ICW: Pimpinan KPK Setengah Hati Tangani Kasus Kode Etik
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari kemunculan gejolak internal di lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi, baru-baru ini. Dalam salah satu poin petisi untuk pimpinan, pegawai KPK menyoroti masalah penegakan kode etik yang dipandang menjadi ancaman dalam upaya penindakan.
Pegawai KPK menginginkan penghentian segala bentuk upaya yang menghambat penanganan kasus. Sebanyak 114 pegawai dilaporkan sudah menandatangani petisi yang menyoroti lima hal terkait dengan upaya penindakan oleh KPK. Salah satunya mengenai pembiaran atas dugaan pelanggaran berat.
”Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oknum di penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pengawas internal. Hal ini sering kali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya,” tulis pihak yang bertanda nama pegawai KPK.
Menanggapi petisi tersebut, peneliti ICW, Wana Alamsyah, mengatakan, ICW juga pernah melaporkan pelanggaran kode etik oleh pejabat setingkat deputi di KPK. Salah satunya, terkait dengan dugaan pelanggaran berat yang dilakukan Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur Jenderal Firli.
Pada November 2018, Firli dilaporkan karena ia diduga bertemu dengan Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang saat itu masih berstatus Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB). Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi divestasi PT Newmont di NTB yang menyeret nama TGB.
Sayangnya, sampai saat ini ICW belum juga mendapat informasi terkait dengan tindak lanjut laporan tersebut meski mereka telah memakai mekanisme keterbukaan informasi publik.
”Dari konteks Firli, pimpinan harus menindak tegas pejabat yang bertemu dengan TGB, apa pun motifnya. Pimpinan KPK seperti setengah hati dalam memandang kasus kode etik ini,” kata Wana saat ditemui di Kantor Sekretariat ICW di Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Merujuk pada pengalaman tersebut, Wana pun tidak heran dengan petisi yang mengungkapkan kekecewaan pegawai KPK. ”Mereka seperti tidak memiliki sosok di internal untuk menggandeng mereka dalam upaya memberantas korupsi,” ujarnya.
Pimpinan akan beraudiensi
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, petisi tersebut telah diterima para unsur pimpinan KPK. Dalam waktu dekat, pimpinan akan mengagendakan pertemuan dengan pegawai KPK.
”Jadi, kalau ada masukan, ada kendala yang terjadi dalam proses penanganan perkara atau pelaksanaan tugas, pimpinan akan mendengarkan hal tersebut,” kata Febri yang dikonfirmasi kemarin malam.
Febri menilai, petisi tersebut merupakan dinamika yang wajar terjadi di internal lembaga antirasuah tersebut. Pegawai KPK bahkan pernah menempuh jalur hukum hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena ketidakpuasan mereka terhadap pimpinan sehingga pimpinan perlu beraudiensi dengan pegawainya.
”Jadi, dinamika saat ini di KPK kami pandang sebagai sebuah proses agar komunikasi antara pegawai dan pihak di internal KPK tersalurkan dan bisa diselesaikan dengan satu indikator penting, yaitu demi kepentingan KPK,” ujarnya.
Tidak terganggu
Kendala dalam melakukan penindakan menjadi tema utama dalam petisi yang dibuat pegawai KPK. Selain masalah kode etik, mereka juga menyoroti terhambatnya penanganan perkara pada ekspos tingkat kedeputian, tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup.
Kemudian, tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi dan tidak disetujuinya penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan.
Namun, Febri berharap gejolak di internal KPK tidak dimanfaatkan pihak tertentu untuk mengacaukan kinerja penanganan oleh KPK. Ia pun memastikan, penanganan perkara saat ini tetap dilakukan sesuai standar prosedur.
”Kami juga ingin pastikan satu hal, jangan sampai apa yang terjadi saat ini kemudian disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Kami memastikan, penanganan perkara saat ini dilakukan berdasarkan cara-cara yang berlaku,” katanya.