Mulai 2021, Investor Asing Tak Dapat Beli SBN Ritel
JAKARTA, KOMPAS — Porsi investor asing dalam instrumen investasi surat berharga negara ritel akan dihilangkan pada 2021. Penjualan surat berharga negara ritel kini menyasar investor domestik guna memperdalam pasar keuangan yang masih dangkal.
Artinya mulai 2012, investor asing tidak boleh lagi membeli surat berharga negara (SBN) ritel. Kebijakan itu sebenarnya sudah diambil Kementerian Keuangan pada 2018.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangam (Kemenkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, pemerintah berupaya mengurangi porsi investor asing dalam surat berharga negara (SBN) ritel. Sejak tahun lalu, SBN ritel hanya bisa dibeli investor berkewarganegaraan Indonesia (WNI).
“Kepemilikan investor asing dalam SBN ritel akan dihilangkan secara bertahap hingga 2021. SBN ritel kini tidak lagi diperjualbelikan untuk investor asing,” kata Loto dalam peluncuran SBN ritel seri SBR006 di Jakarta, Senin (1/4/2019).
Loto mengatakan, hingga akhir Maret 2019, porsi investor asing dalam SBN ritel sebesar 0,57 persen atau senilai Rp 660 miliar. Adapun jenis instrumen SBN ritel yang saat ini masih dimiliki investor asing adalah Obligasi Negara Ritel (ORI) dan sukuk ritel (Sukri).
Pada 2019, Kemenkeu akan menerbitkan SBN ritel dalam sepuluh instrumen yang terdiri dari empat kali penerbitan Savings Bond Ritel (SBR) dan sukuk tabungan (ST), serta satu kali penerbitan Obligasi Negara Ritel (ORI) dan sukuk ritel (Sukri).
Target penerbitan SBN ritel sekitar Rp 80 triliun atau berkisar 9-10 persen dari target SBN bruto sebesar Rp 825 triliun.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Raup Rp 30 Triliun
Menurut Loto, pemerintah fokus meningkatkan jumlah investor dibandingkan volume investasi. Peningkatan investor domestik ini penting untuk memperkuat pasar keuangan dalam negeri dari tekanan global. Sejauh ini jumlah investor berdasarkan Single Investor Identification (SID) sebanyak 16.966 orang.
Pemerintah fokus meningkatkan jumlah investor dibandingkan volume investasi. Peningkatan investor domestik ini penting untuk memperkuat pasar keuangan dalam negeri dari tekanan global.
Berdasarkan profilnya, investor SBN ritel kini didominasi generasi milenial berusia 19-39 tahun sebesar 50,61 persen. Selanjutnya, generasi X usia 40-54 tahun sebesar 27,56 persen, generasi baby boomers usia 55-73 tahun sebesar 19,96 persen, generasi tradisionalis usia 74-91 tahun sebesar 1,8 persen, dan generasi Z berusia di bawah 19 tahun sebesar 0,07 persen.
Kupon turun
Loto menuturkan, instrumen investasi SBN ritel tidak terlepas dari perkembangan imbal hasil di pasar global. Tren imbal hasil saat ini menunjukkan penurunan yang dipengaruhi keputusan Bank Sentral AS menahan suku bunga acuan.
“Jadi, kekhawatiran adanya kenaikan suku bunga berkurang. Bahkan, ada dugaan akan tetap sampai akhir tahun,” kata Loto.
Instrumen investasi SBN ritel tidak terlepas dari perkembangan imbal hasil di pasar global. Tren imbal hasil saat ini menunjukkan penurunan yang dipengaruhi keputusan Bank Sentral AS menahan suku bunga acuan.
Penurunan tingkat kupon mulai terjadi pada SBN ritel seri SBR006 yang sebesar 7,95 persen. Kupon SBR006 dihitung dari suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 6 persen ditambah selisih harga jual (spread) 1,95 persen.
Masa penawaran SBR006 dibuka pada 1-16 April 2019 dengan minimum pemesanan Rp 1 juta dan maksimum Rp 3 miliar. Target indikatif SBR006 maksimal Rp 5 triliun.
Meski demikian, tingkat kupon SBR006 lebih rendah dari seri sebelumnya, yakni SBR005 sebesar 8,15 persen yang ditawarkan 10-24 Januari 2019.
Kendati menurun, menurut Loto, tingkat kupon SBR006 masih kompetitif dibandingkan instrumen investasi lain. Tingkat kupon yang ditawarkan bersifat mengambang dengan kupon minimal (floating with floor) yang disesuaikan suku bunga BI. Artinya, investor akan mendapat keuntungan minimal 7,95 persen.
“Jika BI menaikkan suku bunga, keuntungan yang diperoleh investor bisa lebih besar dari 7,95 persen. Namun, jika BI menurunkan suku bunga keuntungan minimal tetap 7,95 persen,” kata Loto.
Selain faktor eksternal, lanjut Loto, penurunan tingkat kupon SBR006 juga mempertimbangkan inflasi yang masih terjaga di bawah 3 persen dan minat investor. Dari hitungan sementara, pembelian SBN ritel pada Januari-Maret 2019 lebih rendah dari periode sama tahun lalu.
Sebelumnya, Perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie berpendapat, generasi milenial harus mulai membuat perencanaan investasi baik jangka pendek dalam satu tahun atau jangka menengah panjang 1-5 tahun. Untuk investasi jangka menengah, instrumen investasi harus lebih tinggi dari inflasi tahunan.
Prita menyarankan, alokasi ideal untuk penghasilan bulanan terdiri dari dana darurat dan asuransi (10 persen), biaya hidup dan cicilan (60 persen), tabungan dan investasi (15 persen), gaya hidup (10 persen), dan dana sosial (5 persen).
“Alokasi dana untuk tabungan dan investasi setidaknya 15 persen dari total penghasilan bulanan,” kata Prita.