JAKARTA, KOMPAS - Demokrasi yang dianut bangsa Indonesia memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum. Namun, hal itu tidak boleh dilakukan dengan melanggar peraturan serta mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Terkait hal itu, masyarakat diharapkan tidak terprovokasi oleh ajakan untuk membuat kegaduhan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil Pemilu 2019. Di sisi lain, aparat keamanan juga jangan bertindak represif terhadap masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya di muka umum.
”Bangsa Indonesia adalah bangsa besar, yang berbudaya luhur, di antaranya dengan prinsip ono rembug ayo dirembug (seluruh persoalan bisa dibicarakan). Oleh karena itu, masalah apa pun selayaknya diselesaikan dengan mengedepankan budaya luhur,” kata Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama di Semarang, Jawa Tengah, Senin (20/5/2019).
Pernyataan yang disampaikan Yos Johan itu merupakan bagian dari isi pesan moral sejumlah pemimpin perguruan tinggi dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VI Jawa Tengah.
Sementara itu, saat membacakan pesan damai Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Se-Makassar, Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar, Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur adalah cita-cita bersama bangsa Indonesia. Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan yang disertai semangat persaudaraan adalah syarat mutlak dalam mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran bangsa di tengah kemajemukan.
”Perbedaan pendapat dan sikap politik harus disikapi secara wajar selama bersifat rasional dan proporsional serta berada dalam koridor negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Saatnya menunjukkan kepada dunia internasional bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat, bangsa yang besar, dan bangsa pemimpin,” kata Dwia.
Pernyataan hampir senada antara lain disampaikan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di Surabaya dan Madura.
Sejumlah pernyataan itu disampaikan terkait peringatan 111 Tahun Kebangkitan Nasional dan kondisi belakangan ini, terutama terkait pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh KPU.
Aksi massa
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menuturkan, sudah ada enam elemen masyarakat yang melapor ke Polda Metro Jaya untuk melakukan aksi pada 22 Mei. Pada saat yang sama, gabungan personel TNI dan Polri juga telah disiapkan untuk mengamankan Ibu Kota terkait pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh KPU.
”Menyampaikan pendapat di muka umum diperbolehkan oleh undang-undang, tetapi ada rambu yang mengatur. Jangan sampai mengganggu ketertiban umum, dan jangan sampai mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa,” tutur Argo.
Ketua Front Kedaulatan Bangsa Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto bersama 107 jenderal purnawirawan TNI-Polri mengatakan, pihaknya berharap TNI dan Polri tidak bertindak represif pada masyarakat yang akan menyampaikan pendapat terkait pengumuman hasil pemilu.
Secara terpisah, mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar mengaku sangat sedih dan prihatin terhadap perkembangan akhir-akhir ini yang dapat merusak sendi-sendi persatuan dan menghancurkan peradaban maupun martabat bangsa Indonesia.
Wismoyo menyampaikan hal itu dalam acara pemberian taklimat dari para jenderal purnawirawan mengenai kondisi terakhir menjelang KPU mengumumkan hasil Pemilu 2019.
Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa mengatakan tidak menghalangi para seniornya menyampaikan pendapat di muka umum. Ia menyatakan keyakinannya bahwa para purnawirawan itu tidak akan mengajarkan hal-hal buruk kepada yuniornya. ”Mereka adalah senior-senior kami juga, dulunya para komandan kami juga. Kami yakin beliau-beliau juga punya kesadaran, punya kedewasaan,” ujar Andika.
Pengasuh Pondok Buntet Pesantren di Cirebon, KH Adib Rofiuddin, berharap masyarakat tidak terprovokasi oleh ajakan untuk membuat kegaduhan. ”Yang kalah harus legawa dan yang menang jangan jemawa. Mari kembali bergandengan tangan untuk membangun Indonesia, untuk menjadi negara yang aman dan tenteram,” katanya.
Khatib Suriah PWNU Jatim Kiai Syafrudin Syarif mengatakan, Bahtsul Masail Kebangsaan PWNU Jatim yang digelar kemarin memutuskan, tidak boleh ada tindakan yang mendelegitimasi KPU dan pemilu.