Carikan Istri WNA China, Warga Pontianak Jadi Tersangka
Warga Pontianak, Kalimantan Barat, berinisial A (54) menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang. Ia diduga terlibat dalam kasus perdagangan orang yang melibatkan warga negara China dan Indonesia.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Warga Pontianak, Kalimantan Barat, berinisial A (54) menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang. Ia diduga terlibat dalam kasus perdagangan orang yang melibatkan warga negara China dan Indonesia.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Komisaris Besar Veris Septiansyah, Jumat (14/6/2019), mengatakan, pengungkapan kasus itu berawal dari laporan masyarakat bahwa ada orang asing yang menikah di salah satu rumah di Pontianak. Tim Polda Kalbar bersama pihak Imigrasi Kalbar mendatangi rumah itu, Rabu (12/6/2019).
Rumah yang menjadi tempat penampungan warga dari negara China itu milik A (54), warga Pontianak. Setelah masuk ke rumah itu, tim menemukan ada dua warga negara China berinisial T (56), perempuan, dan Q (28), laki-laki.
Tim berupaya menemui A selaku pemilik rumah. Namun, A tidak ada di tempat. Setelah beberapa saat, A pun datang. Polisi mempertanyakan dokumen-dokumen warna negara China tersebut. Karena tak bisa menunjukkan identitas, A, pemilik rumah, dan istrinya, V (46), beserta kedua warga negara China itu dibawa ke Markas Polda Kalbar.
”Dari hasil pemeriksaan, A mengaku mendatangkan warga negara China ke rumah itu dari Jakarta. Kemudian, ternyata ada lima pria dari negara China lagi yang berada di Pontianak, tetapi berada di tempat berbeda. Usia mereka berkisar 28-29 tahun. Mereka ke Pontianak untuk mencari istri,” ungkap Veris.
Ternyata ada lima pria dari negara China lagi yang berada di Pontianak, tetapi berada di tempat berbeda. Usia mereka berkisar 28-29 tahun. Mereka ke Pontianak untuk mencari istri.
Warga negara China itu ternyata menyetor sejumlah uang ke pihak semacam agen untuk meminta dicarikan istri di Indonesia. Agen dari China itu memiliki jaringan di Jakarta. Agen di Jakarta memiliki jaringan juga hingga ke Pontianak. A adalah anggota jaringan yang berada di Pontianak dan bertugas mencarikan istri bagi pria asal China.
”Perempuan-perempuan Pontianak akan diberi uang sekitar Rp 10 juta per orang saat menikah dengan orang dari negara China. Keluarga perempuan pun diberi sejumlah uang. Mereka nikah di Pontianak, setelah itu baru dibawa ke negara China. A mendapatkan sejumlah uang juga jika berhasil mencarikan istri bagi pria asal China itu,” paparnya.
Sementara itu, T, perempuan asal China yang ditemukan di rumah penampungan milik A, ternyata akan bertindak sebagai wali nikah atau saksi nikah orang-orang dari negara China itu. Adapun Q yang ditemukan bersama T di rumah penampungan milik A adalah salah satu pria yang mencari istri.
”Berdasarkan informasi dari mereka, pria dari negara China mencari istri ke sini karena di negaranya, orang hanya boleh memiliki satu anak. Hal itu mengakibatkan populasi perempuan lebih sedikit daripada laki-laki. Oleh sebab itu, mereka mencari istri hingga ke Indonesia,” ujar Veris.
Setelah menikah di Indonesia, istri mereka akan dibawa ke China. Foto nikah di Indonesia akan dijadikan bukti kepada pemerintah di China untuk mendaftar sebagai warga negara di sana. Foto itu sebagai bukti mereka sudah menikah di Indonesia.
Setelah menikah di Indonesia, istri mereka akan dibawa ke China. Foto nikah di Indonesia akan dijadikan bukti kepada pemerintah di China untuk mendaftar sebagai warga negara di sana.
Dari hasil penyelidikan, polisi mendapatkan bukti berupa kuitansi. Kuitansi itu berisi bukti bahwa A sudah memberikan sejumlah uang kepada pihak perempuan yang akan dinikahkan dengan pria asal China.
Kuitansi itu menjadi bukti A kepada agennya di Jakarta bahwa ia sudah menjalankan tugasnya, kemudian mendapatkan bayaran. A mengaku sudah menikahkan empat pria asal China dengan perempuan Pontianak. Ia juga mengaku sudah satu tahun melakukan kegiatan tersebut.
Polisi telah menetapkan A sebagai tersangka dugaan tindak pidana perdagangan orang. A terancam terkena Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ia terancam kurungan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun.
Kepala Kepolisian Daerah Kalbar Inspektur Jenderal Didi Haryono mengatakan, pihaknya terus mendalami kasus itu. Apalagi, dalam kasus seperti ini, para pelaku memiliki jaringan, berbeda dengan kasus lain.
Peran masyarakat diperlukan untuk mengungkap kasus-kasus seperti ini. Banyak kasus kejahatan yang berawal dari laporan masyarakat.