Di Pemilu 2019, PAN menargetkan raihan kursi lebih banyak ketimbang Pemilu 2014. Figur calon anggota legislatif dinilai lebih berperan dibandingkan citra partai yang lekat dengan gerakan reformasi.
Pada empat kali pemilihan umum setelah reformasi, Partai Amanat Nasional, yang citranya lekat dengan gerakan reformasi, menempati posisi sebagai partai papan tengah. Di Pemilu 2019, di mana posisi PAN? Akan naik kelas jadi partai papan atas, tetap akan menjadi partai papan tengah, atau justru akan tergelincir?
Sebagai partai politik papan tengah, peranan Partai Amanat Nasional (PAN) tetap diperhitungkan tidak hanya dalam konstelasi kekuatan politik di parlemen, tetapi juga dalam konteks mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Sebab, koalisi antarpartai, baik partai papan atas, papan tengah, maupun papan bawah, tetap dibutuhkan di tengah sistem multipartai ekstrem di Indonesia dan tingginya ambang batas minimal pencalonan presiden-wakil presiden.
Dukungan dari PAN yang sempat dinanti kedua kubu pengusung calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilu 2019 akhirnya ditentukan 9 Agustus 2018, sehari sebelum penutupan pendaftaran caprescawapres. PAN mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Kertanegara, Jakarta. Kehadiran Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan pada malam itu menegaskan mundurnya PAN dari jajaran partai politik anggota Koalisi Indonesia Hebat yang mendukung pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Dengan begitu, PAN memilih berada di luar pemerintah setelah secara konsisten berada di pemerintahan hasil Pemilu 1999, 2004, dan 2009. Pada Pemilu 2014, PAN berada di kubu yang dikenal sebagai Koalisi Merah Putih. Bahkan, saat itu Ketua Umum PAN Hatta Rajasa diusung sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Namun, pada September 2015, PAN memutuskan untuk meninggalkan Koalisi Merah Putih dan bergabung dengan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Alasan yang dimunculkan saat itu adalah keinginan untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Alasan yang sama juga mengemuka ketika PAN memilih kembali mendukung Prabowo pada Pemilu 2019. Dengan begitu, PAN keluar dari kelompok partai pendukung pemerintahan.
Keputusan sulit
Keputusan untuk keluar dari koalisi pendukung pemerintah pada Pemilu 2019 menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi partai berlambang matahari ini. Apalagi, di pemilu kali ini partai politik juga harus menghadapi pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden secara serentak.
”Pemilu 2019 yang dilakukan bersamaan dengan Pilpres dan Pileg membuat caleg harus memberikan dorongan dua kali lebih besar agar dapat perhatian dari masyarakat untuk memperjuangkan kursi legislatif. Sebab, hakikat keberadaan partai itu sebenarnya terlihat di DPR atau legislatif sehingga penting menghadirkan sebanyak mungkin kursi,” ujar Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno.
Pemilu 2019 yang dilakukan bersamaan dengan Pilpres dan Pileg membuat caleg harus memberikan dorongan dua kali lebih besar agar dapat perhatian dari masyarakat untuk memperjuangkan kursi legislatif. Sebab, hakikat keberadaan partai itu sebenarnya terlihat di DPR atau legislatif sehingga penting menghadirkan sebanyak mungkin kursi
Target PAN pada Pemilu 2019 melebihi perolehan kursi pada Pemilu 2014. Saat itu PAN meraih perolehan 49 kursi dan menempatkan PAN di peringkat kelima dari 12 partai peserta pemilu. Harapan meraih hingga 50 kursi di Pemilu 2019 dianggap masih rasional mengingat pada Pemilu 2019 metode konversi suara berubah dari Kuota Hare atau bilangan pembagi pemilih (BPP) menjadi Sainte Lague, yang dinilai lebih ”ramah” pada partai papan tengah dan partai besar.
PAN yang mengusung ideologi moderat, nasionalis, dan religius ini bertahan mengandalkan kekuatan karakter masing-masing kader yang bertarung di setiap daerah pemilihannya. Melalui jajak pendapat yang dilakukan secara internal, preferensi memilih konstituen dipengaruhi profil dan karakteristik caleg, bukan mutlak karena faktor ideologi dan kebijakan yang diusung partai.
Pengaruh PAN yang elite-elite pendirinya menjadi pendobrak rezim Orde Baru, diakui Eddy, tak lagi berperan banyak pada upaya menjaring suara pemilih di Pemilu 2019. Kemunculan kader mudalah yang kini diharapkan menjadi salah satu faktor pembantu upaya untuk kembali lolos.
Pengaruh PAN yang elite-elite pendirinya menjadi pendobrak rezim Orde Baru, diakui Eddy, tak lagi berperan banyak pada upaya menjaring suara pemilih di Pemilu 2019. Kemunculan kader mudalah yang kini diharapkan menjadi salah satu faktor pembantu upaya untuk kembali lolos.
Pada akhirnya, capaian dan pengaruh ”sinar matahari” dari partai yang berasaskan Akhlak Politik Berlandaskan Agama yang Membawa Rahmat bagi Sekalian Alam itu bergantung pada pilihan pemilih di bilik suara pada 17 April 2019.