Daftar Proyek Tidak Diubah, Pemerintah Pastikan Selesai Tepat Waktu
Pemerintah tidak mengubah atau menambah daftar jumlah proyek strategis nasional untuk tahun 2018-2019.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak mengubah atau menambah daftar jumlah proyek strategis nasional untuk tahun 2018-2019. Selain untuk memastikan proyek selesai tepat waktu, keputusan itu juga terkait upaya mengendalikan impor infrastruktur.
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Wahyu Utomo mengatakan, pelaksanaan proyek strategis nasional tetap mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 yang mencakup 223 proyek dan 3 program. Tidak ada penambahan atau perubahan proyek pada 2018-2019.
”Kami fokus pada penyelesaian proyek yang sudah ada. Yang terpenting sebanyak mungkin proyek masuk tahap konstruksi sehingga tidak akan diberhentikan di tengah jalan,” kata Wahyu dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (27/5/2019).
Wahyu mengatakan, salah satu kriteria proyek strategis nasional harus mencapai tahap penyelesaian pembiayaan (financial close) pada triwulan III-2019. Sejauh ini belum ada proyek baru yang mencapai tahap itu sehingga diputuskan tidak ada tambahan. Di sisi lain, perubahan juga tidak dilakukan karena hampir semua proyek sudah masuk tahap konstruksi.
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas mencatat, sepanjang tahun 2018 ada 32 proyek strategis nasional yang telah selesai. Jumlah itu menambah 20 PSN yang selesai pada 2016 dan 10 PSN yang selesai pada 2017. Total ada 62 proyek strategis nasional senilai Rp 320 triliun yang telah selesai selama kurun 2016-2018.
Hingga Mei 2019, lanjut Wahyu, ada tambahan 15 proyek strategis nasional yang telah selesai. Secara total, hingga triwulan III-2019, pemerintah menargetkan ada 89 proyek strategis nasional yang akan selesai ditambah dua program yang mulai beroperasi, yaitu terkait program ketenagalistikan dan pemerataan ekonomi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah berencana menunda pengerjaan proyek strategis nasional untuk mengendalikan impor dalam rangka menekan defisit transaksi berjalan. Rencana penundaan menilik impor infrastruktur yang cukup besar.
Proyek strategis nasional bisa ditunda asalkan memenuhi dua syarat, yakni masih tahap persiapan dan tidak bersifat mendesak, serta belum memasuki tahap penyelesaian pembayaran. Proyek yang memenuhi kedua kriteria itu bisa ditunda setidaknya lima tahun.
Pembebasan lahan
Menurut Wahyu, pembangunan proyek strategis nasional masih didominasi persoalan perencanaan dan persiapan, termasuk pembebasan lahan. Persoalan itu berupaya diatasi melalui kerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memetakan lokasi yang berpotensi ada masalah pembebasan lahan.
”BPN menyiapkan petunjuk teknis persiapan pembangunan proyek mulai dari pengadaan lahan yang bisa dipercepat,” kata Wahyu.
Salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi adalah isu regulasi dan kelembagaan.
Percepatan pembebasan lahan juga dilakukan dengan mempercepat penggantian dana talangan. Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak dalam menyusun metodologi yang lebih cepat. Tujuannya agar persiapan dan pembebasan lahan berjalan beriringan dan tidak memakan waktu lama.
Terkait regulasi dan kelembagaan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi adalah isu regulasi dan kelembagaan. Regulasi di Indonesia dinilai masih restriktif dan mahal sehingga investor berpikir ulang untuk menginvestasikan modalnya.
”Belum lagi masalah korupsi dan tidak efektifnya birokrasi, serta risiko yang harus dihadapi sektor swasta karena kebijakan yang tidak pasti akibat kurangnya koordinasi di pemerintahan. Ini harus diatasi dengan segera dan serius agar pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat lebih melesat,” kata Bambang.
Untuk itu, kebijakan yang berfokus pada perbaikan regulasi dan kelembagaan tetap diprioritaskan. Setiap institusi harus memiliki fungsi yang jelas agar kebijakan yang diterbitkan tidak tumpang tindih sehingga koordinasi lebih efektif. Di sisi lain, kualitas tenaga kerja juga ditingkatkan melalui pengembangan pendidikan vokasi, riset, dan penelitian.