Masih Sedikit Pemda yang Larang Penggunaan Plastik Sekali Pakai
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah kota di Indonesia mulai mengimplementasikan secara nyata terkait pengelolaan sampah melalui pelarangan plastik sekali pakai. Aturan tersebut dilakukan untuk menekan jumlah sampah plastik yang sulit diurai dan tidak dapat didaur ulang. Namun masih sedikit pemerintah daerah di Indonesia yang melarang penggunaan plastik sekali pakai.
Beberapa pemerintah daerah seperti Kota Bogor (Jawa Barat), Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Provinsi Bali mulai tegas melarang penggunaan plastik sekali pakai. Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira mengatakan, masyarakat mendukung aturan tersebut karena mereka sadar bahwa plastik sekali pakai (PSP) mencemari lingkungan, contohnya di Bali.
“Banyak bukti pencemaran lingkungan tersebut seperti adanya paus yang terdampar dan isi perutnya banyak terdapat sampah plastik,” ujar Tiza dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (29/4/2019). Melalui kesadaran tersebut, masyarakat pun mulai membawa kantong sendiri saat berbelanja.
Adapun sampah plastik yang banyak ditemukan mencemari laut, antara lain kantong plastik, Styrofoam, puntung rokok, sedotan plastik, dan bungkus makanan ringan yang memiliki dua lapisan yang berbeda. Sampah-sampah tersebut sulit didaur ulang dan para pengusaha daur ulang tidak mau menerima sampah tersebut karena memiliki nilai ekonomi yang rendah. Akibatnya, sampah tersebut dibuang sembarangan sehingga mencemari lingkungan.
Menurut hasil publikasi penelitian Jenna Jambeck di jurnal Science tahun 2015, Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik terbanyak kedua di dunia. Jenna juga menyebutkan, sejak 1950 atau plastik pertama kali diciptakan, sekitar 60 persen plastik mencemari lingkungan. Hanya ada sekitar 9 persen plastik yang terdaur ulang.
“Di Indonesia, hanya 9 sampai 11 persen yang terdaur ulang. Artinya, ada 90 persen plastik yang tidak pernah terdaur ulang,” ujar Tiza. Melalui aturan larangan penggunaan PSP, diharapkan dapat mengurangi sampah plastik di Indonesia.
Sebagai contoh, sejak dua tahun aturan pelarangan sampah plastik di Banjarmasin, terdapat pengurangan sebanyak 5,4 juta lembar sampah plastik per tahun atau berkontribusi pada penyusutan sebanyak 3 persen per tahun.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor Elia Buntang mengatakan, Pemerintah Kota Bogor telah berkomitmen mengurangi sampah plastik melalui pelarangan penggunaan kantong plastik di toko modern dan pusat perbelanjaan sejak 1 Desember 2018.
Melalui aturan tersebut, diharapkan Kota Bogor dapat mengurangi sampah plastik sebanyak 41 ton per bulan. Ia berharap, Kota Bogor dapat ramah lingkungan dengan menggunakan kantong berbahan organik. Melihat keuntungan tersebut, Pemerintah Kota Bogor juga berencana akan menerapkannya di pasar tradisional.
Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Rahmawati mengatakan, DLH DKI Jakarta masih dalam proses penyusunan untuk membuat peraturan gubernur terkait kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali.
“Bahan kantong tersebut bisa dari kain atau bahan lainnya yang ramah lingkungan,” ujar Rahmawati. Rencananya, aturan tersebut akan diterapkan di seluruh pusat perbelanjaan hingga tingkat pasar tradisional.
Agar aturan tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka perlu disediakan toko yang menyediakan kantong ramah lingkungan. Menurut Rahmawati, aturan tersebut perlu segera diresmikan karena sampah di DKI Jakarta pada 2018 telah mencapai 6.800 ton per hari dan pada 2019 meningkat hingga 7.400 ton per hari.
Diperkirakan, pada 2021 Tempat Pengolahan Smpah Terpadu (TPST) Bantargebang Bekasi sudah tidak dapat menampung lagi karena sekarang tingginya sudah mencapai 40 meter. Ia menegaskan, seharusnya sampah yang masuk di TPST Bantargebang adalah sampah residu dan bukan seluruh sampah.
Undang-Undang
Ahli hukum dan Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri Wibisana mengatakan, pemerintah telah berkomitmen untuk menjaga linkungan hidup yang bersih sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang tersebut ditunjuk sebagai peraturan, tetapi sering disalahartikan sebagai pengaturan lingkungan secara keseluruhan. Padahal, terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 yang mengatur pengelolaan sampah. Di Bali, mereka memiliki Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang pengurangan sampah. Dalam peraturan tersebut, kewenangan ada pada gubernur.
Berdasarkan aturan tersebut, maka pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sampah di wilayahnya, termasuk pembatasan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012. “Sebagai contoh, pemerintah daerah dapat mengeluarkan aturan pembatasan dan pengurangan penggunaan kantong plastik atau penghindaran bahan sekali pakai,” kata Andri.
Deputi Direktur Indonesian Center for Environment Law Raynaldo Sembiring mengatakan, pengurangan sampah adalah prioritas sehingga kepala daerah menyusun peraturan timbulan sampah plastik sekali pakai (PSP) adalah sesuai dengan undang-undang terkait pengelolaan sampah.
“Pelarangan penggunaan PSP adalah bagian dari pembatasan sehingga cara paling mutlak untuk mengurangi sampah PSP yakni melalui pelarangan,” kata Raynaldo.
Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, dirinya mendukung pencegahan sampah PSP karena sampah tersebut tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga bumi secara keseluruhan. Hal tersebut termasuk melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan lingkungan yang sehat.