paham-paham intoleransi dan radikalisasi,” kata Putut.