Meyrlin Hendrita Anggai Perintis Pendidikan Gratis di Papua
Oleh
Fabio Maria Lopes Costa
·5 menit baca
Meyrlin Anggai bercita-cita memberikan pendidikan yang memadai bagi anak Papua sehingga dapat bermanfaat saat memasuki dunia kerja. Ia pun mewujudkannya dengan merintis gerakan Kitong Bisa Learning Center yang memberikan kursus bahasa Inggris dan pendidikan berwirausaha secara gratis bagi anak-anak di Kota Jayapura selama dua tahun terakhir.
Kompas secara langsung mengikuti aktivitas Meyrlin di Kitong Bisa Learning Center sebanyak dua kali, yakni pada 16 Februari 2018 dan terakhir pada Sabtu (13/4/2019) sekitar pukul 13.30 WIT. Tampak Meyrlin bersama dua tenaga pengajar lainnya bernama Ronald Kapisa dan Roberto Monim, sementara sibuk menyiapkan materi pelajaran bahasa Inggris bagi anak-anak di salah satu tempat Kitong Bisa Learning Center (KBLC) di daerah Dok VIII, Distrik Jayapura Utara.
Tempat itu merupakan rumah pasangan suami-istri Yosias Aronggear dan Vanelda Imbiri. Total sebanyak 79 anak yang terdaftar sebagai anggota KBLC di Dok VIII. Selain di Dok VIII, salah satu lokasi KBLC juga terdapat di rumah Meyrlin di Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan. Terdapat 20 anak yang terdaftar di KBLC Entrop.
Jadwal belajar di KBLC pada hari jumat pukul 15.00 WIT dan sabtu dari pukul 14.00 WIT. Durasi belajar di KBLC selama 90 menit hingga 120 menit. Terdapat empat kelas di KBLC, yakni Baby Shark untuk anak berusia empat hingga lima tahun, White House untuk anak di level kelas I hingga kelas III sekolah dasar, Evangelion untuk anak di kelas III hingga kelas VI sekolah dasar, dan Cenderawasih untuk anak di bangku SMP hingga SMA.
Sekitar pukul 14.00 WIT, kegiatan belajar bahasa Inggris pun dimulai. Tampak Meyrlin dengan menebarkan senyum sambil mengajar anak-anak yang masih berusia V hingga VI tahun itu menyanyikan lagu berbahasa Inggris seperti ”Baby Shark” sambil menari. Anak-anak pun dengan percaya diri menyanyi dan meniru gerakan dari sang mentor.
Kegiatan ini berlangsung selama dua jam. Setelah itu, Meyrlin akan menumpang motor milik temannya atau dijemput oleh sang suami, Anthony Patiran, kemudian melanjutkan perjalanan ke rumahnya yang merupakan lokasi KBLC. Kemudian melanjutkan aktivitas mengajar di halaman rumahnya hingga matahari kembali ke peraduannya.
Selain Meyrlin, 12 tenaga sukarelawan yang berhasil bergabung dengan KBLC setelah tergerak dengan upaya Meyrlin sejak tahun 2017. Para tenaga pengajar ini berasal dari berbagai kalangan, seperti pengacara, guru, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan mahasiswa yang baru lulus kuliah. Bersama Meyrlin, mereka bahu-membahu memberikan materi bahasa Inggris dan wirausaha secara gratis bagi anak-anak secara dini.
Materi terkait bahasa Inggris yang diajarkan di KBLC Jayapura meliputi cara membaca alfabet dalam bahasa Inggris, menyanyi dalam bahasa Inggris, grammar atau tata cara penggunaan bahasa Inggris yang sesuai dengan kaidahnya dan cara pelafalannya.
”Khusus untuk anak yang berusia empat hingga enam tahun belum mendapat materi bahasa Inggris secara penuh. Kami harus terlebih mengajar mereka untuk belajar membaca,” tutur Meyrlin.
Sementara untuk materi berwirausaha, anak-anak yang masih berusia TK hingga SD diajarkan permainan terkait wirausaha seperti monopoli. Sementara remaja usia SMP hingga SMA mendapat pelatihan untuk menggali ide tentang menyusun produk yang bernilai ekonomi dan cara membuatnya seperti tas dari bahan daur ulang plastik dan sendok dari pohon sagu.
Teluk Bintuni
Meyrlin sebelum menjadi pengajar KBLC adalah seorang insinyur di perusahaan gas BP Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, pada 2006.
Semasa bekerja di perusahaan itu, ia menemukan sejumlah pekerja asal Papua mendapatkan stereotip kurang mampu dalam mengembang tanggung jawab dan tidak profesional.
”Mereka tidak rajin bekerja dan sering mendapatkan penilaian negatif dari rekan kerja yang lain, terutama dari pekerja asing. Hati saya sangat sedih dengan penilaian seperti itu,” kata ibu dua anak ini.
Dia pun berkomitmen untuk suatu saat mengubah stigma tersebut dengan melatih anak-anak Papua secara lebih dini khususnya dalam penguasaan bahasa asing dan kebiasaan untuk berwirausaha.
Meyrlin pun mengundurkan diri dari perusahaannya pada tahun 2015 agar fokus mengurus suami serta kedua anaknya, Jeriel Patiran dan Vergie Patiran.
Pada tahun 2017, ia pun berkomunikasi dengan temannya yang juga pegawai di BP Tangguh, Bily Mambrasar. Kebetulan Bily merupakan perintis awal gerakan Kitong Bisa Learning Center di Serui, ibu kota Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2009.
Mereka tidak rajin bekerja dan sering mendapatkan penilaian negatif dari rekan kerja yang lain, terutama dari pekerja asing. Hati saya sangat sedih dengan penilaian seperti itu.
Bily pun memotivasi Meyrlin untuk membuka cabang Kitong Bisa di Kota Jayapura. Akhirnya ia dengan penuh keyakinan merintis gerakan ini pada 2017.
Meyrlin memasang iklan di salah satu media cetak lokal di Kota Jayapura untuk mengajak sukarelawan pengajar bergabung dengannya.
Ia pun memulai KBLC di rumahnya dengan dua tenaga sukarelawan dan anak didik sebanyak 10 orang. KBLC Kota Jayapura pun masih bertahan hingga saat ini dengan 12 tenaga pengajar.
Kurang dukungan
Meskipun memberikan kursus bahasa Inggris dan pelatihan berwirausaha secara gratis bagi anak-anak, gerakan KBLC Kota Jayapura kurang mendapat dukungan dari sejumlah pihak.
Dukungan dari orangtua yang masih kurang untuk memotivasi anak-anaknya mengikuti KBLC dengan rutin. Terkadang hanya 30 hingga 40 anak yang mengikuti KBLC pada Jumat dan Sabtu.
”Kami tak pernah lelah untuk menyosialisasikan kepada orangtua anak-anak ini baik secara tatap muka maupun melalui grup Whatsapp,” kata Meyrlin.
Gerakan KBLC pun belum mendapatkan dukungan dari pemda setempat, khususnya dalam penyediaan tempat mengajar yang lebih luas.
Lokasi KBLC di Dok VIII hanya memiliki dua ruangan berdiameter 6 meter x 5 meter dan satu teras berdiameter 2 meter x 3 meter. Sementara lokasi KBLC hanya di halaman rumah milik Meyrlin di Kelurahan Entrop dengan luas 5 meter x 4 meter.
”Saya bermimpi suatu saat KBLC dapat memiliki sebuah tempat mengajar berupa bangunan dua lantai. Lantai pertama khusus untuk pelatihan wirausaha dan lantai dua untuk kursus bahasa Inggris,” katanya.
Di tengah berbagai kendala, Meyrlin tetap berharap bisa mengembangkan KBLC ke daerah lain, seperti Sentani. Tujuannya untuk memberikan pegangan hidup bagi anak Papua untuk meraih masa depan yang cerah.
Seperti kata Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999 dan pejuang melawan politik apartheid, Nelson Mandela, ”Pendidikan merupakan senjata yang paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia.”
Meyrlin Hendrita Anggai
Lahir: Jayapura, 28 Mei 1983
Ayah: Ferdinan Anggai
Ibu: Tonik Astika
Suami: Anthony Patiran
Anak:
- Jeriel Patiran
- Vergie Patiran
Pendidikan:
SD Negeri 3 Abepura 1992-1997
SMP Negeri 2 Abepura 1997-1999
SMA Negeri 1 Kota Jayapura 1999-2001
Universitas Merdeka Malang Teknik Industri 2001-2006