Sektor Pertambangan Batubara Masih Dominan di Kalselteng
Penerimaan pajak di wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah masih dominan bersumber dari sektor pertambangan batubara. Sumber-sumber penerimaan pajak dari sektor lain belum tergarap secara optimal padahal potensi penerimaannya juga cukup besar.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Penerimaan pajak di wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah masih dominan bersumber dari sektor pertambangan batubara. Sumber-sumber penerimaan pajak dari sektor lain belum tergarap secara optimal, padahal potensi penerimaannya juga cukup besar.
Tahun ini, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Selatan dan Tengah (Kalselteng) diberi target penerimaan pajak sebesar Rp 15,8 triliun. Target tersebut lebih tinggi dari realisasi penerimaan pajak tahun 2018 sebesar Rp 13,08 triliun. Hingga 15 Mei 2019, capaian penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 4,7 triliun atau 29,75 persen.
Kepala Kanwil DJP Kalselteng Cucu Supriatna di Banjarmasin, Kamis (16/5/2019), mengatakan, sebagian besar penerimaan pajak di wilayah Kalselteng bersumber dari sektor pertambangan batubara. Kontribusi sektor tersebut sekitar 30 persen dari total penerimaan pajak.
”Sektor pertambangan batubara sejauh ini masih paling dominan. Namun, kami tidak mau hanya bergantung pada batubara. Kami juga mulai menggarap sektor-sektor lain yang potensial sebagai sumber penerimaan pajak,” katanya.
Di samping sektor pertambangan batubara, Kanwil DJP Kalselteng juga mulai serius menggarap penerimaan pajak dari sektor perkebunan kelapa sawit, kehutanan, dan industri emas. ”Mudah-mudahan, dengan begitu, penerimaan pajak bisa lebih meningkat,” ujarnya.
Sektor pertambangan batubara sejauh ini masih paling dominan. Namun, kami tidak mau hanya bergantung pada batubara. Kami juga mulai menggarap sektor-sektor lain yang potensial sebagai sumber penerimaan pajak.
Berdasarkan hasil riset Growth Strategy Bank Indonesia (BI), setidaknya ada tiga sektor prioritas yang dapat dikembangkan di Kalsel, yaitu agroindustri, perikanan, dan pariwisata. Pengembangan ketiga sektor tersebut berperan penting dalam transformasi perekonomian daerah dan menunjang pendapatan daerah ataupun negara dari pajak.
”Pengembangan ketiga sektor tersebut sangat tepat dan strategis. Kalimantan Selatan perlu mencari sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi sehingga perlahan-lahan dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada komoditas sumber daya alam, khususnya batubara,” tutur Kepala Perwakilan BI Kalsel Herawanto di Banjarmasin, beberapa waktu lalu.
Kepatuhan rendah
Cucu mengemukakan, realisasi penerimaan pajak 2018 sebesar Rp 13,08 triliun hanya berasal dari sekitar 50.000 orang pribadi usahawan dan perusahaan yang patuh membayar pajak. Padahal, di Kalselteng tercatat ada 6,8 juta populasi orang pribadi dan 54.003 badan usaha terdaftar.
Dari 6,8 juta populasi orang pribadi, baru 720.688 wajib pajak orang pribadi yang terdaftar. Dari jumlah yang terdaftar, baru 316.803 wajib pajak orang pribadi yang lapor dan hanya 38.669 wajib pajak yang patuh membayar pajak. Kondisi yang sama juga terjadi pada badan usaha. Dari 54.003 badan usaha terdaftar, hanya 14.582 wajib pajak yang lapor dan 13.349 wajib pajak yang bayar.
”Tingkat kepatuhan wajib pajak badan usaha dan orang pribadi nonkaryawan masih tergolong rendah, yakni baru 47,48 persen. Target kami setidaknya bisa mencapai 70 persen,” ungkapnya.
Menurut Cucu, potensi penerimaan pajak dari wajib pajak badan usaha dan orang pribadi nonkaryawan masih besar. Jika mereka semua patuh membayar pajak, penerimaan negara dari pajak bisa lebih meningkat.
Tingkat kepatuhan wajib pajak badan usaha dan orang pribadi nonkaryawan masih tergolong rendah, yakni baru 47,48 persen. Target kami setidaknya bisa mencapai 70 persen.
”Dari 50.000 orang pribadi usahawan dan perusahaan saja bisa mencapai Rp 13,08 triliun. Bayangkan, apabila yang membayar pajak meningkat jadi 100.000 wajib pajak, penerimaan negara juga bisa dobel,” tuturnya.