Kebutuhan Uang Tunai di Jabar Capai Rp 13,7 triliun
Kebutuhan uang fisik untuk Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2019 di Jawa Barat mencapai Rp 13,7 triliun. Demi keamanan dan keaslian uang yang beredar, Bank Indonesia beserta lembaga perbankan menyediakan tempat penukaran uang yang tersebar di setiap bank dan pos-pos tertentu.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Kebutuhan uang fisik untuk Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2019 di Jawa Barat mencapai Rp 13,7 triliun. Demi keamanan dan keaslian uang yang beredar, Bank Indonesia beserta lembaga perbankan menyediakan tempat penukaran uang yang tersebar di setiap bank dan pos-pos tertentu.
Direktur Eksekutif Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Barat Doni P Joewono di Bandung, Kamis (2/5/2019) mengatakan, kebutuhan uang fisik ini cukup besar, jika dilihat dari kebutuhan uang tunai nasional yang mencapai Rp 217 triliun untuk Lebaran tahun ini. Bahkan, kebutuhan Jawa Barat ini belum termasuk Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Doni menyatakan, kenaikan tersebut terjadi karena perilaku konsumtif masyarakat di bulan Ramadan. Dia menyatakan, untuk menjaga keamanan uang yang beredar, warga diminta untuk menukarkan uang tunai di lembaga-lembaga resmi seperti perbankan dan pos-pos penukaran uang resmi dari Bank Indonesia.
“Kebutuhan uang yang meningkat tersebut juga harus diiringi dengan ketelitian masyarakat dalam menggunakan uang tersebut. Saat ini sudah ada 12 tanda keamanan dari uang tunai emisi 2016. Jadi, masyarakat perlu mengenal tanda tersebut sehingga bisa terhindar dari uang palsu,” ujarnya.
Saat ini sudah ada 12 tanda keamanan dari uang tunai emisi 2016. Jadi, masyarakat perlu mengenal tanda tersebut sehingga bisa terhindar dari uang palsu.
Keterangan tanda keamanan yang disebut Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah (Cikur) ini bisa ditemukan di pos-pos penukaran uang resmi sehingga menambah edukasi keaslian uang bagi nasabah. Doni menambahkan, pos layanan penukaran uang tersebut akan diinfomrasikan oleh BI jelang bulan Ramadan.
Selain menjaga keaslian, Doni berujar, uang yang ditukarkan di tempat resmi tersebut tidak mengurangi nilai yang diterima. Hal ini tentu berbeda dengan penukaran uang di tempat-tempat tidak resmi yang memerlukan biaya tambahan yang membebani warga sebagai konsumen.
“Biayanya bervariasi, bisa sampai Rp 10.000. Memang tidak terasa kalau mengambil banyak pecahan Tapi itu sama saja merugikan. Selain menambah biaya, masyarakat tidak tahu itu uang palsu atau asli,” tuturnya.
Digitalisasi keuangan
Kepala Grup Sistem Pembayaran Dan Pengelolaan Uang Rupiah Kantor Perwakilan BI Jawa Barat Sukarelawati Permana menambahkan, kebutuhan uang untuk Ramadan tahun ini meningkat 9 persen dari tahun lalu. Untuk mengurangi kebutuhan uang yang terus meningkat setiap tahunnya ini, BI mengampanyekan penggunaan uang elektronik dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
“Penggunaan alat pembayaran elektronik di Indonesia kerap digunakan dalam transaksi yang kecil dan bersifat massal, seperti transportasi dan jalan toll, untuk menghindari antrian memanjang. Efisiensi dalam penggunaan alat pembayaran elektronik inilah yang dibutuhkan masyarakat,” tuturnya.
Tidak hanya dari sisi pembayaran, digitalisasi juga ditemui dalam aktivitas peminjaman yang disebut teknologi finansial (tekfin). Dalam aspek ini, masyarakat mendapatkan kemudahan kredit sehingga bisa menjadi solusi penyedia uang untuk kebutuhan lebaran.
Tidak hanya dari sisi pembayaran, digitalisasi juga ditemui dalam aktivitas peminjaman yang disebut teknologi finansial (tekfin).
Namun, masyarakat perlu berhati-hati dalam menggunakan jasa keuangan berbasis digital ini. Deputi Komisionier Institusi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar menyatakan, warga yang ingin menggunakan jasa keuangan digital perlu memastikan legalitas dan bentuk layanan yang diberikan. Selain itu, masyarakat juga harus lebih bijak dalam mengakses pinjaman sehingga tidak membebani keuangan.
“Berdasarkan data OJK bulan Maret 2019, terdapat 106 tekfin berlandaskan peer to peer lending, yaitu industri tekfin yang mempertemukan investor dengan peminjam. Masyarakat harus jeli memilih layanan ini, jangan sampai mudah terpengaruh dengan iklan di media sosial,” tuturnya.