Sofyan menjadi pihak kelima yang terseret dalam perkara dugaan suap terkait kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 berkapasitas 2 x 300 Mega Watt di Provinsi Riau.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) nonaktif, Sofyan Basir, mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satu pertimbangan yang diajukan kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah alat bukti yang tidak jelas.
Sofyan Basir diketahui mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 8 Mei 2019. Pengacara Sofyan, Soesilo Aribowo, mengatakan, alat bukti yang tidak jelas menjadi salah satu alasannya.
"Kami menganggap dua alat bukti untuk menetapkan tersangka belum jelas," katanya saat dihubungi Kompas, Jumat (10/5/2019).
Alasan lain permohonan praperadilan oleh pihak Sofyan adalah proses penetapan tersangka yang dinilai tidak sesuai kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). Soesilo mengatakan, alasan itu akan dibeberkan lebih lanjut di persidangan.
Sofyan diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (23/4/2019). Sofyan menjadi pihak kelima yang terseret dalam perkara dugaan suap terkait kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 berkapasitas 2 x 300 Mega Watt (MW) di Provinsi Riau.
Sementara itu, selaku termohon, KPK belum menerima surat pengajuan praperadilan dari PN Jakarta Selatan. Namun, KPK mengaku siap menghadapi gugatan tersebut.
"KPK pasti akan hadapi. Kami yakin dengan prosedur dan substansi dari perkara yang kami tangani. Apalagi sejumlah pelaku lain telah divonis bersalah hingga berkekuatan hukum tetap," tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta.
Diduga membantu
KPK menjadikan Sofyan sebagai tersangka karena diduga membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, menerima suap dari pemegang saham perusahaan Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
Suap diberikan agar perusahaan Kotjo masuk ke dalam konsorsium pengerjaan proyek pembangunan PLTU Riau 1, yang masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sofyan diduga melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 hurut b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebelum Sofyan, empat orang lainnya sudah dipidana, yaitu Eni Saragih, Johanes Kotjo, Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham, dan pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Samin Tan.