Momentum pemilu, juga dimanfaatkan untuk mengajak masyarakat memperkuat ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan sesama anak bangsa Indonesia. Persaudaraan tersebut adalah persaudaraan yang melintasi batas etnis, ras, antargolongan, keyakinan dan agama.
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pemuka agama sepakat agar hasil Pemilu 2019 hendaknya disikapi secara arif oleh semua pihak yang berkontestasi. Sikap tersebut dianggap sebagai cermin pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengimbau kepada para peserta Pemilu 2019 untuk menghormati hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut dia, kearifan dalam menyikapi hasil pemilu, baik kalah maupun menang, menunjukkan kualitas kepemimpinan dan integritas para calon.
”Hendaknya semua menghormati tahapan dan proses pemilu sebagaimana diatur oleh undang-undang dan peraturan yang telah disepakati bersama,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (19/4/2019).
Dalam konteks ini, Gomar berharap agar tidak ada satu orang pun atau kelompok yang memprovokasi pendukungnya untuk melakukan tindakan yang dapat mencederai nilai-nilai demokrasi.
Jika ada temuan kecurangan atau dugaan pelanggaran, hendaknya ditempuh melalui mekanisme hukum sesuai konstitusi dengan membawa bukti-bukti yang diperlukan.
”Terkait hasil hitung cepat pemilu, mestinya disikapi dengan nalar yang rasional,” katanya.
Pemilihan presiden dan legislatif yang berlangsung serentak pada 17 April 2019 dengan melibatkan sedikitnya 192 juta pemilih terlaksana dengan aman. Berdasarkan hasil hitung cepat Litbang Kompas, pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin meraih 54,43 persen dan pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh 45,57 persen.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengatakan, dengan selesainya pemungutan suara, selesai juga kontestasi dalam Pemilu 2019. Ia mengajak seluruh masyarakat kembali pada jati diri bangsa Indonesia.
”Polarisasi di dalam masyarakat harus diakhiri. Mari kita bersatu kembali dan guyub rukun sebagaimana karakter asli bangsa Indonesia,” kata Robikin.
Momentum pemilu juga dimanfaatkan Robikin mengajak masyarakat memperkuat ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan sesama anak bangsa Indonesia. Persaudaraan tersebut adalah persaudaraan yang melintasi batas etnis, ras, antargolongan, keyakinan, dan agama.
”Mari kita berpartisipasi mengawasi jalannya proses rekapitulasi dengan tetap mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Robikin menambahkan, suksesnya pelaksanaan pemungutan suara yang aman dan damai harus tecermin juga selama proses rekapitulasi hingga setelah penetapan perolehan suara pada 22 Mei mendatang.
”Kita tunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang maju dan berbudaya dalam berdemokrasi,” ujarnya.
Ibarat rumah tangga
Koordinator Publikasi Agama Buddha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Rusli Tan mengibaratkan Indonesia sebagai sebuah rumah tangga. Jika dalam membangun rumah tangga tidak ada lagi kerukunan dan perdamaian, bisa dipastikan hasilnya tidak akan baik. Pancasila menjadi dasar yang menurut dia paling tepat.
”Jika tidak ada kerukunan, semua perbuatan kita tidak akan menghasilkan sesuatu yang berbahagia,” katanya.
Dalam konteks Pemilu 2019, Rusli menilai semua unsur telah melakukan tugas masing-masing secara maksimal. Siapa pun yang terpilih secara resmi, umat Buddha akan tetap ikut berkontribusi.
Ia juga menyerukan kepada umatnya untuk membahagiakan orang di sekitar ketimbang terlibat dalam tindakan yang dapat memperkeruh keadaan.
”Serahkan kepada negara. Ada Mahkamah Konstitusi, KPU, Bawaslu, dan banyak lainnya,” katanya.