JAKARTA, KOMPAS — Setelah sempat tertahan karena gejolak sosial dan isu keamanan, Indeks Harga Saham Gabungan kembali melanjutkan penguatan pada perdagangan Kamis (23/5/2019). Kekhawatiran telah berlalu sehingga fokus investor akan kembali pada data ekonomi makro Tanah Air.
Hingga jeda perdagangan siang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,51 persen atau 89,94 poin ke level 6.029,58 dari penutupan perdagangan hari sebelumnya. Meski menguat, hingga tengah hari investor asing masih mencatatkan aksi jual sebesar Rp 240,26 miliar.
Dalam risetnya, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya mengungkapkan, diperkirakan investor akan fokus pada prospek pertumbuhan Indonesia ketimbang pergolakan politik yang terjadi. Kekhawatiran yang menyertai gejolak politik akan berlalu dan tidak akan menggelincirkan arah pertumbuhan Indonesia.
”Investor memberi bobot lebih besar pada kepastian hasil pemilu serta proyeksi data ekonomi makro Indonesia ketimbang peristiwa bentrokan yang terjadi,” tulis Hariyanto dalam risetnya.
Pelemahan IHSG sebesar 0,17 persen kemarin didorong perubahan sentimen positif pascapemilu yang mendadak menjadi bentrokan. Di samping itu, nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi cukup mengganggu ekspektasi investor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan kurs nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), hari ini rupiah berada di level Rp 14.513 per dollar AS, melemah 268 poin atau 1,88 persen dibandingkan dengan posisi pada awal Mei 2019.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan, tekanan terhadap rupiah karena permintaan domestik terhadap dollar AS untuk kebutuhan impor dan repatriasi dividen.
Permintaan dollar AS sepanjang triwulan II, terutama pada April dan Mei, biasanya lebih tinggi. Kebutuhan ini untuk membayar dividen ke luar negeri dan utang luar negeri. ”Pada saat yang sama, mata uang negara-negara berkembang sedang melemah terhadap dollar AS. Kami berupaya menjaga stabilitas nilai tukar dengan berada di pasar,” katanya.
Tekanan eksternal
Sementara di sisi eksternal, indeks saham Amerika Serikat (AS) masih terus merosot akibat ketegangan perdagangan dengan China. Indeks Dow Jones pada perdagangan terakhir ditutup melemah 0,39 persen di level 25.776,61. Adapun indeks Nasdaq juga ikut melemah 0,45 persen menuju level 7.750,84.
Isu perang dagang kedua negara yang belum juga usai meningkatkan kekhawatiran terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi global sehingga menghambat pergerakan positif dari sejumlah indeks saham regional.
Hingga jeda perdagangan siang, indeks Hang Seng di Hongkong terkoreksi 1,3 persen dari posisi penutupan hari sebelumnya ke level 27.346,59 poin, pemicunya adalah aksi lego saham-saham dari sektor energi. Hal serupa terjadi pada indeks Shanghai (SSEC) di China yang melemah 1,09 persen ke level 2.860,22.
Kembali mengutip hasil riset Hariyanto, disebutkan bahwa pasar saham dan obligasi berfluktuasi ketika para pedagang mencoba menilai seberapa besar kerugian. Utamanya kerugian yang akan ditimbulkan perang perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi dan rantai pasokan global.