JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan kelas menengah dan penetrasi internet di perkotaan yang kian luas membuat peluang perdagangan elektronik semakin besar. Namun, pelaku e-dagang dan produsen barang harus berinovasi agar menjadi pilihan konsumen.
Program kesetiaan pelanggan tidak berdampak signifikan. Sebab, tidak semua pelanggan tertarik memanfaatkan program tersebut.
”Ada banyak produk yang bisa merebut perhatian konsumen sehingga bisa diterima dalam waktu singkat karena inovasinya. Inovasi bisa berupa produk, bahan dasar, teknologi yang digunakan, dan sebagainya. Contohnya kosmetik Korea,” kata Director Consulting Deloitte Southeast Asia Stanley Kyung Sup Song dalam acara media briefing tentang ”Customer Behavior in the Digital Market” di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Stanley menambahkan, selama ini pasar kosmetik di Indonesia dikuasai produk dalam negeri, diikuti produk Eropa dan Jepang. Namun, dalam waktu singkat, kosmetik Korea bisa meningkatkan pangsa pasarnya di Indonesia.
”Mungkin ada yang bilang karena pengaruh K-pop dan drama Korea. Namun, ternyata karena di dalam kosmetik Korea ada bahan-bahan yang tidak pernah digunakan sebelumnya. Ini yang disebut inovasi,” kata Stanley.
Dia menjelaskan, program kesetiaan bagi konsumen yang banyak ditawarkan produsen ternyata tidak terlalu berhasil menarik pembeli. Dari survei Deloitte, 42 persen responden tidak memanfaatkan program kesetiaan itu. Padahal, produsen mengeluarkan investasi untuk program tersebut.
Adapun program gratis ongkos kirim juga belum tentu menarik konsumen untuk setia pada satu pasar dalam jaringan atau perusahaan logistik. ”Hampir semua pasar daring memberikan program itu. Bahkan ada juga yang memberikan layanan pengiriman di hari yang sama. Oleh karena itu, untuk mengikat loyalitas konsumen harus ada inovasi yang berbeda dengan kompetitor,” ujarnya.
Dari penelitian Deloitte Indonesia pada 2014-2017, hampir 90 persen masyarakat positif melihat perkembangan ekonomi. Banyak keluarga berpenghasilan di atas Rp 5 juta membeli produk di luar keperluan mereka dan sekitar 17 persen konsumen tidak terlalu memperhitungkan harga saat membeli barang.
Sementara itu, laman e-dagang Lazada menggelar festival belanja daring, Rabu (27/3/2019). Konsumen yang mendapatkan voucer dari fitur permainan LazGame pada 21-26 Maret 2019 dapat menggunakannya untuk berbelanja.
”E-dagang bukan hanya untuk belanja, melainkan juga untuk hiburan,” kata Chief Marketing Officer Lazada Indonesia Monika Rudijono, Selasa.
Laman Lazada yang menjual sekitar 3.000 merek tersebut memiliki sekitar 560 juta konsumen di Asia Tenggara. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)