JAKARTA, KOMPAS — Jelang pemungutan suara pada 17 April 2019, masyarakat perlu berhati-hati dalam menerima informasi di media sosial. Seiring dengan banyaknya berita bohong atau hoaks, masyarakat diimbau untuk mencerna berbagai informasi yang diterima dengan bijak.
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mendorong masyarakat agar mengendalikan diri untuk mencegah tersebarnya berita bohong. ”Menjelang pencoblosan, akan ada banyak informasi dengan judul menggoda dan bombastis. Cek lagi sebelum dibagi,” kata Septiaji, Minggu (14/4/2019), kepada Kompas.
Dalam situasi seperti saat ini, literasi dibutuhkan masyarakat. Sayangnya, literasi masyarakat terkait pemilu masih rendah sehingga menyebabkan mereka mudah menjadi sasaran provokasi selama penyelenggaraan pemilu.
Ketika menemukan informasi simpang siur terkait pemilihan umum (pemilu), perlu diambil informasi dari lembaga yang memiliki otoritas, seperti Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum. Masyarakat diimbau untuk tidak ikut melakukan generalisasi ketika ditemukan sebuah potensi kecurangan dan melabeli bahwa pemilu itu curang.
Menurut Septiaji, pemilu yang baik bukan karena tidak ada kecurangan sama sekali. Namun, ketika ada kecurangan, ada mekanisme yang berjalan untuk mengatasi kecurangan tersebut. ”Banjir hoaks politik bisa lebih dari tiga topik per hari. Akibatnya, masyarakat menjadi kebingungan untuk memilah antara fakta dan hoaks,” ujar Septiaji. Agar masyarakat tidak bingung, perlu mencari kebenaran dari berita yang diperolehnya.
Ia mengimbau masyarakat agar mengunjungi situs yang dapat digunakan untuk mengecek kebenaran dari sebuah berita, antara lain cekfakta.com, turnbackhoax.id, dan stophoax.id. Masyarakat juga dapat bertanya melalui layanan nomor Whatsapp yang dikelola Mafindo, yakni di 0855-7467-6701.
Ketua Umum Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi Dedy Permadi mengatakan, hoaks menjadi ancaman serius di masa pemilu karena dapat mengancam kualitas demokrasi, bahkan dapat mendistorsi hasil pemilu.
Beredarnya berita bohong, perundungan siber, ujaran kebencian, kemarahan yang dibuat-buat, dan pembocoran data pribadi bisa menjadi bagian dari disinformasi serta malinformasi yang bisa mengacaukan akal sehat.
”Bisa jadi penyebaran informasi tidak sehat ini menjadi strategi ’operasi informasi’ pihak-pihak tertentu seperti halnya telah terjadi di beberapa kasus pemilu, misal di Amerika Serikat dan Brasil,” kata Dedy.
Dalam banyak kasus hoaks, individu tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam pengaruh informasi yang terdistorsi. Karena itu, tiap individu dituntut untuk sadar dan berhati-hati.
Di era politik ”pascakebenaran” (post-truth) yang ditopang oleh algoritma media sosial yang memunculkan ”ruang gema” (echo chamber). Kebohongan yang diulang-ulang lama-kelamaan bisa dianggap sebagai kebenaran.
Proses ini terjadi dalam jejaring media sosial dan pesan instan yang memungkinkan tiap pengguna hanya menyerap konten yang selaras dengan keyakinannya. Pengguna akan semakin militan dengan keyakinan terhadap kebenaran palsu itu, seiring dengan informasi-informasi salah yang diterima otaknya. Dalam kasus ini, hoaks bisa menjadi bencana.
Literasi digital
Dedy mendorong masyarakat agar mengimunisasi diri sendiri dari wabah hoaks yang tiap saat bisa mengancam tiap individu. Dedy menyampaikan tips yang dapat dilakukan untuk menangkal hoaks.
Masyarakat harus membaca, mempelajari, dan merespons ketika menerima informasi di media sosial dan pesan instan. ”Jangan mudah mempercayai dan meneruskan informasi yang sumber dan kebenarannya diragukan. Tiap informasi harus kita baca dengan teliti, pelajari apakah pasti benar atau meragukan, baru kita respons (atau tidak respons) dengan cara yang bijak dan beretika,” ujarnya.
Dedy mendorong masyarakat agar memverifikasi informasi melalui akun telegram Kominfo @chatbotantihoaks. Jika belum menemukan jawabannya, masyarakat dapat mencari informasi secara mandiri dari sumber-sumber tepercaya, seperti media arus utama, dengan beberapa perbandingan pemberitaan.
Peningkatan literasi digital untuk seluruh masyarakat adalah solusi jitu penanganan konten negatif seperti hoaks. Dengan kecakapan literasi digital, pengguna internet tidak akan mudah terpengaruh hoaks ataupun konten negatif lainnya. Mereka justru mampu menjadi warganet yang positif dan produktif.
Materi-materi edukasi dapat diunduh secara gratis di literasidigital.id, sedangkan informasi mengenai program-program literasi digital untuk masyarakat umum bisa didapatkan melalui siberkreasi.id.