Banda Aceh memiliki topografi landai dengan elevasi 80 sentimeter di atas permukaan laut. Banda Aceh juga berada pada jalur sesar aktif. Hal ini menjadikan Banda Aceh rawan bencana pesisir, seperti tsunami dan banjir rob.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebagai kota pesisir, Banda Aceh berada dalam ancaman bencana banjir rob dan tsunami. Untuk jangka waktu 50 tahun hingga 100 tahun, diprediksi banjir rob berpotensi menggenangi 3-11 persen dari luas wilayah ibu kota Provinsi Aceh itu.
Peneliti Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Syamsidik, Selasa (16/4/2019), menuturkan, prediksi tersebut diperoleh dari penelitian yang mereka lakukan dengan cara simulasi numerik. Simulasi ini mengkaji data kenaikan muka air laut dan kondisi topografi Banda Aceh.
Penelitian yang didanai oleh Partnerships for Enhanced Engagement in Research Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) tersebut untuk mengetahui dampak bagi Banda Aceh akibat kenaikan muka air laut yang disebabkan pemanasan global. ”Harapan kami, pembangunan Banda Aceh agar mempertimbangkan potensi bencana,” kata Syamsidik.
Ia mengatakan, Banda Aceh memiliki topografi landai dengan elevasi 80 sentimeter di atas permukaan laut. Banda Aceh juga berada pada jalur sesar aktif. Hal ini menjadikan Banda Aceh rawan bencana pesisir, seperti tsunami dan banjir rob. Banjir rob dipicu pasang surut air laut.
Dengan rata-rata kenaikan muka air laut di Indonesia 0,7 sentimeter per tahun, diperkirakan dalam 50 tahun muka air laut akan naik setinggi 35 sentimeter. Dampaknya, 3 persen atau 184 hektar wilayah Banda Aceh digenangi banjir rob. Sementara dalam jangka waktu 100 tahun, kenaikan muka air laut akan mencapai 70 sentimeter. Maka, diperkirakan 11 persen wilayah kota atau seluas 675 hektar berpotensi digenangi rob.
Syamsidik menambahkan, dengan kenaikan sebesar itu, jika terjadi gempa dan tsunami dengan kekuatan setara pada Desember 2004, yakni bermagnitudo 9, tsunami akan menjangkau hingga 4 kilometer ke daratan. Jangkauan itu lebih jauh hingga 1,3 kali daripada saat peristiwa 2004.
Oleh karena itu, katanya, pembangunan kawasan pesisir Banda Aceh harus mempertimbangkan dampak kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim. ”Pemerintah Banda Aceh perlu menyusun dokumen rencana mitigasi bencana tsunami dan banjir rob yang dikombinasikan dengan kenaikan muka air laut,” ujarnya.
Dia mencontohkan, jalan lingkar di sekitar pantai yang menurut rencana dibangun idealnya memiliki ketinggian 5 meter dari permukaan laut. Selain berfungsi sebagai jalur transportasi, jalan tersebut juga berguna sebagai pemecah ombak. Laguna di kawasan pantai juga perlu dipertahankan sebagai zona penyangga dari bencana rob dan tsunami.
Pemerintah akan membangun fasilitas evakuasi alternatif di wilayah pesisir.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman berterima kasih atas penelitian yang dilakukan ahli kebencanaan. Kata Aminullah, hasil penelitian itu dijadikan bahan kajian dalam menyusun rencana pembangunan kota jangka panjang agar tangguh terhadap bencana.
”Informasi penting seperti ini menjadi acuan perencanaan ke depan,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah akan membangun fasilitas evakuasi alternatif di wilayah pesisir. Fasilitas evakuasi dapat menggunakan bangunan yang sudah ada, seperti rumah toko, masjid, dan sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung.