Molor Lagi, Pemecatan Aparatur Sipil Negara yang Korupsi
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/SATRIO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemecatan 2.357 aparatur sipil negara terpidana korupsi molor lagi dari tenggat waktu yang telah ditentukan. Pemerintah pusat akan memberikan sanksi tegas kepada pimpinan instansi yang tak patuh.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Senin (6/5/2019), mengatakan, pihaknya telah mengirim tim ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membahas tindak lanjut setelah tenggat waktu pemecatan ASN terpidana korupsi tak terpenuhi.
“Skenario selanjutnya adalah kami akan mengingatkan terus mereka,” ujar Tjahjo.
Sebelumnya, Menpan RB telah mengeluarkan surat edaran tertanggal 28 Februari 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjatuhan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) terhadap ASN yang dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Dalam surat itu, Kemenpan RB memberikan batas waktu pemecatan paling lambat 30 April 2019.
Tenggat waktu itu bukanlah yang pertama. Pertengahan September 2018, Mendagri bersama Menpan RB Syafruddin serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menandatangani surat keputusan bersama terkait pemecatan 2.357 ASN terpidana korupsi dengan batas waktu akhir 2018. Namun, masalah ini tak kunjung tuntas.
Berdasarkan data BKN, hingga 6 Mei 2019, dari total 2.357 ASN terpidana korupsi, baru 1.519 orang yang ditetapkan Surat Keputusan PTDH. Masih ada 838 ASN terpidana korupsi yang belum diberhentikan. Mayoritas ASN tersebut merupakan ASN di pemerintah daerah.
Sanksi
Secara terpisah, Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan RB Mudzakir menuturkan, PPK yang tak taat akan dijatuhi sanksi sesuai Pasal 81 ayat 2 huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sanksi itu mulai dari teguran sanksi administratif, penghentian sementara hak-hak keuangan, hingga penghentian jabatan sementara.
PPK yang tak taat akan dijatuhi sanksi sesuai Pasal 81 ayat 2 huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
"Kemenpan RB mengadakan konsolidasi dengan kementerian terkait untuk tuntaskan masalah ini. Pemecatan ini adalah kewenangan di PPK masing-masing," ujar Mudzakir.
Ketua Komisi ASN Sofian Effendi sepakat bahwa PPK yang tak taat harus segera diberi sanksi tegas karena telah melanggar UU 5/2014 tentang ASN yang dijadikan dasar pemecatan ASN terpidana korupsi.
"Sekarang kami mau memaksakan PPK untuk melaksanakan itu. Kalau tidak, dia (PPK itu) artinya melanggar UU. Semua sudah ada hukumnya dan PPK itu harus segera ditindak," kata Sofian.
Peringatan langsung
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN Mohammad Ridwan menjelaskan, sebenarnya ada perkembangan yang signifikan terkait pemecatan ASN terpidana korupsi setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan pemecatan tersebut sah.
Namun, lanjut Ridwan, ada masalah yang kompleks di daerah di mana proses mutasi ASN terpidana korupsi terjadi sebelum mekanisme pemberhentian dilakukan oleh instansi asal sehingga tidak masuk daftar pemblokiran data kepegawaian oleh BKN.
"Ketika (ASN terpidana korupsi) akan diproses ternyata (yang bersangkutan) mutasi ke tempat lain. Jadi yang tempat lama sudah menganggap itu urusan yang baru, sedangkan yang baru tak tahu-menahu dengan kasus yang lama," kata Ridwan.
Terhadap ASN yang masuk dalam kategori itu, menurut Ridwan, pemerintah pusat akan terus mengejarnya ke Biro Kepegawaian/SDM atau Kepala BKD (Biro Kepegawaian Daerah) setempat.
"Kami masih punya datanya, kemudian data dari Kementerian Hukum dan HAM terkait putusan pengadilan juga kami punya. Kami akan kejar untuk menanyakan kasusnya," ujar Ridwan.