Keseimbangan Baru Properti
JAKARTA, KOMPAS
Pasar properti diprediksi sedang memasuki keseimbangan baru. Kendati diprediksi mulai menggeliat pasca Pemilu 2019, namun investasi properti tidak akan kembali “meledak” seperti siklus sebelumnya.
Pasar properti dengan harga di atas Rp 1 miliar yang pada 2012-2014 sempat meledak dan didominasi investor, kini menurun. Sebaliknya, properti dengan harga jual di bawah Rp 1 miliar per unit yang kepemilikannya didominasi penghuni terus tumbuh.
“Terjadi pergeseran segmen pasar. Dominasi investor (properti) kini telah bergeser ke penghuni,” kata Panangian Simanungkalit, pendiri sekolah properti Panangia, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, pasar properti tengah memasuki situasi normal baru. Sejalan dengan harga properti yang cenderung stagnan selama 3 tahun terakhir, investor cenderung berpikir ulang dan tidak lagi berlebihan membeli produk properti. Disamping itu, pengetatan pajak membuat sebagian investor mengalihkan dana yang berlebih untuk membeli saham ketimbang properti.
Saat ini, tambah Panangian, kepemilikan properti mulai didominasi kaum milenial, dengan pangsa pasar sekitar 60 persen dari total pasar properti. Dari jumlah itu, sekitar 80 persennya membeli untuk dihuni, bukan sebagai investasi.
Kondisi ini berbeda dengan 5 tahun lalu, yakni 60 persen pasar properti dikuasai investor dan 40 persen oleh penghuni.
Salah satu hal yang diyakini akan terkoreksi adalah harga hunian. Upaya menaikkan harga properti secara berlebihan oleh pengembang diyakini tidak mudah lagi diterapkan. Sebab, pasar properti menjadi lebih realistis. Harga jual tinggi yang dipaksakan justru membuat properti sulit terjual.
Strategi Baru
Kondisi properti diperkirakan mulai bergeliat pasca Pemilu 2019. Namun, arah pasarnya tidak lagi sama.
Pergeseran pasar ini merupakan momentum bagi pengembang untuk meriset pasar serta merevitalisasi bisnis dan strategi baru. Segmen kelas menengah akan semakin mendominasi pasar properti sehingga perubahan strategi bisnis perlu dilakukan dengan melihat arah perubahan pasar.
“Jika (pengembang) masih bertahan dengan strategi konservatif dan berharap pada ledakan investasi properti seperti siklus-siklus sebelumnya, siap-siap untuk kecewa,” kata Panangian.
Dalam kesempatan terpisah, pengembang properti PT Intiland Development Tbk (DILD) masih menerapkan strategi konservatif pada tahun ini. Perseroan memproyeksikan kondisi pasar properti pada 2019 belum banyak berubah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Konsumen diperkirakan bersikap melihat dan menunggu serta menahan investasi dan belanja properti. Akibatnya, permintaan pasar melemah.
Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland, Archied Noto Pradono, mengemukakan, pasar properti dalam situasi tidak mudah. Oleh karena itu, pelaku industri properti perlu inovatif dan kreatif.
Intiland, tambahnya, akan fokus pada upaya meningkatkan penjualan, proyek hunian vertikal, serta pengembangan sejumlah proyek yang telah berjalan. Saat ini, ada 15 proyek yang sedang berjalan di wilayah Jabodetabek dan Surabaya.
Di sisi lain, aset perusahaan yang bukan bisnis inti akan dilepas untuk mengurangi beban perusahaan serta pengembangan proyek dengan risiko rendah seperti rumah tapak. Diharapkan, pada semester II-2019, kondisi pasar properti akan berangsur-angsur membaik.
“Kami masih mempertahankan langkah dan strategi konservatif tahun ini. Namun, tetap melihat semua peluang untuk meningkatkan kinerja usaha. Rencana pengembangan proyek baru tetap ada, namun harus melihat daya serap dan arah perubahan pasar,” katanya.
Archied menambahkan, kondisi pasar yang lesu memerlukan penyegaran. Produk baru yang akan diluncurkan juga disesuaikan dengan permintaan pasar, yakni pasar menengah-bawah.
Pada 2018, Intiland membukukan pendapatan usaha Rp 2,6 triliun atau naik 16 persen secara tahunan. Sementara, laba bersih sebesar Rp 203 miliar. (LKT)