Eks Dirut Jasindo Bela Diri Tidak Terlibat Korupsi
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Budi Tjahjono membantah dirinya memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi, sehingga merugikan negara saat masih menjabat Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) periode 2011-2016. Dengan demikian, dia meminta majelis hakim membebaskannya. Dia juga meminta agar dirinya tak perlu membayar uang pengganti kerugian negara.
Ini diungkapkannya dalam sidang lanjutan pembacaan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (27/3/2019). Sidang dipimpin oleh Hakim Fahzal Hendry.
Pada awal pembelaannya, Budi memaparkan jenjang karier dan prestasinya selama bekerja di Jasindo. Ia mengklaim kinerja Jasindo meningkat saat ia menjabat direktur utama, bahkan bisa mencapai keuntungan tertinggi dalam sejarah Jasindo. Dengan dasar itu, dia mempertanyakan tuntutan jaksa.
“Oleh karena itu, menjadikan suatu pertanyaan besar bagi kita semua apakah saya sungguh melakukan tindakan yang didakwakan oleh penuntut umum,” kata Budi. Sebelumnya, jaksa menuntut dengan pidana sembilan tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
Budi pun membantah telah menerima uang Rp 6 miliar dan 462.795 dollar Amerika Serikat dari pembayaran komisi agen terkait penutupan asuransi aset dan konstruksi BP Migas sebagaimana disebutkan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutannya, di sidang sebelumnya.
“Uang yang saya terima hanya sekadar numpang lewat dan sudah saya sampaikan atau serahkan kepada pihak-pihak yang telah membantu Jasindo menjadi leader konsorsium,” ujar Budi.
Atas dasar itu, Budi memohon pula kepada majelis hakim agar tidak memberikan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 6 miliar dan 462.795 dollar Amerika Serikat.
Menuntut dibebaskan
Selain itu, Budi menilai, tidak ada fakta persidangan yang menyatakan dirinya terbukti bersalah. Dia lantas memohon kebijaksanaan majelis hakim agar dirinya bisa dibebaskan dari hukuman.
“Majelis hakim yang Mulia, saya mohon kiranya Majelis Hakim membebaskan saya dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum,” ujar Budi.
Dalam mempertimbangkan vonis, Budi juga memohon agar majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya, ia masih memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum atau melakukan perkara kejahatan.
Sebelumnya, jaksa menilai, perbuatan Budi melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Menanggapi nota pembelaan Budi, jaksa KPK Haeruddin menyampaikan, pihaknya tetap pada materi tuntutan. Hakim Fahzal Hendry pun memutuskan akan melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan putusan pada 10 April 2019. (MELATI MEWANGI)