Kementerian Kesehatan meminta kepala dinas kesehatan daerah serta kepala rumah sakit dan kepala puskesmas melakukan audit kematian terhadap petugas pemilu yang meninggal di fasilitas kesehatan setempat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banyaknya jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dan sakit di Pemilu 2019 menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat. Sebagian masyarakat bahkan sangsi kematian karena kelelahan akibat besarnya beban tugas yang mereka pikul.
Terkait hal itu, melalui surat edaran yang dikirimkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 29 April 2019, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo meminta kepala dinas kesehatan daerah serta kepala rumah sakit dan kepala puskesmas melakukan audit kematian terhadap petugas pemilu yang meninggal di fasilitas kesehatan setempat.
Audit ini dilakukan untuk memastikan penyebab kematian petugas sekaligus sebagai bentuk monitor dan evaluasi pelayanan kesehatan yang diberikan kepada petugas Pemilu 2019. Selain itu, pencatatan angka kesakitan dan angka kematian petugas yang berobat dan dirawat juga harus disampaikan dalam laporan itu.
Kepala Subbagian Advokasi Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Rico Mardiansyah, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/5/2019), menyampaikan, kebijakan audit itu telah dibahas dalam rapat koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dinas kesehatan provinsi, dan direktur rumah sakit vertikal.
”Audit sampai saat ini masih berproses. Masyarakat diharapkan menunggu sampai audit ini selesai. Hasil audit nanti akan diinfokan kembali,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Poedjo Hartono menyatakan, audit medis ataupun penelitian kesehatan terhadap petugas Pemilu 2019 yang meninggal dan sakit diperlukan agar ada bukti ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Ia pun telah mendorong adanya kerja sama untuk melakukan penelitian kesehatan, khususnya di wilayah Jawa Timur.
Setidaknya, sejumlah instansi siap melakukan penelitian kesehatan bersama, antara lain dari seluruh fakultas kedokteran di Jawa Timur, Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran di Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Ikatan Dokter Indonesia, RSUD Dokter Soetomo, serta pemangku kepentingan lainnya.
”Penelitian kesehatan ini bukan untuk mencari siapa yang salah. Namun, kami ingin buktikan secara ilmiah apa penyebab dari fenomena ini (kematian dan kesakitan petugas pemilu). Kemudian, bukti itu bisa menjadi rekomendasi agar kejadian serupa tidak terulang di pemilu berikutnya,” ujarnya.
Berdasarkan data KPU, sejak 17 April hingga 7 Mei 2019, dari total 7.286.067 petugas, sebanyak 4.310 orang sakit dan 456 orang meninggal. Di Jawa Timur, tercatat sekitar 90 petugas meninggal dan 844 orang sakit.
Poedjo menyarankan, pada pemilu selanjutnya, pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis harus dilakukan bagi calon petugas pemilu. Selain itu, pertimbangan lain yang harus diperhatikan ialah usia dan penyakit yang pernah diderita calon petugas, seperti penyakit degeneratif dan kronis.