Seminggu ternyata tidak cukup untuk mencicipi apalagi memahami ragam kuliner Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, di sela peliputan Kompas Tambora Challenge – Lintas Sumbawa 320K, pekan pertama Mei 2019. Tana Samawa, julukan Pulau Sumbawa, teramat kaya dengan hasil bumi yang oleh rakyat diolah dan disajikan dalam aneka makanan minuman yang unik dan otentik. Padi, jagung, kacang, madu, susu, gula, dan garam hanya segelintir komoditas untuk bermacam-macam produk pangan.
Seminggu ternyata tidak cukup untuk mencicipi apalagi memahami ragam kuliner Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, di sela peliputan Kompas Tambora Challenge – Lintas Sumbawa 320K, pekan pertama Mei 2019.
Tana Samawa, julukan Pulau Sumbawa, teramat kaya dengan hasil bumi yang oleh rakyat diolah dan disajikan dalam aneka makanan minuman yang unik dan otentik. Padi, jagung, kacang, madu, susu, gula, dan garam hanya segelintir komoditas untuk bermacam-macam produk pangan.
Susu sapi dan atau susu kerbau diolah menjadi permen. Susu kuda dikemas dalam botol, dijual, dan terlanjur kondang sebagai minuman mandraguna. Kesohoran madu Pulau Sumbawa tak perlu disangsikan. Juga ada penganan gurih, manis, legit, lumer, dan berpenampilan “centil” yakni manjareal.
Kamis (2/5) siang di Gang Perkutut, Brang Bara, kurang dari 2 kilometer dari Sumbawa Besar, Ibu Kota Kabupaten Sumbawa, sejumlah warga duduk santai di teras rumah. Tiada aktivitas mencolok kecuali di salah satu kediaman terlihat Jawariah (64) sibuk memasukkan kue-kue berbentuk kemang setange atau ragam bunga seperti keriting tiga (club) pada kartu remi yang telah dibungkus plastik bening ke kantong kresek hitam.
Kue manjareal ini pesanan BMT Insan Samawa. Manjareal buatan saya memang dijual ke sana untuk dipasarkan lagi ke berbagai tempat di Sumbawa dan Lombok
Kue itu putih krem yang melekat pada cetakan dari daun lontar berbentuk keriting tiga. Jika merah atau hitam, mungkin dari kejauhan akan terlihat seperti ikon besar kartu remi. “Kue manjareal ini pesanan BMT Insan Samawa. Manjareal buatan saya memang dijual ke sana untuk dipasarkan lagi ke berbagai tempat di Sumbawa dan Lombok," kata Jawariah, pembuat kudapan tradisional bernama manjareal itu kepada tim Kompas.
Yang disebut Jawariah tak lain adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Syariah Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Insan Samawa. Perserikatan itu mendorong penguatan dan pemberdayaan ekonomi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan mekanisme pembiayaan syariah di Pulau Sumbawa.
Saat didatangi, Jawariah sedang sibuk membuat manjareal yang berbahan sederhana, kacang tanah dan gula pasir. Kudapan tradisional itu rutin dibuat untuk memenuhi permintaan tetap dari BMT Insan Samawa dan pembeli yang datang mencari manjareal sebagai oleh-oleh. "Nanti dekat Lebaran, pesanan bisa sangat banyak. Saya bisa menjual ratusan kilogram manjareal dibandingkan dengan bulan biasa paling banyak 50 kilogram," ujarnya.
Karena hari raya mendekat, menurut Jawariah, semua kebutuhan pokok termasuk bahan makanan minuman untuk membuat manjareal telah distok. Kacang tanah dan gula, bahan utama kudapan itu sudah didatangkan dari Kabupaten Sumbawa atau Kabupaten Bima.
Nanti dekat Lebaran, pesanan bisa sangat banyak. Saya bisa menjual ratusan kilogram manjareal dibandingkan dengan bulan biasa paling banyak 50 kilogram
Cetakan dari daun lontar juga telah disiapkan dan tergantung rapi di ruang produksi manjareal di kediaman Jawariah. "Satu ikat daun lontar bisa untuk 100 cetakan dan dibeli dengan harga Rp 8000. Sekarang saya stok dulu karena mendekati Lebaran, harga pasti naik," katanya.
Sederhana
Pembuatan manjareal tidak rumit. Namun, perlu waktu lama sampai siap dikonsumsi. Kesederhaan proses pembuatan menggambarkan “kesajahaan” bahan-bahan yakni kacang tanah dan gula pasir.
Caranya, dapatkan biji kacang tanah terbaik. Rendam dengan air panas beberapa waktu untuk memudahkan pengelupasan kulit arinya. Setelah itu, kacang tanah ditumbuk atau diblender sampai halus. Masak gula sampai meleleh menjadi karamel. Campurkan bubuk kacang tanah tadi dengan karamel lalu masak sampai adonan matang. Sekilogram bubuk kacang tanah memerlukan seperempat kilogram gula pasir.
Setelah itu, adonan dimasukkan dalam cetakan dari daun lontar yang dilipat menjadi bentuk keriting tiga atau disebut kemang setange. Selanjutnya, jemur selama dua hari dalam kondisi sinar matahari bagus. “Kalau mendung atau sedikit cahaya mentari, penjemuran jelas lebih lama,” kata Jawariah.
Setelah kering, manjareal dikemas dan diperjualbelikan. Kue ini dijual tanpa dilepas dari cetakan daun lontar. Untuk pembeli umum, Jawariah menambahkan stiker identitas produknya pada kemasan kue itu. Satu bungkus berisi 50 manjareal dengan harga Rp 50.000.
Untuk memakan kudapan ini, dorong kue dengan jari sehinga lepas dari cetakan dan nikmati. Renyah, legit, gurih, manis, dan karakter aroma kacang tanah yang kuat. Sempurnakan bersama secangkir teh madu atau kopi hitam.
Industri Rumah Tangga
Keterampilan membuat Manjareal di Pulau Sumbawa rata-rata diwariskan secara turun temurun. Jawariah belajar membuat manjareal saat masih anak-anak dari ibunda. Perempuan ini masih ingat dengan baik, manjareal merupakan kue wajib dibuat terutama untuk memeriahkan Idul Fitri.
Dinullah Rayes (75), budayawan Sumbawa, mengatakan, sejauh ini belum diketahui arti manjareal. Namun, terminologi ini sudah lama digunakan oleh rakyat Tana Samawa. "Saya tanya ibunda ternyata beliau juga tidak tahu karena jauh sebelum beliau lahir, istilah penganan itu sudah ada," katanya.
Di sisi lain, manjareal tak diproduksi secara massal di suatu kawasan. Itu berbeda dengan permen susu Sumbawa yang salah satu sentra pembuatan ada di Penyaring, Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa. Kendati demikian, manjareal masih terus dibuat oleh kalangan warga di beberapa desa di Sumbawa Besar. Salah satu yang tersohor ialah tempat Jawariah tinggal.
"Di sini ada beberapa yang juga membuat manjareal untuk dijual sebagai oleh-oleh," kata M Tahir (65), suami Jawariah yang sesekali ikut membantu proses akhir pembuatan kue itu.
Untuk itu, skala produksi manjareal masih sedikit atau merupakan usaha mikro. Namun, lanjut Tahir, keuntungan dari penjualan manjareal cukup untuk membantu perekonomian keluarga.
Ketua Pengurus KSU Syariah BMT Insan Samawa Rai Saputra mengatakan, Jawariah termasuk salah satu UMKM yang mereka bantu dan bina. “Sistem kami seperti bisnis rintisan. Kami lihat yang memiliki potensi dan kapasitas usaha, kemudian carikan basis produksi dan dihubungkan. Untuk manjareal, kami hubungkan Ibu Jawariah dengan pengusaha lontar yang memproduksi cetakan," katanya.
BMT Insan Samawa juga membantu UMKM dalam pengurusan izin hingga pemasaran. Saat ini, produk manjareal dari Jawariah telah mengantongi legalitas Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa. "Kami tidak mau memasarkan produk yang tidak sesuai dengan standardisasi, termasuk soal legalitas, sebagai jaminan atas kualitas produk. Pasar modern menjadikan legalitas sebagai salah satu kriteria dalam menerima produk," ujar Rai.
Selain membantu pengurusan izin PIRT, lanjut Rai, BMT Insan Samawa mendorong sertifikasi halal termasuk produk lainnya yang dipasarkan yakni permen susu, brownies kopi tepal, dan madu. “Sertifikasi halal akan memperluas jaingan pasar yang akan menerima produk UMKM sini," katanya.
Kami tidak mau memasarkan produk yang tidak sesuai dengan standardisasi, termasuk soal legalitas, sebagai jaminan atas kualitas produk. Pasar modern menjadikan legalitas sebagai salah satu kriteria dalam menerima produk
Dalam memasarkan kembali produk UMKM, BMT Insan Samawa menempuh pengemasan ulang. Untuk manjareal, kotak kemasan dipesan dari Pulau Jawa. Namun, kemasan baru tidak akan menghilangkan identitas produsen. Nama Jawariah tetap dicantumkan.
"Dari Ibu Jawariah kami memesan 30 kilogram manjareal per minggu. Ketika kemas, kami mengambil selisih keuntungan ketika lepas ke pasar modern. Dengan cara itu, Ibu Jawariah, kami, dan pasar modern mendapat untung," ujar Rai.
Sejauh ini, sistem kerja sama tadi berdampak baik bagi Jawariah. Sebelumnya, Jawariah hanya bisa menjual manjareal dalam jumlah banyak pada momen tertentu misalnya Lebaran atau satu-dua kali setahun. Namun, saat ini, produksi manjareal Jawariah berlangsung kontinyu.
"Kami meminta konsistensi produksi manjareal. Memang saat ini belum bisa dalam skala besar. Tetapi UMKM lainnya didorong agar bisa bersaing baik dari sisi kualitas maupun harga," kata Rai.