Kasus mutilasi di Pasar Besar Malang, Jawa Timur, tidak semudah dugaan orang. Terduga pelaku mutilasi, Sugeng, diketahui memiliki tingkat kecerdasan tinggi, berani, dan memiliki rekam jejak tindak kekerasan sebelumnya. Ada beberapa temuan di lapangan yang berbeda dengan keterangannya kepada penyidik.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kasus mutilasi di Pasar Besar Malang, Jawa Timur, tidak semudah dugaan orang. Terduga pelaku mutilasi, Sugeng, diketahui memiliki tingkat kecerdasan tinggi, berani, dan memiliki rekam jejak tindak kekerasan sebelumnya.
Ada beberapa temuan di lapangan yang berbeda dengan keterangannya pada penyidik. Oleh karena itu, hasil temuan lapangan oleh laboratorium forensik dan Indonesia Automatic Fingerprints Indentification System (Inafis) akan sangat menentukan terungkapnya kasus dengan sejelas-jelasnya.
Bukti bahwa Sugeng dinilai cerdas adalah ia memutilasi korban dengan memilih pada bagian persendian sehingga proses mutilasi lebih mudah.
Kamis (16/5/2019), saat Sugeng diajak datang ke lokasi mutilasi di Pasar Besar Malang, tampak raut wajahnya dingin dan tenang. Sebagai orang yang ditahan polisi karena memiliki masalah hukum, Sugeng seperti tidak merasa malu atau takut (biasanya ditunjukkan dengan menutup muka).
Ia berjalan tenang dalam kawalan petugas. Selama satu jam, Sugeng memberikan keterangan dan menunjukkan beberapa hal kepada polisi di lokasi ia memutilasi korbannya. Sugeng juga sempat protes kepada polisi saat banyak wartawan mengarahkan kamera kepadanya terus-menerus.
Dari cerita di balik penangkapan Sugeng pun, polisi sempat direpotkan oleh sikap Sugeng. Ia protes ketika ada polisi membentaknya. Akhirnya, polisi menenangkan Sugeng dengan memberikan air minum, rokok, dan makan sebelum kemudian melanjutkan proses pemeriksaan.
Sebelumnya, pada olah tempat kejadian perkara, Rabu (15/5/2019), saat Sugeng belum tertangkap, tim Inafis menemukan fakta bahwa luka potong pada korban cukup rapi dan bagus. ”Melihat kondisi itu, dimungkinkan pelaku menggunakan pisau tajam dan besar,” kata Kepala Unit Identifikasi Inafis Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Adrial.
Keterangan Inafis itu rupanya berbeda dengan pengakuan Sugeng saat ditangkap. Ia mengaku memutilasi korban dengan menggunakan gunting. Potongan luka menggunakan gunting dinilai tidak akan serapi potongan pisau tajam.
”Soal apakah ada temuan fakta lapangan berbeda dengan keterangan terduga pelaku, kami belum sampai pada kesimpulan. Kami masih harus menunggu hasil labfor dan tes psikologis terduga pelaku,” kata Kepala Kepolisian Resor Malang Kota Ajun Komisaris Besar Asfuri saat dihubungi seusai olah tempat kejadian perkara (TKP) lanjutan, Kamis siang.
Asfuri mengatakan, Kamis siang, tim Polres Malang Kota membawa Sugeng ke Pasar Besar sebagai bagian dari penyelidikan. Hal itu dilakukan untuk mencocokkan keterangannya dengan fakta di TKP.
Rekam jejak
Sugeng, menurut catatan polisi, pernah memiliki rekam jejak tindak kekerasan sebelumnya. Ia pernah terkena kasus mengiris lidah pacarnya.
”Seorang pelaku mutilasi memang biasanya memiliki rekam jejak tindak kekerasan sebelumnya. Itu yang membuatnya berani melakukan mutilasi. Tidak mungkin orang tanpa rekam jejak kekerasan mampu memutilasi,” kata kriminolog Universitas Brawijaya, Malang, Prija Djatmika.
Prija juga mengatakan bahwa wajar jika keterangan terduga pelaku terkadang berbeda dengan temuan fakta di lapangan. ”Pelaku kriminal sangat wajar memberikan alibi untuk membela diri. Di sinilah kemudian, hasil labfor dan Inafis akan menjadi kunci menyelesaikan kasus ini dengan sejelas-jelasnya,” katanya.
Prija juga diajak berkonsultasi oleh penyidik Polres Malang Kota untuk menentukan pasal pelanggaran KUHP oleh Sugeng. ”Untuk sementara ini, polisi sepertinya mengenakan Pasal 181 KUHP, yaitu pelanggaran menghilangkan mayat. Hukumannya penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda maksimal Rp 400.000. Dengan pasal itu, artinya, terduga pelaku tidak akan ditahan,” ujarnya.
Artinya, Sugeng dimungkinkan akan terbebas dari Pasal 336, yaitu kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal, hingga Pasal 340 KUHP, yaitu pembunuhan terencana.
Psikopat
Meski begitu, tidak bisa dihindarkan bahwa Sugeng bisa disebut sebagai psikopat. ”Psikopat itu bukan orang gila. Dia itu waras, tetapi memiliki kecenderungan sifat menyimpang dari hal biasa, tega hingga melakukan tindakan kejam seperti mutilasi,” kata Prija.
Oleh karena itu, Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu berharap bahwa meski tidak ditahan, sebaiknya Sugeng tidak dilepaskan begitu saja. ”Ia harus dirawat secara intensif di rumah sakit jiwa hingga sembuh. Itu untuk mencegah tindakan serupa akan dilakukan lagi pada orang lain ke depannya,” katanya.
Sugeng (49), warga Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, diduga merupakan pelaku mutilasi seorang perempuan di Pasar Besar Malang. Ia adalah seorang duda, penganggur, dan sesekali bekerja serabutan serta hidup menggelandang.
Sugeng ditangkap pada Rabu (15/5/2019) sore setelah jejaknya terendus oleh anjing pelacak di sekitar Kelenteng Eng An Kiong. Sugeng sudah mengaku memutilasi perempuan yang baru dikenalnya sembilan hari itu. Ia mengaku memutilasi korban setelah perempuan asal Maluku itu meninggal selama tiga hari.
Korban dimutilasi menjadi enam bagian. Di telapak kaki korban terdapat tato. Ada tato tulisan dan ada tato menyebut nama Sugeng. Dari tato nama Sugeng itulah polisi akhirnya melacak Sugeng.