JAKARTA, KOMPAS — Penggantian dana talangan yang lambat masih dikeluhkan badan usaha. Meskipun demikian, pemerintah menganggap mekanisme talangan masih menjadi andalan untuk mempercepat pembangunan jalan tol.
”Walaupun konsep dana talangan bisa mempercepat proses pembebasan tanah di lapangan, saya khawatir pengalaman proses penggantian dana talangan yang susah dan lama ini akan memicu keengganan badan usaha memberikan dana talangan tanah,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Kris Ade Sudiyono, Selasa (14/5/2019), di Jakarta.
Menurut dia, penggantian dana talangan oleh pemerintah yang lambat telah membebani struktur keuangan Badan Usaha Jalan Tol.
Kris menambahkan, proses penyederhanaan verifikasi dokumen pembebasan lahan yang membuat penggantian lambat seharusnya dipercepat. Sebab, dokumen pembebasan lahan telah diverifikasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan diperiksa kembali oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sesuai dengan mekanisme dan kriteria internal LMAN.
Dengan proses itu, lanjut Kris, dokumen yang telah diverifikasi dan dinyatakan memenuhi syarat oleh BPKP dapat berbeda hasilnya dengan verifikasi oleh LMAN. Hal itu dianggap membuat proses penggantian menjadi berlarut-larut. Sementara badan usaha hanya melakukan pembayaran, tidak terlibat dalam proses pengadaan lahan.
Dari pengalaman itu, Badan Usaha Jalan Tol memandang proses pengadaan lahan akan lebih baik jika langsung dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Sebab, tanggung jawab pemerintah adalah membebaskan lahan.
”Beberapa badan usaha malah berharap tim pembebasan tanah (TPT) menagihkan uang pembelian tanah tersebut langsung kepada LMAN. Jadi bisa menggunakan mekanisme antar-entitas pemerintah,” ujar Kris.
Secara terpisah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, proses penggantian talangan Badan Usaha Jalan Tol yang lambat tidak hanya terjadi karena proses verifikasi di LMAN. Akan tetapi, juga disebabkan pembebasan lahan seperti tanah wakaf atau kas desa yang memerlukan proses berbeda.
Menurut Basuki, mekanisme talangan masih menjadi cara tercepat untuk pembangunan jalan tol. Oleh karena itu, mekanisme tersebut tetap diperlukan.
”Kalau LMAN menggantinya terlalu lama, saya mau mengalokasikan di DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) juga tidak masalah,” kata Basuki.
Kementerian PUPR baru saja mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan yang berisi usulan revisi alokasi pendanaan pengadaan lahan tahun 2018 dan 2019. Dalam usulan itu, anggaran lahan di LMAN yang tidak digunakan di tahun anggaran sebelumnya dapat digunakan untuk tahun anggaran selanjutnya.
Revisi diusulkan karena pola penganggaran di LMAN adalah satu tahun, bukan tahun jamak. Sementara proses pembebasan lahan di masing-masing ruas berbeda-beda. Ada yang cepat, ada yang lambat. Alokasi anggaran tanah untuk tol pada 2018 sebesar Rp 17,6 triliun dan 2019 sebesar Rp 18 triliun.
”Yang dialokasikan di 2018 tidak bisa digunakan di anggaran 2019. Makanya, ruas tol yang dibebaskan lebih cepat akan didahulukan untuk dibayar,” ujar Basuki. (NAD)