Warna Muram di Hari Penuh Harapan
Bekas vandalisme mengotori sejumlah bangunan di Kota Bandung, Jawa Barat. Coretan warna merah dan hitam menempel di tembok dan jalan. Itulah jejak sekelompok orang berbaju hitam yang dituding menyusup massa buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional, Rabu (1/5/2019). Hingga kini, dalang dari semua ini masih terus dicari.
Bekas vandalisme mengotori sejumlah bangunan di Kota Bandung, Jawa Barat. Coretan warna merah dan hitam menempel di tembok dan jalan. Itulah jejak sekelompok orang berbaju hitam yang dituding menyusup massa buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional, Rabu (1/5/2019). Hingga kini, dalang dari jejak muram di hari penuh harapan itu masih terus dicari.
Coretan itu masih terlihat jelas di Jalan Dipatiukur, Kamis (2/5). Beberapa di antaranya berupa tulisan dengan kalimat caci maki kepada pemerintah dan polisi. Ada juga simbol huruf “A” di dalam lingkaran serta tulisan ACAB.
“Kata-katanya kasar sekali,” ujar Usep (39), pedagang cilok yang sedang melintas di jalan itu, Kamis siang. Dia mendorong gerobaknya menghampiri pembeli di seberang jalan.
Hampir setiap hari Usep melintasi jalan itu. Tidak terkecuali Rabu siang, saat jalan tersebut dipadati sekelompok remaja dan pemuda berpakaian hitam.
Usep melihat beberapa orang mencoret tembok dan jalan menggunakan cat semprot. Namun, saat itu, dia belum menyadari coretan itu berisi tulisan caci maki.
“Ketika massa bergerak ke Jalan Singaperbangsa, terjadi kericuhan. Mereka lari kocar-kacir dikejar polisi. Saya pun menyingkir,” ujarnya.
Bapak tiga anak itu kembali mendorong gerobaknya. Sengatan terik matahari tak menyurutkan langkahnya. Walaupun penghasilannya sekitar Rp 100.000 per hari, dia tetap bersemangat menjalani pekerjaannya.
Usep sangat menyayangkan aksi vandalisme itu. “Apalagi, setelah saya lihat di berita, banyak dari mereka masih pelajar dan mahasiswa. Seharusnya bentuk protesnya bisa lebih cerdas,” ujar lulusan SMP itu.
Kericuhan itu juga membuat seorang personel Kepolisian Daerah Jabar terluka di bagian bibir dan memar di wajah. Dia dikeroyok massa berbaju hitam saat melakukan pengamanan tertutup.
Ulah massa berbaju hitam itu membuat polisi bereaksi. Sejumlah 619 orang ditangkap. Kecuali yang perempuan, semua rambut peserta aksi digunduli. Hal ini memacu reaksi aktivis HAM, yang menganggap cara tak manusiawi.
Dalam kericuhan ini, beberapa oknum polisi diduga melakukan kekerasan terhadap dua jurnalis yang sedang meliput. Kejadian itu sudah dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polrestabes Bandung.
Sehari berselang, 616 orang yang sempat dibawa ke Mako Brimob Polda Jabar itu dibebaskan. Sementara dua lainnya masih ditahan dan diperiksa lebih lanjut. Mereka adalah pelajar SMA dan dua mahasiswa. Ikut menorehkan coretan di mobil sekitar lokasi demonstrasi, besar kemungkinan, mereka bukan dalang utama dalam kasus ini.
“Yang dikembalikan kepada keluarganya ini karena tidak cukup bukti melakukan perusakan,” ujar Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Irman Sugema di Bandung, Kamis sore.
Sebagian besar dari massa itu berasal dari Jabar, seperti Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cimahi. Namun, ada juga yang berasal dari Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.
Didalami
Jejak vandalisme yang mereka buat mirip dengan simbol kelompok Anarko Sindikalisme. Kelompok tersebut merupakan gerakan pekerja yang berkembang di Eropa dan Amerika Selatan. Gerakan itu menekankan pada aksi kelas pekerja kolektif untuk mengubah tatanan masyarakat. Ideologi ini menentang kapitalisme yang merupakan sistem ekonomi di mana sumber-sumber ekonomi dikuasai pemodal.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, polisi mendalami kasus ini. Salah satunya memastikan keterkaitan dengan kelompok Anarko-Sindikalisme.
”Kelompok ini menggunakan pakaian atau jaket hitam membawa bendera merah dan hitam, lambang kelompok Anarko. Massa juga berteriak memaki polisi dan pemerintah. Masih didalami, apakah mereka benar-benar anggota Anarko atau hanya ikut-ikutan,” katanya.
Sejauh ini, kepingan keterkaitan para pelaku dengan gerakan vandal internasional masih gelap. Dina (19), salah satu dari massa berbaju hitam, mengaku, mengikuti aksi itu lewat informasi di media sosial. Namun, dia tidak mengetahui dan mengikuti aktivitas kelompok tersebut sehari-hari.
“Saya melihat di Instagram ada ajakan menghadiri May Day dengan menggunakan baju hitam atau merah,” ujar buruh pabrik di Garut itu.
Kiki (18), warga Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, juga mengaku tidak mengetahui aktivitas kelompok itu. Bahkan, dia tidak mengenal kebanyakan dari massa berbaju hitam tersebut.
“Saya hanya diminta menuju Jalan Cikapayang. Saat di perjalanan, tiba-tiba massa berbaju hitam berlarian. Mau tidak mau saya juga ikut lari,” ujarnya.
Jejak vandalisme juga terlihat di sejumlah tembok bangunan di Jalan Singaperbangsa. Satu di antaranya di Sekolah Luar Biasa (SLB) C Asih Manunggal, Kota Bandung. Tembok luar dan gerbang sekolah itu dipenuhi coretan berwarna merah dan hitam dengan simbol huruf “A” di dalam lingkaran serta tulisan ACAB.
“Padahal gerbang itu baru dibangun tahun lalu. Namun, sekarang sudah penuh coretan yang juga tidak mendidik bagi siswa,” ujar Kepala SLB Asih Manunggal, Wiwin Wiartini di Bandung, Jumat (3/5).
Wiwin mengungkapkan, kericuhan pada Rabu siang membuat sejumlah orangtua siswa resah. Akibatnya, sebagian besar siswa difabel grahita itu tidak masuk sekolah.
“Mungkin orangtua siswa melihat tayangan di televisi dan kericuhan yang sedang viral sehingga takut membawa anaknya ke sekolah. Padahal hari ini ada acara makan-makan menjelang bulan Ramadhan,” ujarnya Kamis siang.
Wiwin menuturkan, saat kericuhan terjadi, sekolah sedang libur. Hanya ada dua guru dan penjaga sekolah di sana. Dia menyesalkan kejadian itu karena sekolah harus mengeluarkan biaya untuk menutup coretan itu.
Wiwin juga berharap agar pelaku vandalisme ditindak tegas. Penegakan hukum sangat penting untuk menimbulkan efek jera sehingga tidak terulang lagi.
Sejumlah pemilik bengkel dan pedagang di Jalan Singaperbangsa juga merugi.
Rugi
Salah satunya Pipih (58) yang mengaku merugi Rp 1 juta. Empat sepeda motor pelanggang yang diparkir di depan bengkel jatuh dan rusak diterjang massa saat lari berhamburan dikejar polisi. “Saya harus mengganti aksesori sepeda motor konsumen yang rusak,” ujarnya.
Kerugian juga dialami Enceng (43), pedagang makanan di jalan itu. Etalase makanannya terdorong oleh massa berbaju hitam yang lari dari kejaran polisi. Akibatnya, belasan piringnya pecah.
“Setiap tahun ada demonstrasi, tetapi tidak pernah rusuh begini. Namun, massa yang ricuh kemarin bukan buruh. Harusnya tertib dalam berunjuk rasa,” ujarnya.
Massa yang ricuh kemarin bukan buruh.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyayangkan aksi perusakan dan vandalisme yang melibatkan pelajar itu. Menurut dia, aksi tersebut bertolak belakang dengan semangat Hari Buruh yang menjalankan aksi dengan damai.
“Kami sangat menyesalkan kejadian ini dan menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian. Menurut saya, anak-anak ini tidak tahu apa-apa, hanya ikut-ikutan. Meskipun begitu, setiap tindakan pasti ada konsekuensinya,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Sartika menambahkan, penggunaan sosial media tanpa pendidikan karakter menjadikan anak-anak mudah terpengaruh dan ikut melakukan tindakan yang melanggar ketertiban. Media sosial tidak memiliki saringan yang ketat sehingga pengguna, terutama anak-anak, lebih mudah terpapar konten provokatif.
Media sosial tidak memiliki saringan yang ketat sehingga pengguna mudah terpapar konten provokatif.
Dosen Ilmu Sosiologi Universitas Padjadjaran, Budhi Gunawan, mengatakan, aksi ini perlu ditelusuri. Tujuannya agar penggerak aksi ini segera diketahui. Sebab, kelompok itu berbeda dengan massa buruh yang berdemonstrasi serentak di beberapa kota besar.
“Sangat mungkin mereka memanfaatkan Hari Buruh untuk bergerak. Namun, bisa juga ada yang menggerakkan mereka untuk beraksi di momen itu (Hari Buruh). Berbagai kemungkinan bisa terjadi,” ujarnya.
Menjelang sore, langit Kota Bandung berubah mendung. Namun, jejak vandalisme massa berbaju hitam itu masih terang tapi juga kelabu. Aksi mereka tak membuahkan apa pun, kecuali kerugian bagi mereka sendiri.