Inovasi Sistem Pembelajaran Vital Tanamkan Daya Kritis Siswa
Kemampuan berpikir kritis anak vital dan perlu ditanamkan sejak dini di tengah perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru, sebagai fasilitator, dituntut terus berkreasi dan berinovasi sehingga anak terpacu mengeksplorasi setiap informasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kemampuan berpikir kritis anak vital dan perlu ditanamkan sejak dini di tengah perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru, sebagai fasilitator, dituntut terus berkreasi dan berinovasi sehingga anak terpacu mengeksplorasi setiap informasi.
Demikian benang merah dari Bincang Kompas dengan tema ”Berpikir Kritis dalam Sistem Pendidikan Dasar” di Hotel Grasia, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/4/2019). Acara itu terselenggara atas kerja sama antara Harian Kompas dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.
Hadir sebagai pembicara, Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga Yuni Ambarwati; guru berprestasi asal Kabupaten Sleman DI Yogyakarta, Nur Fitriana; pendiri Sanggar Anak Alam Yogyakarta Sri Wahyaningsih; dan Ketua Program Studi Pendidikan Guru SD Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Mawardi. Diskusi dipandu Kepala Biro Jateng Harian Kompas, Gregorius Magnus Finesso.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga Yuni Ambarwati mengatakan, kurikulum 2013 atau K13 sudah mendukung metode itu. ”Dengan K13, anak melihat, mengamati, dan memecahkan masalah. Anak pun dituntut lebih kritis. Tinggal bagaimana guru berinovasi dalam pembelajaran kepada anak didik,” katanya.
Yuni menambahkan, kreativitas dan inovasi guru akan memengaruhi suasana belajar serta memacu anak-anak menyampaikan gagasan. Jika hal itu ditanam sejak pendidikan dasar, siswa bakal mampu menghadapi tantangan masa mendatang.
Nur Fitriana atau biasa disapa Fitri, yang lama menjadi guru di SD Negeri Deresan, Sleman, mengatakan, dengan segala keterbatasan sarana serta prasarana di sekolah tersebut, dirinya telah mencoba memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar. Dibantu dua guru muda lain, ia mendorong para siswa untuk aktif dan kritis dalam pembelajaran.
Dengan pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student center), Fitri dan sejumlah guru muda mampu menumbuhkan antusiasme siswa. ”Kami membuat penelitian sederhana dari air sungai di Selokan Mataram hingga mendapat berbagai penghargaan. Ini sederhana, tetapi meaningful (bermakna) dan joyful (menyenangkan),” katanya.
Mawardi mengemukakan, saat murid dituntut kritis, gurunya juga harus kritis. Begitu juga saat murid dituntut memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), guru harus lebih dulu mampu melakukannya. Untuk itu, pihaknya pun membekali calon guru dengan kemampuan yang diperlukan.
Pihaknya melakukan tiga hal, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian, serta mendorong berpikir kritis terhadap berbagai hal. ”Termasuk juga mendiskusikan solusinya. Dalam mendukung itu, kami melaksanakan riset dan pengembangan,” ujar Mawardi.
Sementara itu, Sri Wahyaningsih menilai, sistem pendidikan yang berbasis pada proses mesti menjadi garda depan pendidikan di Indonesia. Menurut dia, anak memiliki jiwa eksplorasi dan perlu didukung penuh. Antara lain dengan riset serta peran guru sebagai fasilitator.
Sistem pendidikan yang berbasis pada proses mesti menjadi garda depan pendidikan di Indonesia. Menurut dia, anak memiliki jiwa eksplorasi dan perlu didukung penuh.
Dalam sesi tanya jawab, Kukuh, seorang guru SD dari Salatiga, mengatakan, pola pembelajaran kreatif sebenarnya sudah coba diterapkan di SD, mulai dari kelas I hingga kelas V. Namun, masuk kelas VI, semua proses itu seolah terputus karena semua energi terfokus untuk pelaksanaan ujian nasional.
”Ini karena sistem pendidikan di Indonesia masih berorientasi pada nilai. Selain itu, beban kurikulum juga membuat sebagian guru merasa lelah sehingga tak sanggup memikirkan metode ajar kreatif dan cenderung apa adanya,” tuturnya.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jateng Widadi, yang hadir sebagai penanggap aktif, menyampaikan, dengan pendidikan yang menuntut berpikir kritis, akan lahir terobosan keilmuan. ”Karena itu, saya mendorong agar teman-teman di profesi guru meneladani kreativitas mendidik dari guru-guru yang sudah melakukan,” ujarnya.