Bank swasta terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, mencatat kredit tumbuh dua digit pada awal tahun.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank swasta terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, mencatat kredit tumbuh dua digit pada awal tahun. Meski demikian, BCA tetap menargetkan kredit tumbuh konservatif pada 2019 karena penyerapan dana pihak ketiga masih menjadi tantangan.
BCA menyalurkan kredit Rp 532 triliun atau tumbuh 13,2 persen secara tahunan pada triwulan I-2019. Pertumbuhan kredit menopang laba bersih tumbuh 10,1 persen sebesar Rp 6,1 triliun secara tahunan.
”Pertumbuhan kredit dan peningkatan pendapatan berbasis komisi (fee based income) berkontribusi pada kinerja keuangan korporasi. Ada peningkatan jumlah transaksi 25,8 persen secara tahunan, didukung oleh mobile banking dan internet banking,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam paparan hasil kinerja triwulan I-2019 di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Kenaikan kredit sebesar 13,2 persen secara tahunan menjadi Rp 532 triliun tersebut karena penyaluran kredit segmen korporasi tumbuh cukup signifikan. Kredit korporasi tumbuh 15,8 persen secara tahunan menjadi Rp 207,8 triliun.
Adapun kredit segmen komersial dan usaha kecil menengah (UKM) naik 14,7 persen secara tahunan menjadi Rp 184,7 triliun. Kredit konsumer tumbuh 7,7 persen secara tahunan menjadi Rp 139,7 triliun.
Pendapatan operasional yang terdiri atas pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya naik 13,7 persen secara tahunan menjadi Rp 16,7 triliun. Pendapatan bunga bersih naik 11,2 persen menjadi Rp 12 triliun dan pendapatan operasional lainnya naik 20,7 persen menjadi Rp 4,7 triliun.
Jahja menuturkan, rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga di level 1,5 persen. Selanjutnya, rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) masih berada di batas aman, yaitu 81 persen.
”Untuk target kredit pada tahun ini, kami putuskan untuk tetap konservatif pada kisaran 8-10 persen. Namun, kami masih harus melihat kondisi likuiditas karena LDR industri sekarang 94 persen,” tuturnya.
Ia melanjutkan, penyerapan DPK secara industri perbankan tidak optimal selama beberapa tahun terakhir karena hanya berkisar 6-7 persen setiap tahun. Padahal, dana murah dibutuhkan untuk menekan bunga kredit tidak terus naik.
Pada triwulan I-2019, BCA mencatat DPK tumbuh 7,9 persen secara tahunan sebesar Rp 629,6 triliun. Pertumbuhan DPK didukung oleh kenaikan dana giro dan tabungan (CASA) sebesar 7,2 persen secara tahunan menjadi Rp 483,7 triliun. Deposito naik 10,1 persen secara tahunan menjadi Rp 145,9 triliun.
Direktur BCA Santoso menambahkan, pihak perbankan berharap agar masalah penyerapan DPK dapat segera teratasi. ”Bank berharap suku bunga surat berharga negara tidak terlalu tinggi dan semakin banyak dana dari luar masuk sehingga LDR industri perbankan lebih longgar,” ujarnya.