Lima Lembaga Negara Cek Tempat Detensi Orang Asing
Pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan rawan terjadi terhadap orang asing yang berada di rumah ataupun ruang detensi imigrasi. Berangkat dari hal itu, pihak Imigrasi mempersilakan lima lembaga negara, untuk mencek rumah dan ruang detensi yang ada.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan rawan terjadi terhadap orang asing yang berada di rumah ataupun ruang detensi imigrasi. Berangkat dari hal itu, pihak Imigrasi mempersilakan lima lembaga negara, untuk mencek rumah dan ruang detensi yang ada. Masukan dari lembaga-lembaga negara tersebut, akan menjadi bahan untuk perbaikan.
Kelima lembaga negara dimaksud, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman Republik Indonesia, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Semua lembaga ini akan meninjau dan mempelajari atau bertukar pengetahuan tentang mekanisme pelaksanaan layanan dan hal terkait di rumah detensi imigrasi (rudenim) dan ruang detensi di seluruh kantor imigrasi. Pengawasan layanan petugas maupun deteni," kata Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ronny Franky Sompie saat penandatanganan kerja sama dengan kelima lembaga negara itu, di Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Saat ini terdapat 13 rumah detensi imigrasi dan 125 ruang detensi imigrasi di seluruh Indonesia. Rumah detensi imigrasi merupakan tempat penampungan sementara bagi orang asing yang bermasalah dengan administrasi maupun kriminalitas. Adapun ruang detensi imigrasi merupakan ruangan pemeriksaan orang-orang asing yang diduga melanggar, di kantor-kantor imigrasi.
Kerja sama dengan kelima lembaga negara tersebut penting karena menurut Ronny, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia beberapa kali terjadi di rumah ataupun ruang detensi imigrasi.
Salah satunya karena kapasitas rumah dan ruang terbatas, sehingga mereka harus berdesakan atau hidup tidak layak. Selain itu, di rumah ataupun ruang tersebut, orang asing dari berbagai negara bercampur baur, sehingga perbedaan yang ada rawan memicu konflik antar etnik.
Kerja sama juga bagian dari itikad pemerintah untuk betul-betul mewujudkan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia di tempat-tempat penahanan, yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
Selain itu, pengecekan di rumah dan ruang detensi imigrasi oleh kelima lembaga negara juga tidak terlepas dari kembalinya fungsi rumah dan ruang itu sebagai tempat penampungan sementara bagi orang asing yang bermasalah dengan administrasi maupun kriminalitas.
Sebelumnya, kedua tempat itu turut menampung pengungsi maupun pencari suaka. Saat ini, pengungsi dan pencari suaka menempati community house.
"Kelak, temuan-temuan dari peninjauan oleh kelima lembaga negara akan menjadi bahan untuk kami memperbaiki kondisi di rumah dan ruang detensi imigrasi. Selain itu, jika memang nanti ditemukan ada pelanggaran oleh petugas kami, petugas itu akan dikenai sanksi," ujarnya.
Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan dari kerja sama yang sudah terjalin, pihaknya bersama empat lembaga negara lain akan melakukan pemantauan bersama di rumah dan ruang detensi imigrasi. Dari pemantauan itu, sistem layanan akan diperkuat atau jika memang ditemukan kelemahan, akan dirokemdasikan untuk diperbaiki.
Dia menjanjikan akan ada dialog konstruktif, pertukaran pengetahuan serta pengalaman.
Komisioner Ombudsman Indonesia Ninik Rahayu menambahkan, aspek pencegahan pelanggaran hak asasi manusia penting untuk dikedepankan.
"Melihat sistem yang telah diterapkan selama ini. Tempat tersebut (rumah dan ruang detensi) jadi ruang pembatasan gerak manusia karena telah melakukan pelanggaran. Biasanya, di ruang seperti itu terjadi pelanggaran hak," ucapnya.