Pada era modernisasi dan globalisasi, disintegrasi bangsa menjadi salah satu ancaman nyata bagi Indonesia karena dapat mengubah jati diri anak bangsa. Segala ancaman itu perlu dilawan dengan persatuan dan kesatuan yang total serta kokoh dengan menjadikan Pancasila sebagai fondasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KAJEN, KOMPAS — Pada era modernisasi dan globalisasi, disintegrasi bangsa menjadi salah satu ancaman nyata bagi Indonesia karena dapat mengubah jati diri anak bangsa. Segala ancaman itu perlu dilawan dengan persatuan dan kesatuan yang total serta kokoh dengan menjadikan Pancasila sebagai fondasi.
Hal itu dikatakan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada pembukaan Konferensi Ulama Sufi Internasional (World Sufi Forum) di Pendopo Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (8/4/2019). Menurut dia, ancaman yang juga berpengaruh pada pola pikir anak bangsa itu berupaya mengubah ideologi bangsa dengan kekuatan lunak (soft power).
”Ancaman ini terstruktur, sistematis, dan masif untuk merusak jati diri anak bangsa dengan ideologi radikal. Dalam hal ini, para ulama thoriqoh Nusantata dituntut mengambil peran penting dan berdiri paling depan demi menjaga keutuhan rumah kita, NKRI,” ujarnya.
Ryamizard menambahkan, salah satu ancaman itu dalam bentuk terorisme yang menciptakan rasa takut kepada masyarakat serta mengoyak keutuhan berbangsa dan bernegara. Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), misalnya. Namun, ia menegaskan bahwa NIIS merupakan buah konflik politik domestik dan tak terkait keagamaan.
Salah satu ancaman itu dalam bentuk terorisme yang menciptakan rasa takut kepada masyarakat serta mengoyak keutuhan berbangsa dan bernegara.
”Kalau ada yang ingin merusak rumah kita, mereka musuh kita yang harus dihadapi dengan totalitas persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan yang kokoh dan kuat, dengan Pancasila sebagai fondasi. Persatuan nasional ini penting,” kata Ryamizard.
Adapun tema pada konferensi yang berlangsung 8-10 April tersebut adalah ”Peranan Tasawuf untuk Kebahagiaan Umat Manusia dan Keselamatan Negara”. Sejumlah tema sentral diangkat dalam beberapa sidang, di antaranya ”Peran Tasawuf dalam Penanggulangan Radikalisme” dan ”Peran Tasawuf dalam Perekonomian dan Sistem Autarki”.
Rais Am Jam’iyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah Habib Luthfi bin Yahya menuturkan, dengan munculnya segala pertikaian, satu-satunya yang bisa mengobati adalah membersihkan hati, nafsu, dan pola pikir.
Habib Luthfi menambahkan, Allah menciptakan manusia bukan sekadar turunan satu dan lainnya. ”Namun, untuk mengenal hak asasi manusia, sejauh mana kita bisa hormati antarbangsa. Umat Islam di dunia ini jadi perekat umat dan simbol ukhuwah,” katanya.
Presiden Joko Widodo melalui tayangan video mengajak para ulama menciptakan perdamaian dan toleransi di dunia. ”Dengan thoriqoh, dunia akan damai dan bermartabat. Juga, dapat bermanfaat bagi kebaikan umat serta negara,” ucapnya.
Mufti India, Syeikh Abu Bakar Ahmad, yang mewakili para ulama dari luar negeri, menuturkan, saat ini dunia dipenuhi fitnah dan berbagai tantangan dari pihak-pihak yang ingin mencemarkan kesucian agama Islam.
”Kita hari ini membutuhkan orang yang bisa menunjukan suluk tasawuf itu suluk yang benar, yaitu orang yang melihat Islam secara baik. Tasawuf ini tentang akhlak yang baik. Tasawuf ini bukan untuk sebagian orang, tetapi tasawuf itu menyempurnakan penyempurnaan dari agama ini,” kata Abu Bakar.