MALANG, KOMPAS - Selain mengandalkan jenis padi konvensional, Kabupaten Malang, Jawa Timur, juga berusaha mewujudkan swasembada pangan melalui padi hibrida. Meski cukup rentan terhadap kondisi cuaca, padi hibrida memiliki produktivitas lebih besar dibanding jenis padi lain.
Dengan luas lahan pertanian 74.433 hektar, sebanyak 45.888 hektar di antaranya merupakan lahan irigasi teknis, Kabupaten Malang surplus beras setiap tahun. Tahun 2017, produksi beras mencapai 493.000 ton. Angkanya meningkat pada tahun 2018 menjadi 496.000 ton. Dari jumlah ini, surplus beras tahun 2017 mencapai 76.000 ton dan tahun 2018 sebanyak 79.000 ton.
Pelaksana Tugas Bupati Malang M Sanusi, pada kegiatan Ekspo Virtako di demplot padi hibrida di Desa Banjararum, Kecamatan Singosari, Senin (1/4/2019), mengatakan, padi hibrida tidak saja menambah produksi pangan di wilayahnya, tetapi juga menambah pendapatan petani.
Padi hibrida bisa menghasilkan 9-10 ton gabah per hektar. Bahkan, padi yang berada di Demplot Banjararum disebutkan bisa menghasilkan 15 ton per hektar. Sedangkan, padi jenis lain rata-rata hanya menghasilkan 8 ton gabah per hektar. “Kami berupaya mengubah pola pikir petani yang katanya hanya bisa panen 8 ton bisa mendapatkan hasil hingga 15 ton. Keuntungannya tentu meningkat,” ujar Sanusi.
Hadir pada ekspo kali ini, antara lain pihak Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, produsen pestisida, dan organisasi perangkat daerah terkait. Kawasan demplot padi hibrida di Banjararum sendiri dikembangkan menjadi wisata edukasi pertanian.
Sanusi pun mencontohkan soal keuntungan yang diperoleh dari mengembangkan padi hibrida. Dengan harga gabah Rp 4.500 per kilogram (kg), maka satu hektar lahan padi biasa bisa menghasilkan Rp 36 juta, sementara padi hibrida dapat menghasilkan hingga Rp 67,5 juta per hektar.
Untuk mendukung perluasan tanam padi hibrida, Kepala Dinas Tanaman Pangan Horikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar, mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan demplot sekaligus tempat penangkaran benih. Berbeda dengan jenis padi lain, selama ini petani kesulitan untuk menangkarkan padi hibrida.
“Yang masih menjadi kendala adalah penangkaran. Karena itu, PT Makmur Sejahtera Nusantara akan memberi pelatihan untuk penangkaran kepada petani. Benih padi hibrida sulit tumbuh, harus ada ahlinya. Di Desa Banjararum ini ada demplot sekaligus penangkaran benih di ujung sisi barat,” ucap Budiar.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Malang Nasri Abdul Wahid menambahkan, luasan tanaman padi hibrida baru mencapai 20.000 hektar dari total luas panen padi yang mencapai 72.000 hektar per tahun. Produktivitas padi hibrida sebanyak 9-10 ton per hektar dengan masa tanam dua kali setahun.
Padi itu dikembangkan petani di daerah yang memiliki irigasi bagus, seperti Kecamatan Singosari, Pakisaji, Kepanjen, Sumberpucung, dan Tajinan.
“Sebenarnya tidak ada kendala, perawatannya sama dengan padi pada umumnya. Hanya saja, hibrida punya kelemahan yakni agak rentan. Benihnya tidak bisa ditanam ulang, jadi hanya bisa sekali panen. Untuk menanam kembali, petani harus membeli benih,” ucap Nasri.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kecamatan Kepanjen, Sunaryo, mengatakan harga benih yang cenderung tinggi menjadi penyebab mengapa petani lebih memilih menanam padi lain selain faktor kerentanan. Jika harga benih padi lain hanya sekitar Rp 15.000 per kg, maka benih padi hibrida bisa mencapai Rp 70.000 per kg.
Kami punya ahli untuk pengembangan pertanian, khususnya yang ramah lingkungan.
Terkait harga benih yang terpaut jauh antara padi biasa dan hibrida, kebutuhan benih untuk penanaman metode umum sebanyak 25 kg per hektar. Adapun jika memakai metode 1 bibit per lubang, dibutuhkan 15-17 kg benih per hektar. Kebutuhan jumlah benih hibrida sama dengan jenis padi lain.
Dengan perhitungan itu, diperlukan biaya benih Rp 225.000-Rp 375.000 per hektar untuk padi biasa dan Rp 1.050.000-Rp 1.750.000 per hektar untuk padi hibrida. Namun, satu hektar lahan padi biasa menghasilkan volume panen senilai Rp 36 juta, sementara padi hibrida dapat menghasilkan volume panen hingga senilai Rp 67,5 juta.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Damanhuri mengatakan, pihaknya siap mendampingi petani. Selama ini, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya telah bekerja sama dengan kelompok tani di beberapa daerah di Kabupaten Malang dalam rangka pemberdayaan. “Kami punya ahli untuk pengembangan pertanian, khususnya yang ramah lingkungan,” ujarnya.