JAKARTA, KOMPAS – Pengelolaan dan pembiayaan perumahan di Indonesia secara bertahap akan disatukan ke dalam Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera. Kendati pada tahap awal baru aparatur sipil negara yang menjadi peserta Tapera, pemerintah berharap masyarakat umum akan ikut bergabung ke depannya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, akhir pekan lalu, mengatakan, dalam pembicaraan di Komite Tapera, saat ini peserta Tapera baru berasal dari ASN. Sementara, kepesertaan dari pekerja umum direncanakan diberlakukan 5 tahun mendatang.
“Menurut Menteri Ketenagakerjaan 5 tahun, karena di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ada fasilitas jaminan hari tua. Jadi yang sekarang mau masuk di Tapera ini kan Bapertarum, lalu nanti Asabri, itu dulu yang dikelola. Nanti sambil kemudian dari masyarakat umum,” kata Basuki.
Di dalam Undang-Undang Tapera, yang wajib menjadi peserta Tapera adalah setiap pekerja dan pekerja mandiri. Untuk besaran simpanan Tapera adalah 2,5 persen oleh pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Meski demikian, peraturan yang dimaksud sampai saat ini masih belum terbit.
Basuki mengatakan, pada tahap awal, Bapertarum akan langsung melebur ke dalam BP Tapera. Demikian pula, dana di dalam Bapertarum yang sekitar Rp 12 triliun akan dimasukkan ke dalam BP Tapera. BP Tapera juga disuntik modal awal oleh pemerintah sebesar Rp 2,5 triliun.
Terkait dengan skema pembiayaan perumahan dengan batasan penghasilan Rp 8 juta, pemerintah telah merampungkan pembahasannya. Kini, pembahasan tersebut tinggal dirumuskan ke dalam sebuah regulasi berupa peraturan menteri.
Menurut Basuki, skema tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi ASN, anggota TNI dan Polri saja, melainkan bagi masyarakat umum. “Sekaligus semua, tidak dibeda-bedakan. Untuk anggarannya kemungkinan akan ditambah juga,” kata Basuki.
Menurut Komisioner BP Tapera Adi Setianto, di tahap awal BP Tapera akan mengelola simpanan dari peserta ASN. Kemudian, secara bertahap semua skema pembiayaan yang menggunakan dana pemerintah akan digabungkan pengelolaannya ke dalam BP Tapera.
Dengan cara itu, operasional BP Tapera akan lebih efektif dan efisien. Salah satu skema tersebut adalah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
“Sesuai arahan dari Komite Tapera, ke depan pembiayaan perumahan dilakukan satu lembaga saja, yakni BP Tapera. Tetapi tentu ini bertahap,” kata Adi.
Menurut Adi, BP Tapera berwenang untuk membuat skema pembiayaan perumahan selain dari yang tersedia saat ini. Namun demikian, pemanfaatan dana di Tapera hanya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Saat ini, BP Tapera masih menunggu terbitnya PP tentang Penyelenggaraan Tapera yang akan mengatur lebih rinci mengenai operasional BP Tapera.
FLPP
Secara terpisah, Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Budi Hartono mengatakan, jumlah bank pelaksana kredit pemilikan rumah berskema FLPP sebanyak 37 bank. Semua bank tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan PPDPP.
Adapun hingga 29 Maret, PPDPP telah menyalurkan dana FLPP untuk 27.764 unit rumah bersubsidi dengan nilai FLPP sebesar Rp 2,66 triliun. Adapun alokasi anggaran FLPP adalah bagi 67.000 unit hingga akhir tahun.
“Triwulan pertama kan mestinya mencapai 25 persen dari total. Jadi penyaluran sebesar 27 ribu unit itu normal,” kata Budi.
Menurut Budi, saat ini 37 bank pelaksana FLPP telah mendapat alokasi FLPP. PPDPP akan mengevaluasi setiap bank pelaksana setiap 3 bulan sekali. Melalui evaluasi tersebut, dimungkinkan dilakukan realokasi kuota FLPP dari bank pelaksana yang belum mencapai target ke bank pelaksana yang telah mencapai kuotanya. Evaluasi akan dilakukan pada akhir Juni dan September mendatang. (NAD)