JAKARTA, KOMPAS — Mantan Kepala Polsek Pasirwangi di Garut, Jawa Barat, Ajun Komisaris Sulman Aziz mengaku menjadi korban dari perintah atasannya untuk memihak salah satu pasangan calon pada Pemilihan Presiden 2019.
Namun, secara terpisah, Kepala Polres Garut Ajun Komisaris Besar Budi Satria Wiguna menegaskan, tidak pernah mengarahkan bawahannya untuk memihak ke salah satu pasangan calon di Pemilihan Presiden 2019.
Sulman Aziz, dengan difasilitasi kantor Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru, menggelar jumpa pers di Jakarta, Minggu (31/3/2019). Ia didampingi Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar.
”Saya ini sudah 27 tahun menjadi polisi. Saya sudah ditugaskan ke mana-mana. Tetapi, baru di Pilpres 2019 ini ada perintah untuk berpihak kepada salah satu calon,” ujarnya.
Perintah itu, menurut dia, disampaikan Kepala Polres (Kapolres) Garut dalam rapat rutin awal Februari lalu. Ia dan 21 pimpinan polsek di Garut dipanggil Kapolres untuk melakukan pendataan terhadap wilayah yang menjadi basis dukungan dua pasang calon (paslon) presiden dan wakil presiden, yaitu paslon nomor 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan paslon nomor 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dalam acara itu, menurut Sulman, juga ada perintah untuk mendukung salah satu paslon. ”Kami lalu diperintahkan untuk melakukan penggalangan. Saya menyampaikan itu semua demi keamanan rekan saya di kepolisian,” katanya.
Sampai saat ini, Sulman menyatakan, tidak pernah secara langsung mendapat ancaman. Namun, pada 8 Maret, ia dimutasi dari posisinya sebagai pimpinan di Polsek Pasirwangi. Selanjutnya, ia akan bekerja sebagai Kanit Seksi Pelanggaran, Subdit Gakkum, Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Barat.
Menurut Sulman, dia dipindahkan karena pernah berfoto dengan salah satu tokoh pemenangan paslon dalam suatu acara di Pasirwangi, Garut, 25 Februari 2019.
”Saat itu, saya hanya melaksanakan tugas saya sebagai kapolsek, yaitu memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan di wilayah saya berjalan sesuai dengan ketentuan. Kemudian saya berfoto untuk dilaporkan kepada Kapolres bahwa saya berkoordinasi dengan panitia,” katanya.
Sulman juga mengaku telah difitnah karena dianggap memobilisasi para kepala desa di wilayahnya untuk memberikan dukungan kepada paslon tertentu.
Siap diperiksa
Kapolres Garut Ajun Komisaris Besar Budi Satria Wiguna, secara terpisah, mengaku siap diperiksa jika dilaporkan terkait kasus yang menimpa Sulman. Ia memastikan, tidak pernah mengarahkan bawahannya untuk memihak pada salah satu paslon.
”Gelar operasional tiap bulan bersama Kapolsek kami lakukan untuk sharing jika ada permasalahan di wilayah masing-masing. Pertemuan itu terbuka semua, enggak tertutup. Jabatan adalah amanah. Saya siap diperiksa kalau salah,” ujarnya.
Seperti yang disampaikan Sulman, pertemuan itu dilakukan murni untuk memetakan potensi kerawanan jelang Pemilu 2019.
”Di sini ini potensi kerawanan tinggi. Untuk itu, kami harus tahu peta atau zonasi dukungan paslon untuk antisipasi potensi kerawanan jelang pemilu yang sudah agak panas,” tuturnya.
Terkait mutasi yang diberlakukan terhadap Sulman, Budi mengatakan, hal itu menjadi kewenangan Polda Jawa Barat.
Beberapa waktu lalu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal mengatakan, Polri memang mengumpulkan data di lapangan. Hal itu dilakukan untuk memetakan kerawanan dan sama sekali tidak terkait dengan politik praktis. Ia juga memastikan, Polri bersikap netral dalam Pemilu 2019. Polisi yang tidak netral akan ditindak.
Bantuan hukum
Haris Azhar mengatakan, pihaknya akan menjadi kuasa hukum bagi Sulman. Menurut dia, apa yang dihadapi Sulman berkaitan dengan isu netralitas dan profesionalitas aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian.
”Pak Sulman sudah lama menyampaikan keresahannya kepada saya. Dari perenungan beberapa minggu ini, ia akhirnya memutuskan untuk terbuka dan akan menyampaikannya lewat prosedur yang ada untuk diperiksa,” tutur Haris.
Dalam waktu dekat, lanjut Haris, pihaknya juga akan melaporkan masalah ini secara resmi ke Ombudsman RI.