Pembangkit Listrik dari Limbah Sekam Segera Beroperasi
PT Buyung Poetra Sembada (BPS) membangun sebuah pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) berbahan bakar limbah sekam padi. Pembangkit ini diproyeksi mampu menghasilkan tenaga listrik sekitar 3 megawatt per jam. Teknologi ini merupakan yang pertama di Indonesia dan rencananya akan beroperasi pada kuartal III tahun 2019
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
INDRALAYA,KOMPAS—PT Buyung Poetra Sembada (BPS) membangun sebuah pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) berbahan bakar limbah sekam padi. Pembangkit ini diproyeksi mampu menghasilkan tenaga listrik sekitar 3 megawatt per jam. Teknologi ini merupakan yang pertama di Indonesia dan rencananya akan beroperasi pada kuartal III tahun 2019.
Hal ini disampaikan Manajer Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) PT Buyung Poetra Sembada (BPS) Solihin saat menerima kunjungan tim dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman di Pabrik PT BPS yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (24/4/2019).
Solihin menerangkan, ide untuk membangun pembangkit ini bermula dari upaya untuk memanfaatkan limbah sekam padi yang ada di sekitar kawasan pabrik. “Selama ini sekam hanya dibuang dan tidak termanfaatkan. Itulah sebabnya, kami berupaya untuk membangun PLTBm dari limbah sekam padi,” katanya.
Selama ini sekam hanya dibuang dan tidak termanfaatkan. Itulah sebabnya, kami berupaya untuk membangun PLTBm dari limbah sekam padi
Untuk merealisasikan hal itu, ungkap Solihin, pihaknya segera melakukan studi banding ke India yang sudah lama menerapkan teknologi ini. Setelah itu, pada April 2018 pembangunan pembangkit pun dimulai dengan menggelontorkan dana sekitar Rp 60 miliar. PLTBm ini akan menghasilkan listrik sebesar 3 megawatt (MW) per jam.
Saat ini proses pembangunan sudah mencapai 95 persen hanya tinggal menunggu izin operasional dari pemerintah provinsi Sumatera Selatan. “Kami menargetkan, PLTBm sekam padi ini dapat beroperasi pada kuartal III tahun 2019,” ujar Solihin.
Cara kerja dari pembangkit ini adalah dengan memanfaatkan limbah dari penggilingan padi itu berupa sekam, sekam tersebut lalu dimasukan ke boiler. Boiler kemudian akan dibakar untuk memanaskan air. Uap yang dihasilkan kemudian disalurkan lewat pipa. Setelah menjadi uap, dia akan ditransfer ke steam turbine. Steam turbine tersebut akan menjalankan generator, dan generator akan menghasilkan listrik.
Solihin mengatakan, setiap hari, pabrik beras ini menghasilkan sekitar 600 ton sekam padi. Dari jumlah tersebut sekitar 100 ton digunakan untuk bahan bakar di pembangkit dan pengering. Saat beroperasi nanti, ujar Solihin, rencananya 2,5 MW digunakan untuk operasional di pabrik, sedangkan 5 persen digunakan untuk kebutuhan pembangkit. “Sampai saat ini listrik baru digunakan untuk kebutuhan pabrik,” katanya.
Namun, lanjut Solihin, apabila proyek ini berjalan lancar dan baik, bukan tidak mungkin teknologi ini akan terus dikembangkan termasuk untuk menjual sisa tenaga listrik kepada masyarakat melalui PT PLN. Dirinya mengakui saat ini, masih ada tantangan yang harus dilalui terutama regulasi agar teknologi ini dapat digunakan.
Sekretaris Daerah Kabupaten Ogan Ilir Herman mengatakan pihaknya menyambut baik keberadaan PLTBm ini karena dapat mengurangi potensi limbah yang merugikan lingkungan juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Menurutnya, Kabupaten Ogan Ilir juga tengah mengkaji teknologi ini untuk diterapkan di masyarakat dengan berkonsultasi ke beberapa negara seperti Korea Selatan dan Jepang. Apalagi Ogan Ilir merupakan salah satu daerah penghasil beras di Sumatera Selatan tentu memiliki potensi sekam padi yang cukup besar.
Diduplikasi ke daerah potensial
Sebelumnya, Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Nonkonvensional Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Amalyos mengatakan, pihaknya menyambut baik keberadaan PLTBm dengan memanfaatkan limbah sekam padi. Apalagi untuk mendukung program pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur energi baru terbarukan (EBT). “Sumsel memiliki potensi besar untuk dibangunnya sejumlah infrastruktur EBT.
Pihaknya sudah memetakan beberapa daerah yang memiliki potensi EBT. Termasuk untuk pengembangan PLTBm dari sekam padi. Selain di Sumsel, teknologi ini juga bisa digunakan di Jawa Barat atau Sulawesi Selatan.
Saat ini dari target 23 persen pembauran EBT hingga tahun 2025 baru tercapai hingga 9 persen. Saat ini potensi yang hendak dicapai EBT dalam pembauran energi nasional pada 2025 yakni 45,1 gigawatt (GW). Dengan rincian, panas bumi 7,2 GW, tenaga air 18 GW, mini dan mikrohidro 3 GW, bionenergi 5,5 GW, tenaga surya 6,5 GW, tenaga angin 1,5 GW dan sumber lain sekitar 3,1 GW.
Sementara hingga tahun 2017, pengembangan EBT baru mencapai sekitar 8,43 persen dengan pengembangan pembangkit sekitar 9,12 GW. Kapasitas itu terdiri dari panas bumi 1,8 GW, tenaga air 5,1 GW, mini dan mikrohidro 0,326 GW, bioenergi 1,84 GW, tenaga surya 17,015 megawatt (MW), dan tenaga angin 1,12 MW dan lainnya sekitar 6 MW. Untuk itu, ujar Amalyos, perlu komitmen dari semua pihak agar EBT bisa berjalan dengan baik. “Apabila semua pihak dapat berjalan target EBT pasti bisa tercapai,” katanya.
Wakil Bupati Sidenreng Rappang (Sidrap) Mahmud Yusuf tertarik dengan konsep itu. Ada 300 pabrik gabah di wilayahnya, 126 di antaranya sudah berskala besar yakni menghasilkan sekitar 3 ton-25 ton gabah per jam. Produksi sekam bahkan lebih besar dibanding di Ogan Ilir. “Kalau tidak ada antisipasi sekam tentu akan jadi ancaman,” katanya.
Selama ini, produksi sekam di Sidrap mencapai 133.000 ton per tahun. Dari jumlah itu, masyarakat hanya bisa mengelola sekitar 20 persennya untuk dijadikan bahan bakar pengeringan gabah dan pembuatan batu bata. Dengan adanya teknologi ini diharapkan sekam yang terbuang dapat dimanfaatkan. “Bahkan kemungkinan kapasitas yang akan dihasilkan mencapai 9 MW per jam.