Penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya agar tidak saling mengganggu. Masyarakat yang menggunakan perangkat telekomunikasi personal diimbau untuk tidak melanggar persyaratan izin kelas dengan mengubah daya tangkap frekuensi di luar yang telah ditentukan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS – Penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya agar tidak saling mengganggu. Masyarakat yang menggunakan perangkat telekomunikasi personal diimbau untuk tidak melanggar persyaratan izin kelas dengan mengubah daya tangkap frekuensi di luar yang telah ditentukan.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Infomatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Ismail di Kota Batam, Kepulauan Riau, Jumat (26/4/2019), mengatakan, frekuensi gratis yang digunakan masyarakat harus digunakan bersama tanpa mengganggu kepentingan publik.
Ismail menjelaskan, sering kali masyarakat belum mengetahui bahaya menggunakan frekuensi di luar peruntukkannya. Padahal, setiap jalur gelombang frekuensi telah disepakati penggunaannya secara internasional.
Dicontohkan, nelayan di Kepulauan Riau beberapa kali kedapatan menggunakan frekuensi radio gawat darurat yang berdaya jangkau jauh untuk memancarkan lagu hiburan kala melaut. Dampaknya, penjaga pantai Singapura sering protes karena radio komunikasi mereka terganggu
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, masyarakat diberi hak untuk mengoperasikan perangkat telekomunikasi menggunakan spektrum frekuensi radio tanpa dipungut biaya. Ketentuan yang mengatur penggunaan gelombang pita 2,4 gigahertz (GHz) dan 5,8 GHz secara gratis itu disebut izin kelas.
Kemkominfo memperkirakan pada 2020, akan ada lonjakan jumlah perangkat personal terhubung dari sebelumnya 8,4 juta perangkat menjadi sekitar 20 juta perangkat terhubung. Hal ini seiring dengan semakin populernya perkembangan teknologi baru internet of things (IOT) dan License Assisted Access (LAA).
Kepala Subdirektorat Penataan Alokasi Spektrum Kemkominfo Aryo Pamoragung mengatakan, salah satu lokasi di Indonesia yang diketahui rawan pelanggaran izin kelas adalah Batam. Di lokasi ini selain penyalahgunaan frekuensi, yang sering terjadi adalah masuknya barang gelap yang tidak memiliki sertifikasi perangkat.
“Sebagai wilayah perbatasan, Batam akan menjadi wilayah pertama yang terpapar barang dengan teknologi baru IOT dan LAA. Pengawasan yang lebih ketat diperlukan agar peredaran barang gelap yang tidak memiliki sertifikasi perangkat bisa dicegah,” kata Aryo.
Sebagai wilayah perbatasan, Batam akan menjadi wilayah pertama yang terpapar barang dengan teknologi baru IOT dan LAA. Pengawasan yang lebih ketat diperlukan agar peredaran barang gelap yang tidak memiliki sertifikasi perangkat bisa dicegah
Sejak lama Batam diketahui sebagai pintu masuk bagi perangkat elektronik tanpa sertifikat. Menurut Aryo, hal ini harus segera dihentikan karena perangkat elektronik tanpa sertifikat berpotensi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah diatur dalam izin kelas.
Aryo mengatakan, saat ini potensi terjadinya benang kusut frekuensi radio semakin besar mengingat semakin banyak juga masyarakat yang memiliki perangkat telekomunikasi personal. Yang patut diwaspadai jangan sampai frekuensi radio telekomunikasi personal menyebabkan gangguan yang membahayakan, misalnya gangguan penerbangan dan radar cuaca.