JAKARTA, KOMPAS — Tidak sedikit pemilih gagal mengurus pindah memilih atau formulir A5 di kantor Komisi Pemilihan Umum Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019). Sementara mereka tak mungkin kembali ke daerah tempat namanya tercatat di daftar pemilih tetap saat hari pemungutan suara Pemilu 2019. Mereka pun berharap penyelenggara pemilu melonggarkan aturan pindah memilih. Sebab, jika tidak, mereka tak bisa menggunakan haknya untuk memilih.
Warga yang tidak memenuhi syarat untuk pindah memilih di Pemilu 2019 memutuskan untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Mereka mempertimbangkan jarak ke tempat tinggalnya yang jauh, biaya yang mahal, dan waktu untuk kembali ke tempat asal mereka sudah terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT).
Pada 28 Maret 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, perpanjangan tenggat mengurus pindah memilih bagi warga yang sudah terdaftar di DPT dari semula maksimal 30 hari sebelum pemungutan suara Pemilu 2019, yaitu 17 Maret 2019, menjadi maksimal tujuh hari sebelum pemilu, yaitu 10 April 2019.
Akan tetapi, ketentuan pindah memilih yang diputuskan MK itu hanya berlaku bagi pemilih dengan keadaan tertentu. Kriterianya adalah pemilih dalam keadaan sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, serta menjalankan tugas saat pemungutan suara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui surat edarannya ke seluruh KPU di daerah kemudian mendefinisikan syarat menjalankan tugas saat pemungutan suara berarti pemilih yang pada hari pemungutan suara tidak dapat menggunakan hak pilih di tempat domisilinya karena harus menjalankan tugas. Ini harus dilengkapi dengan bukti surat tugas atau surat keterangan dari perusahaan atau instansi dengan tanggal penerbitan surat setelah 17 Maret 2019.
Berdasarkan pengamatan di kantor KPU Jakarta Pusat, Jumat, banyak pemilih yang hendak mengurus pindah memilih harus pulang dengan tangan hampa. Pasalnya, mereka tidak memenuhi kriteria seperti yang diputuskan oleh MK.
Bambang Handoko (25) asal Kota Medan, Sumatera Utara, salah satunya. Ia menyangka, untuk mengurus pindah memilih, dirinya cukup membawa KTP elektronik. Namun ternyata, sebagai pekerja swasta, dia diharuskan membawa surat tugas dari perusahaannya yang menerangkan dirinya menjalankan tugas saat pemungutan suara, 17 April 2019.
Sementara untuk memperoleh surat itu dari perusahaan tempatnya bekerja tidak mungkin. Sebab, pada tanggal pemungutan suara, dia tidak bekerja.
”Saya golput. Ongkos ke Medan mahal. Waktunya juga cuma sehari. Pastinya kecewa karena tidak bisa menggunakan hak pilih,” kata pria yang terdaftar di DPT Medan Marelan, Paya Pasir, Sumatera Utara, itu.
Hal serupa dialami Tyska Pramadanti (22). ”Sudah mengurus (pindah memilih). Namun, sesuai putusan MK, ada syarat khusus. Sementara saya tidak sedang bekerja atau bertugas pada hari pemungutan suara,” katanya.
Padahal, keinginannya memilih di Pemilu 2019 kembali muncul setelah mendengar putusan MK. Sebab, sebelum keluar putusan MK itu, dia tidak sempat mengurus surat pindah pemilih hingga tenggat 30 hari sebelum hari pemungutan suara karena kesibukan kerja.
Sementara untuk pulang ke Yogyakarta, tempat namanya tercatat di DPT, tidak mungkin. Karena itu, sama seperti Handoko, Tyska dipastikan tidak akan menggunakan hak pilihnya pada pemilu mendatang. ”Padahal, jauh-jauh hari saya sudah menentukan akan memilih siapa di pemilu nanti,” ujarnya.
Selain mereka berdua, banyak pemilih lain, yang ditanyai oleh Kompas, yang tidak memenuhi syarat pindah memilih. Mereka pun berharap adanya evaluasi dari penyelenggara pemilu agar hak pilih yang dijamin oleh undang-undang dapat tersalurkan di Pemilu 2019.
Putusan MK
Namun, anggota KPU Jakarta Pusat, Afif Rosadiansyah, mengatakan, pihaknya tidak mungkin bisa keluar dari apa yang telah diputuskan oleh MK.
”KPU Pusat juga sudah menyampaikan hal tersebut (syarat) melalui surat edaran. Selain itu, ada pula informasi melalui pemberitaan di media massa bahwa ada empat kriteria khusus pindah memilih,” ucapnya.
Termasuk mahasiswa, menurut Afif, tidak mungkin KPU Jakarta Pusat memberikan pindah memilih. Sebab, menurut penjelasan Ketua KPU Arief Budiman, mahasiswa tidak termasuk kategori pemilih dengan keadaan tertentu.
Arief Budiman (Kompas, 5/4/2019) mengatakan, mahasiswa tidak termasuk dalam kategori keadaan tertentu yang memungkinkan mengurus perpindahan memilih hingga H-7 pemungutan suara. Terkait hal itu, ia menyarankan agar mahasiswa memakai hak pilih di tempat mereka terdaftar.
Berdasarkan data dari KPU Jakarta Pusat, hingga 17 Maret 2019, sebanyak 9.820 orang pindah memilih ke Jakarta Pusat. Adapun 6.521 orang pindah memilih ke luar Jakarta Pusat. Pasca-putusan MK, jumlah pindah memilih dipastikan akan bertambah. Hal ini karena hampir setiap hari setelah putusan MK itu, banyak orang mendatangi kantor KPU Jakarta Pusat untuk mengurus pindah memilih.