JAKARTA, KOMPAS — Pemilu 2019 berpotensi mengantarkan sembilan partai politik menjadi pemilik kursi DPR periode 2019-2024 atau berkurang satu parpol jika dibandingkan dengan DPR periode 2014-2019. Sementara PDI-P menjadi partai pertama pada era Reformasi yang dua kali berturut-turut mendapat kursi terbanyak di DPR, yaitu Pemilu 2014 dan 2019.
Hal ini terlihat dari hasil hitung cepat Litbang Kompas dan sejumlah lembaga lain, Rabu (17/4/2019), terhadap pemilu legislatif. Hasil hitung cepat itu menunjukkan, sembilan partai yang berhak atas kursi DPR karena perolehan suaranya di atas ambang batas parlemen, yaitu 4 persen, mirip dengan hasil survei Litbang Kompas pada akhir Februari-awal Maret 2019.
Saat itu disebutkan, ada empat parpol yang elektabilitasnya langsung di atas ambang batas parlemen, yaitu PDI-P, Partai Gerindra, Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Selain itu, ada lima parpol yang elektabilitasnya memenuhi minimal ambang batas parlemen, yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Nasdem, dan Partai Persatuan Pembangunan (Kompas, 21/3/2019).
Efek ekor jas
Hasil hitung cepat juga menunjukkan, PDI-P mendapat suara terbanyak, disusul Partai Gerindra. Hal ini mengindikasikan efek ekor jas atau hubungan yang positif antara kekuatan elektoral capres atau cawapres dan partai politik pendukungnya secara nyata dirasakan parpol yang kadernya menjadi capres atau cawapres.
Ketua DPP PDI-P Aria Bima, di Jakarta, Rabu, mengatakan, efek ekor jas yang dirasakan PDI-P dari capres petahana Joko Widodo semakin signifikan dirasakan karena selama tujuh bulan masa kampanye pemilu, PDI-P aktif mengampanyekan pasangan Jokowi-Amin lewat caleg-calegnya.
Selain PDI-P, efek ekor jas juga dinikmati Partai Gerindra sebagai partai asal capres Prabowo Subianto. ”Kami syukuri perolehan yang ada berdasarkan hitung cepat. Pak Prabowo sebagai capres jelas menguntungkan posisi kami,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade.
Selain kedua parpol asal capres itu, efek ekor jas juga dirasakan PKB. Wakil Sekretaris Jenderal PKB Lukman Edy menengarai, capaian partainya pada pemilu kali ini tidak jauh dari efek ekor jas yang muncul dari sosok cawapres Ma’ruf Amin yang juga tokoh Nahdlatul Ulama.
Dinamis
Peneliti Centre for Strategic and International Studies, Arya Fernandes, mengatakan, meski PDI-P unggul dengan suara yang dominan, persebaran suara di antara parpol lain di bawah PDI-P relatif berselisih tipis dan seimbang.
Tipisnya jarak capaian suara di antara partai-partai itu, ujar Arya, membuat kontestasi dan pengambilan keputusan di DPR ke depan berpotensi lebih dinamis dan ketat.
”Tidak ada kekuatan yang benar-benar signifikan di DPR kecuali PDI-P. Artinya, parpol-parpol relatif mempunyai daya tawar yang seimbang sehingga proses pengambilan kebijakan di DPR akan menjadi lebih dinamis,” katanya.