Penting, Peran Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum bagi Korban
Kendati bukan advokat, selama ini ada ribuan paralegal yang membantu masyarakat dalam pemberian bantuan hukum di berbagai kasus, termasuk kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. Meskipun perannya penting dan mereka bekerja sukarela, kehadiran dan peran paralegal belum banyak diketahui masyarakat.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati bukan advokat, selama ini ada ribuan paralegal yang membantu masyarakat dalam pemberian bantuan hukum di berbagai kasus, termasuk kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. Meskipun perannya penting dan mereka bekerja sukarela, kehadiran dan peran paralegal belum banyak diketahui masyarakat.
Paralegal adalah orang yang memiliki pengetahuan di bidang hukum, baik hukum materiil maupun hukum acara, yang bekerja di bawah pengawasan advokat atau organisasi bantuan hukum untuk membantu masyarakat pencari keadilan.
Selama ini, sejumlah lembaga perlindungan perempuan, seperti Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta menggandeng paralegal dalam memberikan bantuan hukum terhadap perempuan dan anak yang termarjinalkan.
”Kehadiran paralegal sangat penting, sangat membantu kerja-kerja LBH APIK Jakarta karena mereka memiliki komunitas,” ujar Tuani Sondang Marpaung, advokat dari LBH APIK Jakarta, dalam diskusi publik ”Parabegal Bukan Paralegal: Studi Persepsi Masyarakat Pencari Keadilan tentang Peran Paralegal dalam Pemenuhan Akses Keadilan melalui Hak Bantuan Hukum”, Rabu (15/5/2019), di Jakarta.
Selain Tuani, diskusi yang digelar LBH Jakarta, The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), dan Avocats Sans Frontières (ASF) juga menghadirkan narasumber Siti Aminah, peneliti ILRC; dengan penanggap Masan Nurpian, Kepala Subbidang Program Bantuan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional; dan Arif Christiono (Bappenas).
Menurut Tuani, hingga tahun 2018, LBH APIK Jakarta memiliki 80 paralegal yang tersebar di enam wilayah Jabodetabek. Selain membantu menerima kasus di komunitas, melakukan investigasi, dan menyelesaikan kasus di tingkat komunitas, paralegal juga membantu menyelesaikan kasus secara nonlitigasi (akses rumah aman, rujukan psikolog, mendampingi di luar pengadilan).
Paralegal LBH APIK Jakarta berbasis komunitas, antara lain kelompok ibu rumah tangga, pekerja seks, pekerja rumah tangga, kelompok miskin kota, dan orang dengan HIV. LBH APIK Jakarta juga membangun posko paralegal di wilayah paralegal tinggal.
Paralegal LBH APIK Jakarta berbasis komunitas, antara lain kelompok ibu rumah tangga, pekerja seks, pekerja rumah tangga, kelompok miskin kota, dan orang dengan HIV.
”Kehadiran paralegal akan berguna untuk komunitasnya saja, yang belum tentu peran dan fungsinya diketahui di wilayah paralegal bertempat tinggal,” kata Tuani.
Pada tahun 2017 paralegal LBH APIK Jakarta menangani 135 kasus dari 648 pengaduan masyarakat. Kasus yang ditangani terdiri dari hak atas kesehatan (18 kasus), hak atas identitas (25 kasus), kekerasan dalam rumah tangga (52 kasus), penggusuran dan hak atas tempat tinggal (19 kasus), penipuan (2 kasus), perda ketertiban umum (2 kasus), pelecehan seksual (4 kasus), dan perdata keluarga (13 kasus). Kemudian, pada tahun 2018, mereka menangani 58 kasus dari 837 pengaduan.
”Paralegal tidak sendiri, tetapi didampingi advokat dari LBH APIK Jakarta,” ujarnya.
Studi persepsi masyarakat
Siti Aminah memaparkan Studi Persepsi Masyarakat Pencari Keadilan tentang Peran Paralegal dalam Pemenuhan Akses Keadilan melalui Hak Bantuan Hukum yang dilakukan beberapa waktu lalu terhadap 480 responden. Hasilnya, hanya 26 persen responden yang mengetahui istilah paralegal.
Faktor yang memengaruhi tingginya ketidaktahuan masyarakat atas istilah paralegal antara lain kebijakan paralegal masih baru, tidak dikenal dalam komunitas hukum, istilah paralegal bukan berasal dari bahasa Indonesia, beragamnya penggunaan istilah serupa paralegal, paralegal hanya dikenal di komunitasnya saja, dan kurangnya sosialisasi istilah paralegal.
”Masyarakat lebih mengenal paralegal dengan merujuk pada seseorang di komunitasnya. Jadi, ada dua cara masyarakat mengenal peran dan fungsi paralegal. Pertama, memanggil berdasarkan namanya yang dipercayai komunitas untuk membantu penyelesaian masalah. Kedua, mengenalnya sebagai penghubung dengan LBH,” papar Aminah seraya menyatakan, kerja paralegal adalah kerelaan.
Masyarakat lebih mengenal paralegal dengan merujuk pada seseorang di komunitasnya.
Di sisi lain, muncul istilah ”parabegal” yang merujuk kepada paralegal yang melakukan pemerasan kepada para pencari keadilan atau mencari keuntungan dari kasus hukum yang ada di masyarakat.
”Munculnya istilah ini menjadi kekhawatiran peran dan fungsi paralegal yang tidak terkontrol, khususnya di wilayah-wilayah perdesaan, yang akan kontraproduktif dengan tujuan awal pengakuan paralegal sebagai pemberi bantuan hukum,” kata Aminah.
Menurut Masan, kompetensi paralegal sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2018, di antaranya, adalah kemampuan memahami kondisi wilayah dan kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat. Selain itu, kemampuan melakukan penguatan masyarakat dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan hak-hak lain yang dilindungi oleh hukum. Selanjutnya, keterampilan mengadvokasi masyarakat berupa pembelaan dan dukungan terhadap masyarakat lemah untuk mendapatkan hak-haknya.
Dari perkembangan data paralegal yang ada di pemerintah dari tahun ke tahun, jumlahnya meningkat. Tahun 2013-2015, jumlah paralegal sebanyak 1.018 orang, 2016-2018 sebanyak 2.130 orang, dan 2019 sebanyak 2.946 orang.