Saat ini, sudah ada 782 perusahaan atau perorangan mafia pangan yang diproses hukum. Sebanyak 409 orang atau perusahaan divonis penjara
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berjanji tidak akan berkompromi dengan mafia pangan yang selama ini merugikan masyarakat. Ratusan perusahaan dan perorangan yang terlibat dalam jaringan mafia pangan diproses hukum.
“Saat ini, sudah 782 perusahaan atau perorangan mafia pangan yang diproses hukum. Sebanyak 409 orang atau perusahaan divonis penjara,” ujar Amran saat bertemu dengan ribuan petani dan penyuluh pertanian di Stadion Ranggajati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (28/3/2019).
Mafia pangan yang dimaksud adalah seseorang atau perusahaan yang mengambil untung sebanyak-banyaknya di sektor pangan dengan merugikan banyak orang. Harga cabai, misalnya, bisa meningkat hingga lebih dari tiga kali lipat dari rantai awal produsen, yakni petani.
Padahal, jarak distribusinya pendek. Mafia juga dapat diartikan sebagai pihak yang memproduksi pupuk palsu dan mengoplos komoditas pangan lain sehingga merugikan masyarakat. Hal lain adalah menimbun komoditas pangan demi meraih untung sebesar-besarnya.
Hingga kini, Kementerian Pertanian juga telah memutus kerja sama atau melakukan blacklist terhadap 20 perusahaan yang terkait dengan mafia pangan. “Bulan depan, jumlah perusahaan yang kena blacklist menjadi 21,” kata Amran.
Menurut dia, sejak dibentuk Mei 2017, Satuan Tugas Pangan yang melibatkan Polri efektif dalam menertibkan mafia pangan. Harga sejumlah bahan pangan, kata Amran, dapat terkendali saat hari besar. “Kami tidak akan beri ruang bagi mereka untuk menyakiti petani dan warga kecil. Ini arahan presiden,” ujarnya.
Namun, sejumlah pengamat menilai, pembentukan Satgas Pangan tidak efektif dalam menekan harga pangan. Dewan Penasihat Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) M Husein Sawit menyatakan, keberadaan Satgas Pangan membuat banyak pengusaha penggilingan padi terpaksa memangkas aktivitas penyimpanan atau stok karena waswas dituding menimbun (Kompas, 17/12/2018).
Akhirnya, permintaan dan penawaran harga beras terganggu. Harga beras menanjak karena pelaku usaha minim stok. Pada saat yang sama, Bulog kewalahan menyerap gabah karena harganya melebihi harga pembelian pemerintah, yakni Rp 3.700 per kg di tingkat petani.
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia Kabupaten Cirebon Tasrip Abubakar menyarankan pemerintah membentuk satgas khusus yang memastikan pasokan air sampai ke petani. “Selama ini, saat kemarau, muncul mafia air. Mereka menarik tarif kepada petani agar mendapatkan air untuk musim tanam. Ongkos produksi pun bertambah,” ujarnya.