Tindak Tegas Perusahaan Tambang Tak Bertanggung Jawab
Sejak 2011 tercatat 34 orang meninggal karena tenggelam di lubang bekas tambang batubara di Kalimantan Timur, terakhir menewaskan Natasya Aprilia Dewi (10) di Samarinda pada Rabu (29/5/2019). Pemerintah diminta menindak tegas perusahaan tambang yang membiarkan dan tidak mereklamasi bekas galian tambang.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Sejak 2011 tercatat 34 orang meninggal karena tenggelam di lubang bekas tambang batubara di Kalimantan Timur. Pemerintah diminta menindak tegas perusahaan tambang yang membiarkan dan tidak mereklamasi bekas galian tambang.
Kasus anak tenggelam terakhir menimpa Natasya Aprilia Dewi (10) di Samarinda pada Rabu (29/5/2019). Natasya tercebur saat bermain bersama teman-temannya di sekitar bekas galian tambang batubara di Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Samarinda. Meski sempat dibawa ke rumah sakit, Natasya tidak tertolong. Ia menjadi korban ke-20 di Samarinda yang meninggal akibat lubang bekas galian tambang batubara sejak delapan tahun terakhir.
Menurut penelusuran Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, lubang galian bekas tambang itu hanya berjarak kurang dari 2 meter dari pemukiman warga. Hal itu melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara, yakni 500 meter sebagai jarak minimal tepi lubang galian dengan permukiman warga.
“Lubang bekas galian tambang itu merupakan konsesi PT Insani Bara Perkasa (PT.IBP) seluas 2,31 hektare. Di sana tidak ada papan peringatan kawasan terlarang dan tidak ada penjagaan,” ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, Sabtu (1/6/2019).
Ia mengatakan, hingga kejadian itu, belum ada penegakan hukum yang tegas bagi perusahaan tambang yang tidak mereklamasi bekas lubang tambang. Ia meminta pemerintah menangani serius masalah ini sebelum ada korban-korban selanjutnya.
“Pakta Integritas yang diinisiasi Kantor Staf Presiden (KSP), yang melibatkan beberapa stakeholder terkait, termasuk ditandatangani 125 kepala teknik tambang terbukti mandul, tidak dibarengi oleh sanksi tegas terhadap perusahaan yang melakukan tindakan kejahatan,” ujar Rupang.
Melalui citra satelit, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat, sepanjang 2011-2018 terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, tidak dikelola dengan benar yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 1.735 lubang tambang batubara ada di Kalimantan Timur.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur hingga 1 September 2018 mencapai 998 IUP (Kompas, 22/1/2019). Jumlah tersebut merupakan yang terbesar di Indonesia, yakni 41,77 persen dibanding wilayah lain.
Pertambangan sebanyak itu sebagian berada dekat di sekitar pemukiman warga. Di Samarinda misalnya, sekitar separuh dari 533 lubang tambang melanggar batas minimal 500 meter dari permukiman warga. Hal itu menjadi ancaman bencana atau bahaya bagi warga sekitar.
Selain itu, konveyor atau alat mekanis pemindah batubara ke kapal tongkang di tepi Sungai Mahakam juga tak jauh dari pemukiman. Itu membuat serpihan batu bara terbawa angin hingga akhirnya mengotori rumah dan bisa terhirup terhirup manusia. Selain itu, sumber air wilayah di sekitar tambang batubara berpotensi rusak.
“Ribuan lubang tambang ini seperti bom waktu. Kapan saja bisa menelan korban jiwa, apalagi jarak dengan pemukiman warga dan fasilitas publik, seperti sekolah, sangat dekat,” ujar Rupang.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur, Wahyu Widhi Heranata, mengatakan, saat ini tim Dinas ESDM dan Kementerian ESDM masih melakukan investigasi. Tim tersebut akan melakukan pengecekan lapangan dan administrasi perusahaan yang tidak menaati peraturan.
“Tantangannya, sudah terlalu banyak yang bolong-bolong (bekas galian lubang tambang). Sejak tahun 2007 sudah ada lubang itu. Kita mencoba menyelesaikannya pelan-pelan sesuai kaidah yang berlaku,” kata Wahyu ketika dihubungi.
Ia mengatakan, saat ini terdapat 519 IUP yang berada di bawah binaan Dinas ESDM Kaltim. Selain izin IUP, ada izin tambang yang diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM yakni Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Hingga 2018, terdapat 33 PKP2B di Kalimantan Timur dengan luas sekitar 1,8 juta hektar.
“Kewenangan tidak hanya di Dinas ESDM provinsi, ada juga kewenangan dari gubernur dan pemerintah pusat. Kita sama-sama lakukan investigasi. Kalau memang nanti hasilnya tidak ada indikasi pelanggaran, silakan aparat hukum yang menangani. Administrasinya dari kami,” kata Wahyu.
Di satu sisi, tambang batubara menjadi pembangkit gairah ekonomi di Kalimantan Timur. Namun, jika pelanggaran tata kelola terus dibiarkan, berbagai ancaman akan terus mengintai masyarakat.