ASEAN dituntut mengintensifkan dialog dengan Myanmar agar hasil penilaian kebutuhan awal repatriasi pengungsi Rohingya bisa ditindaklanjuti. Repatriasi butuh waktu enam tahun.
JAKARTA, KOMPAS -- Repatriasi warga Rohingya, yang saat ini masih berada di pengungsian di Bangladesh untuk kembali ke Myanmar, memerlukan sejumlah syarat agar berhasil. Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN perlu mengintensifkan dialog dengan Myanmar dalam penyelesaian kasus Rohingya.
Ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri dari persekusi yang terjadi akibat kekerasan di Rakhine, Myanmar, pada 2017. Mereka kini tinggal sebagai pengungsi di sejumlah negara, antara lain Bangladesh, Indonesia, Malaysia, dan Pakistan. Bangladesh dan Myanmar telah sepakat melakukan repatriasi pada November 2017.
Kasus Rohingya merupakan salah satu isu yang akan dibahas pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Bangkok, Thailand, 20-23 Juni ini. Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Morato Tavares di Jakarta, Jumat (14/6/2019), mengatakan, ASEAN-Emergency Response and Assessment Team (ASEAN-ERAT) telah melakukan penilaian kebutuhan awal repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh ke Myanmar.
Hasil laporan tim itu menyebutkan, repatriasi dapat dilakukan dengan sejumlah catatan. ”Berdasarkan analisis penilaian kebutuhan awal, tim dapat memindahkan 300 orang per hari. Jumlah pengungsi yang akan kembali mencapai 500.000- 700.000 orang sehingga proses repatriasi dapat membutuhkan waktu enam tahun,” kata Jose.
ASEAN dapat membantu dan mempercepat proses repatriasi di tiga bidang, yaitu meningkatkan kapasitas pusat penerimaan dan transit, mendukung penyediaan layanan dasar, serta memperkuat penyebaran informasi. ASEAN-ERAT juga merekomendasikan kepada ASEAN agar membantu menangani pembangunan kapasitas dan kohesi sosial di area relokasi.
Menurut Jose, ASEAN akan menindaklanjuti hasil penilaian kebutuhan awal repatriasi dalam KTT ASEAN pekan ini.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mempertanyakan kelayakan repatriasi karena kondisi Myanmar dinilai belum kondusif. ”Tidak ada satu pun dari prinsip aman, sukarela, dan bermartabat bagi warga Rohingya yang terpenuhi meskipun ada klaim berbeda dari Pemerintah Myanmar dan Bangladesh,” katanya.
Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum sepakat, repatriasi warga Rohingya bukan solusi yang efektif untuk saat ini. Namun, pada saat yang bersamaan, keberadaan pengungsi Rohingya mulai memengaruhi dinamika sosial masyarakat Bangladesh.
Untuk itu, Yuyun berpendapat, proses repatriasi perlu menerapkan prinsip HAM agar berjalan lancar. AICHR dapat dilibatkan untuk melihat apakah proses repatriasi sudah berlangsung secara aman, sukarela, dan bermartabat.
Solusi alternatif
Dosen Antropologi Monash University, Antje Missbach, menyampaikan, ada dua solusi yang dapat diimplementasi untuk mengatasi isu pengungsi Rohingya dibandingkan repatriasi. Dua solusi itu adalah membantu pengungsi berintegrasi dengan penduduk lokal Bangladesh dan memindahkan pengungsi ke negara ketiga.
Terkait solusi kedua, Missbach menuturkan, Indonesia atau Malaysia dapat menyediakan permukiman sementara bagi para pengungsi rentan. ASEAN perlu berdiskusi untuk menyusun solusi yang bersifat regional guna melindungi pengungsi dan menawarkan perlindungan sementara.
Missbach mengatakan, berbagai organisasi internasional menyoroti akar permasalahan yang dihadapi pengungsi, yaitu keengganan Myanmar mengakui Rohingya sebagai warga negaranya. Warga Rohingya menjadi warga negara kelas dua di Myanmar. Hak mereka untuk memperoleh akses pendidikan, kesehatan, dan pemilihan umum tidak terpenuhi.
Menurut Usman, Indonesia dan ASEAN perlu melanjutkan dialog dengan Myanmar dalam KTT ASEAN pekan ini. Indonesia memiliki peran strategis untuk menjadi kompas dalam penyelesaian krisis kemanusiaan dan HAM di Rakhine.
Jose menyampaikan, ASEAN berupaya membahas isu kewarganegaraan Rohingya dengan Myanmar. Namun, isu ini masih sensitif sehingga memerlukan waktu lama. ”ASEAN juga mendorong Myanmar mengimplementasi rekomendasi Komisi Penasihat Negara Bagian Rakhine (komisi kerja sama Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan Kofi Annan Foundation),” katanya.
Dunia internasional selama ini melihat ASEAN bersikap simpatik pada Myanmar. ASEAN menerapkan prinsip untuk tak mengintervensi urusan dalam negeri anggotanya.