JAKARTA, KOMPAS - Pemberian penghargaan kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 semestinya diikuti upaya pemerintah meningkatkan pembinaan dan pengawasan K3 ke perusahaan. Dengan demikian, dampaknya bagi kenaikan produktivitas serta daya saing ketenagakerjaan tercapai.
Kementerian Ketenagakerjaan menyerahkan penghargaan nihil kecelakaan kerja ke 1.052 perusahaan dalam acara yang digelar di Jakarta, Senin (22/4/2019) malam. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno, Selasa menyatakan, penghargaan K3 diberikan untuk mengapresiasi upaya perusahaan menjunjung tinggi K3.
"K3 memiliki sejumlah cakupan norma yang harus dipatuhi manajemen perusahaan beserta pekerjanya. Kasus yang sering kami temukan adalah perusahaan telah menyusun sistem manajemen K3, tetapi pekerjanya lalai menaati," ujar Soes.
National Project Officer SafeYouth@Work Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Jakarta, Abdul Hakim berpendapat, penghargaan bisa menjadi salah satu usaha meningkatkan kualitas K3. Namun, perlu pengawasan di lapangan agar berdampak pada penurunan tingkat kecelakaan kerja.
ILO menaruh perhatian terhadap kasus K3 di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sebab, kecelakaan kerja berbanding lurus dengan daya saing suatu negara. Terkait kecelakaan kerja, pemerintah mengacu pada data klaim jaminan sosial kecelakaan kerja (JKK) yang sepanjang 2018 mencapai 157.313 kejadian.
Angka kecelakaan kerja yang tinggi dimaknai dimaknai sebagai sumber daya manusia belum siap menangani pekerjaan dan produksi. "Ketidaksiapan itulah yang menyebabkan indek daya saing tenaga kerja suatu negara menjadi rendah," kata Abdul.
Peringkat daya saing tenaga kerja Indonesia tahun 2018, sesuai laporan International Institute for Management Development (IMD), berada di urutan ke-45 dari 63 negara. Jika dibanding negara kawasan Asia Tenggara lain, peringkat Indonesia berada di bawah Malaysia yang ada di urutan ke-22 dan Singapura di urutan ke-13.
Indikator untuk menilai daya saing tenaga kerja suatu negara yakni kesiapan sumber daya manusia (SDM), daya tarik, serta investasi dan pengembangan SDM. Pada indikator kesiapan SDM dan daya tarik, peringkat Indonesia cenderung turun sejak 2015. Beda dengan investasi dan pengembangan SDM.