SENTANI, KOMPAS - Warga yang tinggal di kaki Gunung Cycloop dan daerah Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, dibayangi ancaman jalur air dan longsor yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Kondisi kaki gunung itu juga telah mengalami alih fungsi lahan serta muncul rumah-rumah baru yang tidak memiliki izin. Kondisi tersebut akan terus mengancam keselamatan warga.
Berdasarkan penelusuran Kompas di kaki Gunung Cycloop, sebelah utara Kelurahan Hinekombe, Distrik Sentani, Kamis (21/3/2019), longsoran material berupa batuan besar berwarna putih dan pasir terlihat di dua jalur. Jalur itu selebar lebih kurang 10 meter dengan kedalaman sekitar 4 meter. Jalur tersebut berasal dari atas Gunung Cycloop.
Di sepanjang jalur tersebut ditemukan bekas-bekas tanaman palawija, seperti jagung dan singkong, serta beberapa batang pohon besar yang tersapu air. Di sekitar jalur ini juga ditemukan batuan besar berwarna hitam.
"Longsoran ini awalnya dari atas gunung Cycloop dan menghantam perkebunan warga. Saya pun memiliki kebun di sini ukuran 80 x 60 meter, sebagian terkena longsor," ujar Dakiron, warga Kelurahan Hinekombe, saat ditemui di kaki Gunung Cycloop, Kamis.
Dari kaki gunung terlihat puncak Cycloop yang masih hijau, tetapi ada sejumlah longsoran yang disebabkan curah hujan tinggi selama satu minggu ini. Selain itu, ada pula puluhan rumah warga yang baru dibangun. Rumah-rumah itu tidak terkena jalur longsoran.
"Rumah-rumah ini baru dibangun sekitar tahun 2018 dan belum ada IMB-nya (izin mendirikan bangunan). Saudara saya punya rumah di sini. Saya awalnya juga ingin membangun rumah di sini, tetapi sekarang saya khawatir untuk membangunnya karena ada banjir bandang," ucap Arulek Gire, warga Kampung Taruna.
Kelurahan Hinekombe menjadi salah satu daerah yang terkena longsoran parah saat banjir bandang menerjang Distrik Sentani pada Sabtu (16/3) malam. Pendeta Tiban Wonda dari Kelurahan Hinekombe menjelaskan, ketika itu terdengar suara seperti dentuman sebelum akhirnya material batuan besar jatuh menerjang rumah warga.
"Saya segera memperingatkan warga agar berlindung di dalam gereja dengan membawa anak-anak mereka. Akibat banjir bandang dan longsor ini, dua orang meninggal. Mungkin bencana ini merupakan peringatan dari Tuhan," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Agus Budianto mengatakan, jalur tersebut merupakan lembah sungai yang memang telah terbentuk sejak puluhan tahun lalu.
"Jika dilihat, batuan hitam besar yang ada di sekitar jalur itu merupakan bukti jejak sejarah kalau di daerah ini pernah terjadi longsor dan banjir bandang," ujar Agus, yang juga telah meninjau kaki gunung ini.
Ia menjelaskan, daerah kaki gunung ini merupakan tempat pertemuan antara bidang terjal dari hulu dan daerah landai di morfologi rendah sehingga sempat ada sumbatan air karena bebatuan yang disebut sebagai bendungan alami. "Saat curah hujan tinggi ketika itu, air dari hulu terakumulasi dan pecah menjadi banjir bandang," kata Agus.
Agus mengatakan, ada sejumlah rumah baru yang tidak hancur karena memang tidak dilalui jalur air dan longsoran. Meski begitu, menurut dia, rumah-rumah yang berada di kaki gunung ini tetap terancam karena sewaktu-waktu bisa muncul jalur baru.
"Saat ini, kami masih mengumpulkan bukti-bukti lapangan lain agar kami bisa memetakan ancaman permanen yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Laporan sedang kami susun. Menurut kami, kejadian ini memang murni karena fenomena alam. Untuk relokasi atau tidak, itu semua tergantung kemampuan pemerintah provinsi, kami hanya memberikan rekomendasi nantinya," ujar Agus.
Direktur WWF Papua Benja Mambai mengatakan, keberadaan permukiman yang tidak sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW) ini memang mengancam kehidupan warga di kaki gunung. Menurut dia, warga di kaki gunung akan semakin membuka lahan untuk perkebunan sehingga mengancam keberlangsungan Cagar Alam Cycloop.
"Jika lahan perkebunan terus dibuka dan warga semakin banyak berada di kaki gunung, tentunya banyak jiwa yang terancam jika sewaktu-waktu bencana seperti ini terulang. Apalagi, jika warga yang ada di kaki gunung semakin merusak kondisi hulu, dampaknya bisa meluas sampai Distrik Sentani," ujar Benja.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal mengatakan akan merelokasi warga yang ada di sekitar Cagar Alam Cycloop. Menurut dia, sejumlah warga tidak memiliki IMB, bahkan ada oknum yang membuat IMB palsu.
Kepala Polres Jayapura Ajun Komisaris Besar Victor Mackbon mengatakan, hingga Kamis siang, korban meninggal telah mencapai 105 orang dan 94 orang belum ditemukan. Saat ini, jumlah pengungsi sebanyak 11.156 orang.
"Kemudian, ada info yang beredar bahwa sebagian toko menaikkan harga bahan pokok yang mereka jual. Kami masih lakukan investigasi agar jangan sampai ada yang memanfaatkan bencana untuk mengambil keuntungan," ucap Victor yang juga selaku ketua tim penanggulangan bencana.