Pemerintah memastikan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto berada di Rumah Tahanan (rutan) Kelas IIB Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Jurnalis yang ingin mengunjungi Novanto harus mengurus sejumlah surat lebih dahulu. Pemerintah diminta membuat regulasi yang memungkinkan publik tidak kesulitan mengakses lembaga pemasyarakatan (LP) atau rutan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
BOGOR , KOMPAS —Pemerintah memastikan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto berada di Rumah Tahanan (rutan) Kelas IIB Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Jurnalis yang ingin mengunjungi Novanto harus mengurus sejumlah surat lebih dahulu. Pemerintah diminta membuat regulasi yang memungkinkan publik tidak kesulitan mengakses lembaga pemasyarakatan (LP) atau rutan.
Pada Senin (17/6/2019) pukul 10.30, Kompas mencoba mengunjungi Novanto di Rutan Gunung Sindur. Seorang petugas jaga menyatakan, atasannya belum mengizinkan siapa pun mengunjungi Novanto. Ini demi sterilisasi karena Novanto ditempatkan di rutan pengamanan maksimum, yang kebanyakan dihuni oleh tahanan terorisme.
Sebelum kedatangan Kompas, kata petugas itu, dua orang yang mengaku sebagai pengacara Novanto juga berkunjung ke rutan. Dengan alasan sama, dua orang itu juga tidak diizinkan masuk. Seperti diberitakan, Novanto meminta izin berobat di luar LP, pada Selasa 11 Juni. Dengan pengawalan petugas LP dan kepolisian, Novanto menjalani rawat inap di Rumah Sakit Sentosa, Bandung.
Namun, pada Jumat, 14 Juni, muncul foto Novanto dan istrinya sedang berada di luar rumah sakit, di wilayah Kota Baru, Parahyangan, Bandung Barat. Setelah kejadian itu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Barat memindahkan Novanto ke Gunung Sindur.
Saat dikonfirmasi, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Sri Puguh Budi Utami memastikan bahwa Novanto berada di Gunung Sindur. Namun, awak media yang mengunjungi Novanto harus bersurat ke Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Senada dengan petugas jaga, Sri menyatakan aturan birokrasi ini demi menjaga rutan pengamanan maksimum itu tetap steril.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyatakan, dengan mempertimbangkan adanya narapidana korupsi yang plesiran di luar LP, sebaiknya pemerintah membuat regulasi yang memungkinkan publik mengakses rutan atau lapas. Dengan catatan, kata dia, kunjungan publik itu tidak mengganggu warga binaan. "Ini kan sebagai bentuk pengawasan publik juga. Karena kita tahu betapa bobroknya kondisi LP atau rutan hari ini," katanya.