Jaga Laut dari Polusi Sampah, Kerja Sama Antarnegara Dibutuhkan
Kerja sama antarpemerintah dibutuhkan untuk menjaga laut dari masalah polusi dan ancaman pencemaran akibat sampah, terutama sampah plastik. Kolaborasi antarnegara menjadi penting mengingat laut tidak berbatas.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Kerja sama antarpemerintah dibutuhkan untuk menjaga laut dari masalah polusi dan ancaman pencemaran akibat sampah, terutama sampah plastik. Kolaborasi antarnegara menjadi penting mengingat laut tidak berbatas.
”Tidak ada satu negara yang mampu menyelesaikan permasalahan sampah laut tanpa bekerja sama dengan negara lain, baik di tingkat regional maupun global,” kata Koordinator Program Global untuk Aksi Perlindungan Laut dari Aktivitas Berbasis Darat Habib El-Habr.
Habib mengatakan hal itu dalam pembukaan Pertemuan Antarpemerintah The Coordinating Body on the Seas of the East Asia (COBSEA) di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (19/6/2019).
Pertemuan antarpemerintah negara-negara anggota COBSEA di Bali diikuti delegasi dari sembilan negara anggota COBSEA, termasuk Indonesia, dan lembaga internasional. Adapun delegasi negara lain berasal dari Kamboja, China, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Pertemuan itu mendiskusikan dan membahas rancangan rencana aksi regional untuk sampah laut (Regional Action Plan on Marine Litter) dan rencana dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 terkait pesisir dan laut. Pertemuan itu juga mendiskusikan pengembangan node regional kemitraan global untuk sampah laut (Regional Node of the Global Partnership on Marine Litter).
Pertemuan Antarpemerintah COBSEA di Nusa Dua, Bali, diresmikan Duta Besar RI untuk Nairobi Soehardjono Sastromihardjo dari delegasi Indonesia. Soehardjono membacakan sambutan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam sambutan disebutkan Indonesia berkomitmen terhadap implementasi perjanjian multilateral dan kerja sama global tentang lingkungan, termasuk dalam menghadapi masalah perubahan iklim, polusi air dan udara, merkuri, serta ancaman terhadap kelangsungan hidup dan keanekaragaman hayati serta ekosistem lautan.
Menurut Soehardjono, lingkungan laut dan perairan mengalami sejumlah permasalahan, misalnya polusi plastik dan mikroplastik, pencemaran akibat obat-obatan, hormon, dan eutrofikasi (ledakan jumlah tanaman air dan alga akibat peningkatan kandungan nutrisi di perairan). Ekosistem pesisir dan laut juga menerima dampak akibat perubahan iklim. Situasi itu, lanjutnya, mendapatkan perhatian kalangan global.
Kebijakan Indonesia
Soehardjono menyebutkan, Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan nasional tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030. Terkait dengan permasalahan sampah laut, Presiden Joko Widodo pada 2018 menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Selain itu, diterbitkan pula Perpres No 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
”Kolaborasi menjadi kunci dalam upaya global mengatasi masalah yang mengancam pesisir dan laut,” ujar Soehardjono.
Indonesia, menurut dia, mendorong negara-negara anggota COBSEA untuk melanjutkan kerja sama, membangun dan meningkatkan kapasitas serta pengetahuan, dan menguatkan kemitraan serta kolaborasi, baik di tingkat regional maupun global.
Kolaborasi menjadi kunci dalam upaya global mengatasi masalah yang mengancam pesisir dan laut.
Ditemui seusai pembukaan, Habib menjelaskan, perhatian negara dan kerja sama antarpemerintah dibutuhkan karena polusi sampah laut adalah masalah bersama dan persoalan global. Ia mengapresiasi Indonesia yang sudah menunjukkan komitmen dan upaya dalam menangani polusi sampah laut, terutama sampah plastik.
Habib menambahkan, komitmen Indonesia juga ditunjukkan dalam pembentukan Regional Capacity Center for Clean Seas sebagai fasilitas bertukar pengetahuan dan memperkuat kapasitas di bidang perlindungan lingkungan laut.
Wakil Direktur Eksekutif Pelayanan Program (Deputy Executive Director for Program Services Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security) S Nora Sy Ibrahim menyebutkan, Indonesia menunjukkan peran penting dan aktif dalam kerja sama regional menangani permasalahan sampah laut.
”Persoalan sampah laut harus mendapat perhatian bersama dan penting bagi negara untuk menyiapkan rencana aksi strategis, baik di tingkat nasional maupun regional,” kata Nora.
Ketua Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan Universitas Udayana, Bali, Ketut Gede Dharma Putra mengatakan, pertemuan internasional COBSEA di Bali menegaskan komitmen Indonesia dalam menjaga serta melindungi lingkungan laut dan perairan. Indonesia, menurut dia, juga akan menerima dampak positif sebagai tuan rumah pertemuan internasional COBSEA di Bali.
”Indonesia pernah dituduh penyumbang sampah laut terbesar kedua,” kata Dharma. ”Meskipun tuduhan itu terbantahkan, hal itu membangkitkan semangat kebersamaan dalam mengatasi sampah plastik di perairan yang memang menjadi persoalan besar,” ujar Dharma yang ditemui seusai acara pembukaan Pertemuan Antarpemerintah Ke-24 COBSEA di Nusa Dua, Badung, Rabu.