JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya menciptakan ekosistem data tunggal kependudukan agar memudahkan pendistribusian layanan publik. Sambil mengerjakan rekaman kartu tanda penduduk secara elektronik, pemerintah mengajak lebih banyak instansi publik mau berkolaborasi.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian (Dukcapil) Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, Kamis (28/3/2019), menyebutkan, sudah ada 1.183 lembaga bekerja sama dengan instansinya. Ruang lingkup kerja sama adalah menggunakan data tunggal kependudukan sebagai bagian verifikasi dan validasi identitas konsumen saat kegiatan pelayanan publik.
Sekitar 20 lembaga di antaranya tercatat paling aktif mengakses data kependudukan kategori nomor induk kependudukan (NIK), antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Ketenagakerjaan, dan BPJS Ketenagakerjaan.
”Semakin banyak lembaga layanan publik terkoneksi dengan sistem data tunggal Ditjen Dukcapil, tercipta semacam big data warga. Jadi, kelak basis data seorang penduduk tidak hanya berisi NIK beserta profil kependudukannya, tetapi ada juga data nomor kepesertaan jaminan sosial, nomor layanan seluler, wajib pajak, dan seterusnya,” ujar Zudan.
Basis data Ditjen Dukcapil menunjukkan, terdapat 265.185.520 juta penduduk Indonesia. Jumlah penduduk wajib KTP mencapai 192.676.863 orang dan sekitar 97,80 persen di antaranya tercatat telah memiliki rekaman KTP elektronik. Dia menekankan, pihaknya sampai melakukan jemput bola kepada penduduk yang belum melakukan perekaman KTP elektronik.
Menurut Zudan, lembaga-lembaga publik yang telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil memang berusaha meningkatkan kecepatan pelayanan. Jenis layanannya bermacam-macam. Sebagai contoh, verifikasi profil penduduk untuk keperluan pendaftaran layanan baru. Contoh lain adalah klaim layanan.
”Kami mengembangkan sistem perangkat teknologi pembaca sidik jari, pengenalan wajah, dan KTP elektronik. Lembaga yang telah bekerja sama dengan kami bisa menggunakannya saat pendistribusian layanan,” katanya.
Sejauh ini sudah ada 661 lembaga yang memanfaatkan perangkat pembaca KTP elektronik. Salah satunya adalah BPJS Ketenagakerjaan. Zudan menambahkan, ekosistem data tunggal kependudukan seperti itu bertujuan mencegah penipuan layanan publik. ”Keamanan data tentu amat kami perhatikan. Ada sejumlah firewall dalam sistem database kependudukan yang kami optimistis susah dibobol,” ujarnya.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan, pihaknya menggunakan perangkat pembaca KTP elektronik untuk mempercepat pemrosesan pendaftaran kepesertaan baru dan formulir pengaduan klaim jaminan hari tua (JHT). Implementasi sistem seperti ini baru berlangsung di kantor cabang wilayah DKI Jakarta. Menurut rencana, sampai akhir tahun, 790 kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan sudah mengadopsi sistem itu.
”Dengan adanya perangkat pembaca KTP elektronik, tim kami bisa memproses formulir pengaduan klaim JHT dari 20 menit menjadi enam menit saja. Ini tentu amat mendukung gerakan paperless,” katanya.
Jumlah klaim JHT per Januari 2018 sebanyak 180.149 klaim dengan nominal Rp 2,03 triliun. Adapun per Januari 2019, total klaim JHT mencapai 184.776 klaim dengan nominal Rp 2,15 triliun.
”Pengajuan klaim JHT selalu dilakukan langsung dengan pekerja. Pekerja biasanya menemui petugas kami, lalu mengisikan data kependudukan ke dalam formulir pengajuan,” ucap Agus.