Swasta Berpotensi Tak Taat, Bulog Minta Jatah Impor
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
rapat dengar pendapat Komisi IV DPR RI, Jakarta, Rabu (29/5/2019). Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mulyadi memimpin rapat tersebut dan dihadiri oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Suwandi, dan Direktur Komersial Perum Bulog Judith J Dipodiputro.
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah menilai, perusahaan swasta berpotensi menyeleweng dalam proses pengajuan impor bawang putih. Oleh sebab itu, Perum Bulog meminta diikutkan menjadi importir bawang putih.
Penilaian itu dinyatakan dalam rapat dengar pendapat Komisi IV DPR RI dengan pejabat Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Perum Bulog, di Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IV, Viva Yoga Mulyadi, ini dihadiri Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Suwandi, dan Direktur Komersial Perum Bulog Judith J Dipodiputro.
Berdasarkan laporan yang diterima, anggota Komisi IV DPR RI Agung Widyantoro, mengatakan, ada importir bawang putih yang tidak menjalankan kewajiban menanam bawang putih. "Realisasi wajib tanam bersifat fiktif. Setelah ditelusuri, kesulitan dalam pengadaan lahan dan petani menjadi alasannya," katanya.
Agung W juga menemukan, ada perusahaan yang seharusnya menanam 2.400 benih bawang putih dari kuota impor sebesar 50.000 ton. Namun, perusahaan tersebut tidak melaksanakan kewajibannya.
Selain itu, Agung W juga menyoroti perusahaan yang berganti nama setelah masuk daftar hitam. Ganti nama itu bertujuan agar perusahaan dapat tetap mengimpor bawang putih.
Program wajib tanam berlaku bagi importir bawang putih untuk mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 rentang RIPH. Untuk mengimpor, perusahaan harus memproduksi 5 persen dari kuota impor yang diajukan.
Enggan menanam
Anggota Komisi IV DPR RI Sudin juga menemukan, ada perusahaan bawang putih di Lampung yang enggan melaksanakan program wajib tanam. Lemahnya kehadiran dinas pertanian dalam program tersebut menjadi alasannya.
Komisi IV DPR RI menyayangkan ketidaktaatan dalam melaksanakan wajib tanam bawang putih. "Padahal, semangat program wajib tanam ini adalah untuk swasembada bawang putih," ujar Viva.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Pembeli memeriksa kualitas bawang putih dalam operasi pasar di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/5/2019).
Menanggapi hal ini, Suwandi mengatakan, pihaknya telah menindak tegas importir yang tidak menjalankan wajib tanam dengan memasukkan ke daftar hitam. Perusahaan yang masuk daftar hitam tidak akan mendapatkan RIPH jika mengajukan impor bawang putih. Ada 5 perusahaan yang masuk daftar hitam sepanjang 2018 sedangkan sepanjang 2019 hingga kini terdapat 38 perusahaan.
Dalam pengajuan RIPH, Suwandi mengatakan, pihaknya menelusuri rekam jejak perusahaan importir. Dia pun memiliki tim yang mengecek realisasi wajib tanam dari importir tersebut.
Setelah mendapatkan RIPH, importir mengajukan permohonan perizinan impor (PI) ke Kementerian Perdagangan. Oke mengatakan, jika dalam pemeriksaan perusahaan ada indikasi ganti nama, pengajuan PI akan ditolak.
Selain itu, lolosnya pengajuan PI juga bergantung dari ketersediaan gudang dan alat transportasi penunjang. Jika kapasitas keduanya tidak memenuhi sesuai dengan kuota impor yang diajukan, PI tidak akan dikeluarkan.
Bentuk-bentuk penyelewengan itu, menurut Judith, merupakan bukti swasta belum tentu bisa menjadi andalan dalam ketersediaan pasokan bawang putih. "Bulog mesti mendapatkan peran mengimpor bawang putih dalam menstabilkan pasokan nasional," katanya dalam rapat.
Bahkan, Judith meminta, Bulog menjadi importir tunggal bawang putih. Bulog akan mendistribusikan bawang putih tersebut kepada perusahaan yang membutuhkan hingga pasar tradisional.
Menurut Sudin, jika ingin mengimpor bawang putih, Bulog juga harus melaksanakan program wajib tanam. Apabila tidak dapat melaksanakannya, Bulog harus mengompensasinya dengan menyalurkan benih secara cuma-cuma kepada perusahaan yang melakukan program wajib tanam.
Dari sisi volume impor, permohonan Bulog tersebut tidak bisa dikabulkan serta-merta. Oke menuturkan, sepanjang 2019 hingga saat ini, ada 15 perusahaan yang sudah mendapatkan PI setara 220.000 ton. Padahal, kebutuhan impor bawang putih tahun ini berkisar 500.000 ton sedangkan jumlah importir bawang putih secara keseluruhan mencapai 80 perusahaan. Artinya, perlu ada pengaturan kuota volume impor.
Di sisi lain, Judith mengatakan, Bulog tidak perlu melakukan program wajib tanam maupun kompensasi penggantinya. "Kami mengimpor didasarkan pada penugasan untuk stabilisasi pasokan bawang putih sehingga tidak perlu wajib tanam dan sebagainya," ujarnya.